Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

22. Part 22


Sakha menimang bayi mungilnya yang baru berusia lima bulan. Ia mencoba menenangkan bayinya yang tengah menangis minta menyusu, sementara sang istri belum selesai mandi.

"Cup... Cup... Tenang sayang... Jangan nangis terus. Bentar lagi Mama selesai mandi..." Sakha mencoba tersenyum semanis mungkin, mencandai sang baby yang masih saja menangis kencang.

Alea yang mendengar tangis melengking sang putra tak bisa tenang saat mengguyur badannya. Ia mengoles badannya dengan sabun sekenanya, asal kena saja. Ia bilas dengan gerak yang sangat tangkas. Bahkan ia mengelap badannya tergesa-gesa. Disambarnya bathrobe yang tergantung. Ia kenakan secepat kilat lalu keluar dari kamar mandi.

Tanpa sengaja, kaki Alea terantuk kaki meja karena terburu-buru dan tak melihat-lihat jika di depannya ada meja. Alea mengaduh kesakitan.

"Aduh sakiittt..." Alea meraba pergelangan kakinya.

Sakha menoleh ke arah sang istri.

"Hati-hati sayang..." Sakha ingin membantu Alea bangun tapi saat ini ia tengah menggendong bayinya jadi ia tak bisa berbuat banyak.

Alea bangkit kembali. Ia segera mendekat ke arah sang putra. Alea menggendongnya lalu memangkunya. Disusuinya bayi mungilnya. Bahkan ia lupa menyisir rambut dan belum berganti baju.

Sakha duduk di sebelah Alea. Ia perhatikan lekat-lekat wajah bayinya yang kata orang mewarisi mata elangnya dan hidung mancungnya, tapi bibir tipis milik istrinya. Perpaduan sempurna. Bayi itu begitu tampan. Sakha dan Alea sepakat untuk memberi nama Ezar Kalandra Yudha.

Sakha sangat senang mengamati bagaimana Ezar menyusu dengan begitu rakus. Mata beningnya membulat seolah tengah menelisik gurat wajah sang Mama. Alea tersenyum dan menatap balik sang putra penuh cinta kasih.

Sakha mengusap pipi bayi lucunya.

"Dede nyusunya enak banget. Udah pingin nyusu dari tadi ya, sayang? Susunya Mama enak ya, sayang?" Sakha mengerucutkan bibirnya, menempelkan bibirnya di dada sang istri yang masih bebas tapi masih tertutup bathrobe, dan menirukan gerakan menyusu.

Alea tertawa, "Papa ih... Kayak bayi aja ikut nyusu..."

Sakha ikut tertawa, "Kangen..." Sakha mengecup bahu Alea.

"Kangen? Kan tiap hari ketemu." Alea melirik Sakha yang tersenyum menatapnya.

"Iya, sih... Kangen yang lain..." Sakha mengecup pipi Alea dan menurun ke lehernya. Sakha perhatikan mata Ezar terpejam. Bibir mungil itu sudah berhenti mengisap.

Alea mengerti Sakha menginginkan dirinya. Sudah agak lama mereka tak berhubungan karena Alea selalu kelelahan. Awal-awal, Sakha bisa memahami Alea yang belum siap melayaninya karena masih terbawa rasa sakit di organ intimnya saat melahirkan Ezar. Namun Sakha kurang bisa menerima jika alasan Alea selalu saja capek dan lelah karena mengurus Ezar.

"Aku abis mandi, Sakha. Lagian kamu mau ke kampus, kan?" Alea membaringkan Ezar di kasur.

Sakha menggaruk belakang kepalanya. Ia mendesau kecewa.

"Kan bisa mandi lagi nanti. Lagian aku ke kampus siangan," balas Sakha melirik Alea yang tetap terlihat menarik pasca melahirkan.

"Aku males mandi lagi." Alea berjalan menuju lemari dan mengambil baju ganti.

Sakha mendekat ke arah Alea. Ia memeluk wanita itu dari belakang dan menciumi wajah serta lehernya. Rasa rindunya untuk menyentuh Alea dan bermesraan dengannya semakin tak tertahan. Ia berhak meminta haknya dari Alea.

Alea membeku sesaat. Tangan Sakha sudah menjelajah ke setiap jengkal tubuhnya. Jari-jarinya memasuki area dada Alea sementara bibir Sakha masih terus berkelana, meninggalkan jejak di leher dan bahu istrinya.

Alea tak lagi bisa menghindar atau menolak. Ia tak sampai hati jika tidak memberikan Sakha haknya kendati ia belum bergairah untuk bermesraan dengan sang suami.

Alea hanya mampu menurut saat Sakha menuntunnya ke kamar lain. Sakha yang sudah tak sabar melepas pakaiannya dan bathrobe yang menutupi tubuh sang istri. Ia kembali mendaratkan kecupan di tubuh Alea seakan tak terlewatkan satu inchi pun. Alea hanya terdiam pasrah. Sentuhan Sakha memang sedikit memercik hasrat yang sebelumnya belum terbangun, tapi ia tak memberi respons seperti yang Sakha harapkan. Alea hanya diam saja dan sekadar menuntaskan hasrat sang suami yang sudah menggebu-gebu.

******

Seusai bermesraan dengan sang istri, Sakha mandi dan berganti pakaian. Ia rasakan Alea memang belum menemukan mood terbaiknya untuk melayaninya. Ia rindu akan keagresifan Alea dan servis maksimal Alea ketika tengah di ranjang. Ia rindu ekspresi wajah Alea yang begitu menikmati percintaan mereka. Namun ia tetap menerima servis apa adanya dari Alea, yang terpenting hasratnya tersalurkan.

Sakha minta Alea untuk menemaninya makan, tapi Ezar bangun dari tidurnya dan minta menyusu. Terpaksa Sakha makan sendiri. Lauk yang dimasak Alea seadanya, hanya sayur sop dan ayam goreng. Ayam itu diberikan oleh ibu mertuanya, Bunda Riana. ia memberi ayam yang sudah diungkep, jadi Alea tinggal menggorengnya jika ingin memakannya. Meski Riana bukan ibu kandung Alea, tapi ia begitu perhatian pada putri tirinya ini. Saat awal pasca melahirkan, Riana bahkan menginap di rumahnya demi bisa membantu Alea dan mengurus cucunya.

Sakha tetap bersyukur Alea masih memperhatikannya meski sebagian besar perhatiannya tersita untuk Ezar. Mereka memang sepakat tidak menggunakan jasa asisten rumah tangga maupun baby sitter.

Sakha berpikir mungkin ia perlu mempekerjakan seorang asisten rumah tangga untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga agar Alea bisa fokus mengurus Ezar tanpa terbebani dengan pekerjaan rumah tangga. Sakha memang sering membantu Alea, tapi saat ia mengajar atau harus pulang terlambat karena urusan pekerjaan, ia tak bisa banyak membantu sang istri.

Setelah menyusui Ezar, Alea membaringkan bayinya di kasur. Ia melangkah menuju ruang makan.

"Sayang, aku makan di kamar ya sambil jagain Ezar," ucap Alea seraya mengambil nasi.

Sakha mengangguk, "Iya nggak apa-apa. Oya apa kita perlu mempekerjakan asisten rumah tangga, ya? Biar kamu nggak kecapaian dan bisa fokus ngurus Ezar."

Alea membisu sesaat. Sepertinya ia sependapat dengan Sakha.

"Boleh, sayang." Alea tersenyum.

"Okay, nanti aku cari infonya."

******

Mencari asisten rumah tangga itu tak semudah dalam bayangan Sakha. Beruntung Riana mengenalkannya pada Mbok Minah, asisten rumah tangga yang terbiasa bekerja part time di rumah mertuanya. Sakha senang karena Mbok Minah bersedia berkerja full time di rumah Sakha, itu artinya dia juga tinggal di rumah Sakha.

Awalnya berjalan lancar, pekerjaan rumah tangga dapat diatasi dengan baik hingga Alea bisa fokus dengan Ezar dan sudah punya waktu yang cukup untuk berduaan dengan Sakha, meski belum maksimal. Namun belakangan ini Mbok Minah sering sakit-sakitan karena usia yang sudah semakin menua. Karena tak enak hati, Mbok Minah mengundurkan diri dan menawarkan keponakannya untuk menggantikannya.

Tentu Sakha tak bisa memutuskan sepihak, ia menyerahkan segalanya pada Alea apakah akan mempekerjakan keponakan Mbok Minah atau tidak.

Atas alasan kemanusiaan, Alea menerimanya. Keponakan Mbok Minah adalah gadis berusia 21 tahun bernama Delia. Ia membutuhkan pekerjaan untuk membiayai hidup ibu dan kedua adiknya. Ayahnya telah meninggal.

Alea menyukai kinerja asisten barunya. Dia begitu cekatan, terampil, dan sering berinisiatif mengerjakan sesuatu tanpa disuruh. Kemampuan masaknya juga cukup baik. Alea sangat terbantu dengan ketangkasan Delia, apalagi Ezar sudah MPASI. Sekarang kesibukannya bertambah karena ia yang memasak sendiri menu untuk bayinya. Alea juga sudah mulai aktif ke butik setelah sebelumnya ia menyerahkan pengelolaan butik itu pada asistennya.

Sakha juga semakin sibuk dengan pekerjaannya. Dalam tiga hari ke depan dia harus menghadiri seminar di Bandung dan mengisi materi di salah satu universitas di sana.

Alea membantu Sakha mengepak pakaian yang akan ia bawa. Rasanya berat melepas Sakha ke luar kota. Ini pertama kali bagi Alea berjauhan dengan sang suami meski hanya tiga hari.

"Baik-baik di rumah ya, sayang. Nanti aku bakal kasih kabar terus." Sakha mendaratkan kecupan di kening Alea. Ia juga mencium pipi Ezar.

"Papa, berangkat dulu ya, sayang. Baik-baik sama Mama." Sakha tersenyum menatap Ezar yang juga berbinar menatap sang ayah.

"Hati-hati ya, sayang. Selama di sana terus ngasih kabar, ya." Alea menyunggingkan seulas senyum meski dalam hati ia merasa kosong, seperti ada yang hilang.

Sakha mengangguk dan tersenyum sekali lagi.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Sakha menaiki taxi menuju ke stasiun. Alea masih mematung, menyaksikan laju taxi yang semakin jauh. Ia meyakinkan diri bahwa tiga hari itu tak akan lama.

******

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro