Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

8. Kerikil

Warning!!! Cerita dengan konten dewasa entah ada adegan romantis atau tidak sebaiknya dibaca MALAM! Sudah saya ingatkan, jangan nyinyirin authornya kalau masih nekat membaca siang. Di part ini ada part romantisnya soalnya.

Cerita Pak Dosen 2 ini kadar konten dewasanya lebih tinggi dibanding Adira dengan konflik yang sepertinya akan lebih berat juga dari Adira hehe. Tapi jangan nawar2 soal konflik ya. Ini real rumah tangga banget, artinya di luaran sana mungkin banyak yg menghadapi konflik seperti yang dihadapi Alea-Sakha. Kalian nggak usah takut gimana, ikuti saja. Tujuan author menghadirkan konflik dalam cerita itu ada pembelajarannya dan akan mendewasakan karakter-karakter tokohnya juga.

Oya gimana puasanya? Author belum bisa puasa karena lagi halangan. Mudah-mudahan besok udah bersih.

Happy reading....

Setelah menjalani honeymoon singkat selama dua hari di hotel, Sakha dan Alea langsung menempati rumah kosong milik Diandra yang sebelumnya sudah diserahkan untuk Alea. Sakha berpikir tak mengapa tinggal sementara di rumah tersebut. Tentu ia punya cita-cita ingin membangun rumah sendiri. Sebelum tabungannya cukup untuk membangun rumah, ia dan Alea akan menempati rumah tersebut. Dulu sebelum Diandra menikah dengan Rayga, Alea kecil tinggal di rumah tersebut bersama Diandra. Setelah Diandra menikah dengan Rayga, mereka menempati rumah Rayga.

Mereka menata barang-barang agar terlihat lebih rapi dan tertata. Rumah ini tidak begitu besar, tapi cukup nyaman dan memiliki taman yang tertata indah di depan serta samping rumah. Sebelumnya, rumah tersebut dikontrakkan selama bertahun-tahun.

Alea menata bunga dalam vas yang ia letakkan di meja ruang tengah.

“Cantik, pas untuk mempercantik ruangan,” tukas Alea dengan seulas senyum.

Sakha mengamati bunga Lili pilihan istrinya. Alea tak hanya memiliki selera yang bagus dalam berpakaian, tapi juga menata ruangan. Sakha mendekat ke arah Alea. Ia memeluk istrinya dari belakang, membuat wanita cantik itu terkesiap.

“Kamu ngagetin aja,” ucap Alea sembari memiringkan wajahnya. Ia mengamati wajah tampan Sakha yang juga tengah terpaku pada kecantikannya.

Sakha mengecup pipi Alea, lalu menurun mengecup pundaknya.

“Kamu jauh lebih cantik dari bunga itu.” Entah dari mana Sakha belajar menggombal. Yang ia rasakan saat ini adalah dunia seolah berpusat pada Alea. Ia tengah tergila-gila pada istrinya. Semua tentang Alea adalah candu untuknya. Suaranya, sentuhannya, bibirnya, tubuh seksinya, rajukan manjanya, segalanya seperti dunia baru tapi tak membuatnya merasa asing karena dunia yang tengah ia jalani sekarang terlampau nyaman untuknya.

Alea menahan geli kala Sakha menciumi wajahnya dengan gerakan tangan yang sudah menjalar ke bagian-bagian sensitif tubuhnya. Keduanya saling berhadapan. Alea mengalungkan tangannya pada leher Sakha, sedang tangan Sakha memeluk pinggang istrinya. Keduanya berciuman, mengurai kehangatan dan membakar kembali gairah pengantin baru yang masih menggebu-gebu.

Sakha mengangkat tubuh Alea hingga posisi Alea lebih tinggi darinya. Ciuman keduanya belum jua terlepas. Alea menyilangkan kakinya, mengitari pinggang suaminya. Sakha mendudukan Alea di meja kosong yang terletak di sebelah lemari buku.

Suara kecapan dua tautan bibir itu terdengar nyaring seakan menjadi irama musik tersendiri. Mata keduanya terpejam dan tak ada tanda-tanda dari salah satu atau keduanya untuk mengakhiri ciuman yang berlangsung semakin panas itu. Sampai akhirnya Alea melepas sejenak demi mengambil napas.

“Kamu hot banget. Tapi ini masih siang,” ucap lirih Alea.

Sakha tersenyum, “Mumpung belum puasa, sayang. Kalau nanti puasa, siang-siang nggak boleh mesra-mesraan.”

“Nakal...” Alea mencubit pipi Sakha dan tertawa kecil.

“Kamu menggoda banget, sih.” Tatapan Sakha sudah terlihat mesum dan begitu mnginginkan Alea.

Tanpa Alea antisipasi, Sakha menggendong tubuh istrinya dan ia bawa ke kamar. Alea tertawa.

“Sakha kamu mau apa?”

“Szzzttt... Sudah diam, nikmati saja.”

Sakha masuk ke kamar. Ia mendorong pintu kamar dengan kakinya, sementara tangannya masih menggendong Alea. Dihempaskannya tubuh istrinya ke ranjang. Pada dasarnya manusia tidak menyukai sesuatu yang ganas, kecuali urusan ranjang. Alea menyukai keganasan Sakha.

Suara desahan itu terdengar membahana di segala sudut. Alea memekik kencang.

“Kamu beringas banget....!”

******

Ini hari pertama Sakha aktif ke kampus setelah sebelumnya cuti tiga hari. Hari ini ia mengajar semester dua, kelas Adira. Setelah menikah, tentu perempuan lain menjadi terlihat biasa saja di matanya. Hanya Alea yang paling istimewa di matanya.

Dulu ia memang pernah mengagumi gadis pengidap sindrom Meromelia yang bersahabat baik dengan adik perempuannya itu. Rasa kagum yang ia salah artikan sebagai rasa cinta. Pada akhirnya ia sadar, bahwa sejak mengenal jatuh cinta dan tumbuh baligh dengan ditandai mimpi basah, nama Alea memang sudah melekat kuat di dasar hatinya. Perempuan itu tak hanya menjadi pasangan dalam mimpi basah pertamanya, tapi juga kerap hadir dalam fantasi liarnya tanpa ia undang.

Memperistri Alea adalah kebahagiaan untuknya. Ia tahu, Alea bukan sosok yang sempurna. Namun ia berjanji akan membimbingnya.

Sebelum Sakha memasuki ruang kerjanya, para rekan dosen tengah berkumpul memakan kerupuk tengiri, makanan khas daerah Cilacap.

“Pak Sakha, ayo ikut gabung. Kemarin saya habis dari Cilacap, dibawain kerupuk tengiri sama mertua.” Pak Rendra, dosen berusia 35 tahun menyapa rekannya ramah.

“Wah, ikutan nyicip, ah.” Sakha duduk di antara dua bapak dosen dan mengambil satu biji kerupuk.

“Ada yang beda dari Pak Sakha sejak nikah. Auranya jadi lebih bersinar. Rambutnya juga kayaknya basah, keramas terus kayaknya.” Pak Dedi, dosen senior berusia 50 tahunan itu tertawa kecil menggoda Sakha.

Wajah Sakha sedikit memerah. Ia akui, frekuensi berhubungan dengan Alea memang terbilang cukup sering. Pagi tadi sebelum berangkat ke kampus pun, dirinya sudah mandi dua kali. Ia tak tahu apakah ini terbilang normal atau tidak, ia merasa kecanduan pada istri sendiri. Namun ia tak merespons apapun ledekan temannya.

“Maklum pengantin baru, Pak. Dulu Pak Dedi juga gitu waktu pengantin baru,” giliran Rendra tertawa cekikikan.

“Ya dulu mah gitu, kayak minum obat. Sekarang udah tua, udah pada tidur sendiri-sendiri.” Pak Dedi tertawa pendek.

Sesaat Sakha mengernyit, membayangkan apa iya jika umur sudah paruh baya, suami istri lebih senang tidur sendiri-sendiri? Dia tak sanggup membayangkan jika tidur terpisah dengan Alea. Ranjang akan terasa sepi dan kurang hangat tanpa Alea di sisinya.

Jam delapan pagi, Sakha masuk ke ruang B1. Ia mengedarkan pandangan, sepertinya semua mahasiswa hadir.

“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.”

“Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.”

“Selamat pagi semuanya. Gimana kabarnya? Sehat semua, kan?” Sakha tersenyum menyapu pandangan ke seluruh ruangan. Ia melirik Axel yang sudah berangkat ke kampus.

Alhamdulillah, sehat, Pak. Sepertinya sejak menikah, Pak Sakha terlihat lebih bersinar auranya,” ucap Januar sang ketua kelas.

“Iya, Bapak pasti bahagia banget ya setelah menikah,” Sesha memilin rambutnya dan tersenyum.

Sebenarnya pernikahan sang dosen idola menjadi berita buruk untuk sebagian mahasiswi yang mengidolakannya, karena itu artinya mereka tak lagi memiliki kesempatan untuk bisa mengambil hati dosen ganteng itu. Terkadang ada sebagian mahasiswi yang terbawa baper membaca cerita bertema dosen yang menikahi mahasiswinya dan berangan dirinya ada di posisi tokoh utama wanita tersebut. Namun sekali lagi, kenyataan tak seindah romansa di novel atau film.

Alhamdulillah,” jawab Sakha.

“Namanya juga pengantin baru, pasti bahagia banget. Iya nggak, Pah?” mahasiswa berambut ikal bernama Dito melirik Axel, suami Adira yang juga pengantin baru.

Mahasiswa lainnya bersuitan meledek Axel dan Adira. Sakha ikut tersenyum. Ia bisa melihat rona kebahagiaan tergambar di wajah kedua mahasiswanya.

“Sudah, sudah, sekarang kita masuk materi, ya. Tentang pekerjaan manajer berdasarkan fungsinya menurut George R. Terry. Pertama adalah perencanaan atau planning, pengorganisasian atau organizing, lalu pergerakan (actuating), dan pengendalian (controlling).”

“Nah, sekarang saya minta kalian memberikan contoh dari masing-masing pekerjaan ini. Ada yang mau memberi contoh?” Sakha menatap seluruh mahasiswanya.

Adira mengangkat tangannya. Sakha sudah bersikap biasa saja ketika melihat Adira. Dia juga sudah tak merasakan getaran apapun saat melihat gadis berjilbab itu. Masa lalunya yang pernah ditolak Adira pun tak mempengaruhi penilaiannya pada gadis itu. Ia tetap bersikap profesional. Meski sudah tak lagi memiliki perasaan apapun, rasa kagum pada sosok muslimah tangguh itu belumlah mereda.

“Silakan Adira.”

“Baik, terima kasih, Pak. Saya akan mencoba menjelaskan contoh masing-masing pekerjaan dengan mengaitkan satu sama lain sehingga menjadi pekerjaan yang saling berkesinambungan dan berhubungan. Pertama, contoh dari planning. Manajer merencanakan dan menetapkan pekerjaan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Setelah itu masuk ke organizing, di sini manajer mendelegasikan tugas atau pekerjaan pada orang-orang yang dinilai cakap dan mampu agar hasilnya lebih optimal. Kemudian untuk actuating, manajer membimbing bawahan agar bisa bekerja semaksimal mungkin untuk mencapai standar operasional pekerjaan juga mengajak bawahan untuk bekerja semaksimal mungkin. Di pekerjaan controlling, manajer menilai hasil pekerjaan dan jika ada yang perlu diperbaiki, manajer menganjurkan adanya tindakan perbaikan.”

Jawaban sistematis dari Adira begitu mengesankan Sakha. Gadis itu tak hanya cerdas dan kritis, keindahan akhlaknya juga menjadi kelebihan tersendiri. Axel beruntung memilikinya. Seketika Sakha teringat pada Alea. Mungkin Alea tidak sekritis Adira, tapi di matanya, Alea tetap yang terbaik, yang mampu mencintainya dengan begitu besar. Setiap ada wanita-wanita lain yang terlihat sempurna, ia selalu meyakinkan dirinya bahwa tak ada yang bisa mencintai dirinya seperti cara Alea mencintainya. Tak mudah menjaga hati sekian tahun lamanya dan menunggu seseorang untuk bisa peka akan perasaan orang yang mencintainya. Alea berhasil melalui tahap itu. Sekian tahun ia menunggu Sakha peka akan perasaannya.

“Jawaban yang sangat bagus, Adira. Ada tanggapan atau sanggahan? Biasanya Axel selalu menyanggah pendapat Adira, nih.” Sakha melirik Axel yang entah kenapa sejak menikah terlihat lebih kalem.

“Papah mana berani menyanggah jawaban Mamah. Nanti nggak dikasih jatah.” Dito yang asal nyeplos memancing tawa seisi kelas. Bahkan Sakha ikut tertawa.

Tidak diberi jatah oleh istri, mungkin bisa dibilang malapetaka dan bencana bagi suami. Berat membayangkan, seandainya Alea tidak memberinya jatah sementara dia sudah kecanduan dengan raga istrinya.

“Ya, sudah kita masuk bahasan berikutnya...”

******

Sakha selesai mengajar jam empat sore. Tentu dia tidak full mengajar tiap jam, tapi ada selang jarak. Dia sudah sholat Ashar di Masjid Kampus dan kini bersiap pulang. Selama rehat mengajar, dia menyempatkan waktu untuk menyapa Alea di whatsapp. Alea sudah memberi tahu bahwa dirinya akan pulang telat karena masih ada pekerjaan yang belum diselesaikan.

Setiba di rumah, Sakha mandi dan rehat sejenak dengan menonton televisi. Perutnya keroncongan. Siang tadi, ia hanya makan setangkup roti karena belum minat makan nasi. Sekarang baru terasa laparnya.

Sakha melangkah menuju ruang makan. Dibukanya tudung saji di atas meja. Nihil, tak ada makanan. Sakha mengembuskan napas lesu. Ia pikir setelah menikah, ketika pulang kerja akan ada istri yang menyambut dengan senyum manis. Tak hanya itu, sang istri juga telah menyiapkan masakan kesukaannya. Ia merasa kehidupannya saat masih single justru lebih terjamin untuk soal makanan. Dulu, setiap pulang dari kampus, mama Nara dan adik-adiknya menyambut kepulangannya dengan suka cita. Masakan sang mama yang menggunggah selera sudah tersaji di meja. Sejak menikah, Alea belum sekalipun memasak untuknya. Alasan klise, Alea tak bisa memasak. Mereka lebih sering membeli makanan di luar.

Rasanya sangat membosankan jika harus membeli makanan lagi. Sakha memutuskan untuk memasak sendiri. Ia terinspirasi dari ayahnya yang kerap membantu mamanya memasak. Mamanya tak pernah lalai memasak untuk keluarga. Namun ada saatnya, ayahnya yang mengambil alih tugas mamanya atas inisiatif sang ayah. Bagi Sakha, hal itu sangat manis.

Sakha memasak tumis kacang panjang dan telur dadar. Tak apa, jika saat ini dia yang memasak. Membantu istri adalah sesuatu yang positif dan membuat hubungan menjadi semakin harmonis.

Bada' Isya, Alea baru pulang. Ia membawa lauk yang ia beli di luar.

“Sayang, aku bawa lauk buat makan malam. Maaf, ya, aku pulang telat. Hari ini pekerjaan lebih banyak dari sebelumnya. Kalau aku nggak menangani langsung, takutnya hasilnya nggak sesuai harapan.” Alea mengeluarkan dua kotak lauk yang berisi ayam bakar dan lalapan.

“Nggak apa-apa sayang, aku paham kok. Sebenarnya aku udah masak dan udah makan juga.” Sakha duduk di meja makan dan menatap wajah Alea yang terlihat lelah.

“Oya, kamu bisa masak? Kalau aku tahu kamu udah masak, aku nggak akan beli lauk.” Alea tersenyum cerah. Ia membuka tudung saji dan takjub melihat masakan suaminya.

Sakha mengangguk, “Ya sedikit-sedikit aku bisa masak. Masak itu salah satu basic life-skill yang sebaiknya dikuasai.”

Alea terdiam sesaat. Ia menatap Sakha tajam.

“Kamu menuntutku untuk bisa masak?” Alea memicingkan matanya.

Sakha segera menggeleng, “Nggak... Bukan itu.”

“Tapi dari kata-katamu seolah kamu menuntutku untuk bisa masak.”

“Aku nggak pernah menuntutmu, Alea. Jangan salah menafsirkan kata-kataku.”

“Aku mandi dulu,” ketus Alea datar. Ia berlalu begitu saja meninggalkan Sakha yang masih membisu dengan banyaknya pikiran yang berkecamuk dalam benak. Alea tipikal yang mudah tersulut emosi dan gampang ngambek.

Jauh di lubuk hatinya yang terdalam, ia menginginkan Alea sesekali memasak untuknya. Namun ia tak bisa memaksa. Ia mencoba memahami, Alea baru saja beradaptasi dengan statusnya sebagai istri.

Seusai mandi, Alea makan malam ditemani Sakha. Demi menemani sang istri, Sakha makan dua kali. Lauk yang dibawakan Alea rasanya sayang jika tidak dimakan.

Alea mencicipi tumis kacang panjang dan telur dadar yang dimasak suaminya.

“Masakanmu enak juga, ya, sayang.” Wajah Alea terlihat berseri-seri.

“Aku belajar masak dari Mama. Dari kecil, aku suka lihatin Mama masak di dapur. Ayah juga pintar masak,” balas Sakha.

“Keluargamu itu sangat harmonis. Berbeda denganku yang besar dari keluarga broken home. Memang sih, pernikahan kedua Mama dan juga pernikahan kedua Papa, Alhamdulillah harmonis. Namun tetap saja aku merasa ada yang kurang karena tidak dibesarkan oleh mama kandung dan papa kandung dalam satu atap.” Alea menundukkan wajahnya. Ada luka di balik sorot mata beningnya. Sakha bisa merasakannya.

“Luka itu mungkin akan selalu kamu bawa. Tapi aku harap, kamu nggak merasa sedih lagi setelah kita menikah. Kita akan membangun keluarga kecil yang bahagia.”

Alea mengangguk dan tersenyum manis.

“Iya, sayang.”

******

Malam ini, Alea bersiap tidur lebih awal dari biasanya. Ia sangat mengantuk dan kelelahan. Sakha juga tak tega meminta haknya malam ini karena melihat istrinya begitu kelelahan. Ia mengeloni Alea dan mengecup keningnya penuh kelembutan.

“Peluk aku sampai aku tidur,” pinta Alea dengan mata terpejam.

Sakha menuruti keinginan istrinya. Ia memeluk erat tubuh Alea hingga wanita itu terlelap. Sakha belum juga mengantuk. Iseng, ia buka-buka laman instagramnya. Ia melihat salah satu postingan rekan dosen. Ia membaca caption dari foto meja makan yang bertabur aneka hidangan menggugah selera.

Terima kasih istriku untuk makan malam spesialnya. Masakanmu tiada tandingannya. I love you...

Untuk sejenak, Sakha melirik sang istri yang terpejam begitu nyenyak. Ia membayangkan betapa bahagianya menjadi Rendra karena memiliki istri yang pintar memasak dan selalu menyiapkan masakan enak dan sehat untuk suaminya. Sakha mengerjap dan menggeleng beberapa kali. Tidak...tidak... Dia tak boleh membandingkan istrinya dengan istri orang lain. Alea mungkin tidak bisa masak, tapi dia memilliki kelebihan di bidang lain. Ia berbakat dalam merancang baju dan berbisnis fashion. Alea juga sangat mencintainya dan tahu bagaimana cara memuaskannya di ranjang ketika bercinta. Ia yakinkan diri sendiri, tak ada yang kurang dari Alea.

Smartphone Alea berbunyi. Sakha mengambil ponsel itu di nakas. Ia terkejut membaca satu pesan dari Revan.

Lea, besok kita ketemu, ya. Masih ada yang harus dibicarakan.

Sakha mengembuskan napas kesal. Ia tahu, Alea tak memiliki hubungan apapun dengan Revan dan mereka terlibat kerja sama bisnis. Namun entah kenapa, ia begitu cemburu. Ia juga yakin, malam ini Alea pulang telat juga karena bertemu Revan. Ia tak bisa menyembunyikan rasa tidak sukanya pada pria itu. Dan malam ini, Sakha tak bisa tidur tenang karena termakan cemburu.

******

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro