Part 18
Sesekali ingin kayak author lain, yang nargetin vote baru lanjut cerita. Kemarin nyoba di My Baby, My Strength berhasil. Jadi aku mau nyoba target vote ampe 1500, baru aku lanjut. Aku Cuma ingin kenal dan tahu siapa aja yang baca cerita ini. Kalau kalian vote cerita, notifnya bakal muncul jadi aku tahu akun mana aja yg aktif dan aku seneng bisa kenal kalian. Notif vote tuh kayak gini, kalau akun murni pembaca mungkin belum tahu.
Btw Sakha ini diceritakan anak cerdas yang kritis dan punya kecerdasan bahasa juga.
Jangan heran melihat anak2 kecil sudah mahir berkomunikasi dengan bahasa asing, apalagi yang sekolahnya bilingual. Kalau kritisnya Sakha inspirasinya dari anak sendiri sih, yang sejak TK itu udah suka nanya macem-macem, terkadang hal-hal yang belum aku tahu. Google seringkali jadi penyelamat haha.
Untuk update ini penuh perjuangan, sinyal jelek plus laptop loadingnya lemot.
Minggu pagi ini Argan berlatih treadmill sedang Sakha tengah asik menyusun lego di ruang tengah. Nara menyiapkan sarapan. Uwa Parti yang datang lebih pagi terlihat sibuk menjemur baju.
Nara melirik sang suami dengan badan penuh keringat tapi entah kenapa di matanya terlihat seksi. Lengan berotot, perut sixpack, dada bidang, dengan tinggi badan dan berat badan yang proporsional serta ideal. Nara mendekat dan menelisiknya dari atas ke bawah.
"Uhh ... body goal banget sih ...."
Argan tersenyum. Nara semakin ke sini semakin berani meledek atau melayangkan pujian padanya. Ingin ia membalas, kamu juga Na, body goal banget. Langsing berisi, perut rata, proporsional, ukuran dada yang pas dan selalu enak untuk diremas ... ssszztttt Argan menghentikan pikirannya yang berkelana kemana-mana . Ia melirik Sakha yang asik bermain lego, tak begitu jauh darinya. Lisan harus di-rem agar Sakha tak mendengar kata-kata vulgar yang kadang ia ucapkan saat hanya berdua bersama Nara.
"Kamu juga sayang ... body goal banget." Argan balas memuji istrinya.
Nara tersipu. Argan bukan tipikal suami yang pelit pujian.
"Masakan sudah siap. Ayah mau makan sekarang?" Nara bersedekap dan menyandar di dinding, sementara matanya awas mengamati gerakan sang suami.
"Nanti aja, Na. Belum lapar. Coba tanya ke Sakha."
Nara mendekat ke arah anak delapan tahun itu.
"Sakha sarapan dulu, yuk." Nara menyunggingkan senyum.
"Ntar deh, belum laper," balas Sakha masih sambil asik menyusun lego.
Nara tak memaksa. Satu yang ia syukuri, Sakha sudah mau berangkat sekolah setelah sebelumnya pernah sekali membolos. Nara dan Argan mengantarnya bersama ke sekolah. Mereka juga berbicara dengan Riana terkait kasus bullying yang menimpa Sakha. Riana berjanji untuk menghimbau para murid maupun orang tuanya agar menghindari bullying. Nara membacanya di grup whatsapp yang dibentuk Riana. Ia meminta para orangtua agar menasihati anak-anaknya agar tidak mem-bully anak lain.
Nara berbalik menuju dapur. Argan duduk di ruang makan dan meminum jus mangga tanpa gula. Nara duduk di kursi lain sembari menyaksikan sang suami meneguk jusnya hingga habis setengahnya.
Argan melirik sang istri, "Nara hari ini ingin jalan-jalan, nggak? Apa mau ke tempat bapak ibu? Sakha semalam kan nggak menginap di sana, jadi nanti kita ke sana."
"Boleh, Mas, ke tempat Bapak Ibu. Nanti kita bawa apa, Mas?"
"Bapak Ibu itu sukanya buah-buahan. Nanti deh kita mampir kios buah, beli buah." Argan menghabiskan jus itu sampai habis.
"Aku mandi dulu ya, Na." Argan tersenyum sekali lagi.
Nara mengangguk dan mengulas senyum balasan.
Nada suara terdengar dari smartphone Argan yang tergeletak di atas meja. Nara meraih smartphone itu dan membaca satu pesan whatsapp yang masuk.
Pak, makasih banyak nasihatnya kemarin. Alhamdulillah sekarang saya sudah move on, Pak dan lebih semangat lagi ngerjain skripsinya. Bapak emang the best lecturer I ever had.
Nara membulatkan matanya. Dibacanya kontak nama itu, Kayla Agribisnis. Bibirnya seketika mengerucut. Dia berpikir, bagaimana bisa seorang mahasiswi mengirim pesan berisi hal pribadi pada dosennya, bukan untuk kepentingan skripsi atau yang berkaitan dengan kuliah.
Notifikasi masuk ke akun instagram Argan. Lagi-lagi Nara penasaran. Ada beberapa comment dari followers Argan yang mengomentari fotonya berpose dengan dua orang rekannya di lapangan futsal. Argan memang sempat pamitan pada Nara untuk bermain futsal sepulang dari kampus.
Sebagian besar komentar dikirim oleh akun perempuan.
Annisa_ Body goal banget si bapak. Keren, Pak.
Dewitareal Dari dulu nggak berubah, ganteng.
Gairacute Mas, body dikondisikan dong, kagak nahan lihat otot lengannya.
Alisacute Bodynya unnchhhh
FaniReta Bapak punya adik nggak?
Nara senewen sendiri membaca komentar-komentar itu. Ia menyadari suaminya ini memang penuh pesona dan punya daya pikat yang sanggup menarik perhatian para perempuan. Fisik yang menawan ditunjang kharisma dan wibawanya menjadi nilai plus dosen 32 tahun itu. Siapa yang tidak terpikat? Nara sendiri merasakan jatuh cinta luar biasa pada suaminya. Argan tak hanya memperlakukannya dengan baik, tapi juga dewasa menyikapi setiap persoalan yang datang. Dan satu lagi, hebat di ranjang! Ya Nara merasakan sedemikian diinginkan setiap kali mereka menghabiskan malam romantis. Argan tahu benar cara memanjakannya. Bagaimana ia bisa berpaling? Mendadak ketakutan melanda, takut akan kehilangannya, takut suaminya akan tergoda oleh para perempuan agresif di luar sana.
******
Nara mematut diri di cermin. Ia pastikan penampilannya kali ini terlihat sopan dan tidak berlebihan. Ia ingin memberi image yang baik di depan mertuanya. Argan memeluknya dari belakang dan menatap bayangan mereka yang terpantul di cermin. Argan mengecup tengkuk Nara, dilanjut mendaratkan kecupan ringan di leher Nara berulang. Namun Nara bergeming.
Menyadari istrinya terlihat lebih dingin dari biasanya, Argan mengernyit.
"Kok diem aja? Biasanya langsung hangat menyambut. Kamu nggak ingin ke rumah Bapak Ibu?"
"Bukan itu, Nara mau kok ke sana." Tampang Nara tampak cemberut.
"Terus kenapa bibirnya manyun?" Argan ikut mengerucutkan bibirnya.
Nara berbalik dan menatap suaminya datar.
"Tadi ada yang kirim pesan di WA. Namanya Kayla Agribisnis. Dia bilang terima kasih untuk nasihat Bapak Bintang Arganta Yudha yang body-nya uncchhh banget dan ganteng maksimal. Dia juga bilang udah bisa move on, udah semangat lagi ngerjain skripsi, dan katanya Bapak Argan ini the best lecturer she ever had." Nara nyerocos dengan ketusnya.
Argan melongo. Ia ambil smartphone-nya di nakas dan membuka aplikasi whatsapp-nya. Ia baca ulang pesan dari Kayla.
"Isi pesannya nggak macem-macem, kan? Nggak ada kata-kata body unnchhh banget dan ganteng maksimal. Waktu itu aku memang pernah kasih nasihat dia agar tetep semangat dan fokus mengerjakan skripsi. Lha, dia ditanya tentang skripsinya malah nggak fokus, ternyata baru putus cinta. Sebagai dosen pembimbing, wajar kan kalau aku kasih dia nasihat?"
Nara masih saja cemberut.
"Yang ngatain body Mas Argan uncchhh banget itu di instagram. Banyak yang nge-fans sama Mas Argan. Cewek sekarang pada agresif, berani banget muji-muji suami orang." Nara bersedekap dan mengalihkan pandangan ke arah lain.
Jika sedang cemburu seperti ini, Nara terlihat begitu menggemaskan.
"Ya, masa Mas mesti larang mereka buat comment? Yang penting aku nggak nanggepin, 'kan?"
"Tapi Mas Argan nge-save nomornya Kayla. Berarti istimewa, 'kan? Dosen nyimpen nomor mahasiswinya." Nara masih saja ketus.
Argan tertawa pendek.
Nara menatap suaminya tajam. "Mas kok ketawa sih? Seneng ya lihat Nara kesal?"
Argan mencubit pipi Nara gemas. "Mas ketawa karena kamu lucu, unyu-unyu, gemesin kalau lagi cemburu. Nomor mahasiswa bimbingan memang aku simpan, jadi kalau nanti ada urusan penting, aku bisa gampang menghubunginya. Nggak ada maksud lain."
Nara terpaku dan tak membalas apa pun.
Argan memegang kedua lengan Nara dan menatapnya tajam.
"Kenapa kamu masih saja cemburu? Aku berani jamin kalau Mas Argan nggak pernah selingkuh. Mas bakal berusaha menjaga hati ini untuk kamu. Lagipula siapa yang bisa ngalahin kamu, Na? Udah baik, perhatian, penyayang, cantik, body-nya unnchhh banget. Nggak ada tandingannya pokoknya." Argan mengangkat dagu Nara dan menelisik detail wajah istrinya dengan sorot mata yang selalu mematikan.
Nara tersenyum. "Mas pinter banget ngegombal."
Argan tertawa. "Aku nggak nggombal. Aku ngomong fakta. Kamu ini memang baik, cantik, smart, luar biasa pokoknya. Apalagi kalau pakai kerudung, pasti bakal tambah cantik." Argan mengusap rambut istrinya.
Nara tercenung. Ia menunduk sejenak lalu menatap suaminya lembut.
"Mas ingin lihat aku pakai jilbab?"
Argan mengangguk. "Jujur, iya. Tapi aku nggak bisa maksa. Aku hanya bisa ngasih nasihat, menyampaikan perintah berjilbab untuk muslimah yang sudah baligh, ada di surat Al-Ahzab ayat 59 dan An Nur ayat 31. Keputusan akhir tetap ada di tanganmu."
"Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al Ahzab: 59)
"Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (aurat-nya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung." (QS. An Nur : 31)
Nara menghela napas.
"Nara masih cetek ilmunya, Mas. Rasanya masih belum pantas mengenakan jilbab."
Argan tersenyum. "Apa di kedua ayat itu ada perintah hai muslimah yang ilmunya sudah tinggi? Nggak, 'kan? Di surat Al Ahzab ayat 59 dikatakan, Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin, nggak ada kepada muslimah yang tinggi ilmunya. Coba Mas tanya, Nara istri siapa?"
Nara membelalakan matanya. "Istri Mas Argan lah, siapa lagi?"
"Mas Argan ini siapa?"
Nara mengernyitkan alisnya. "Dosen Agribisnis?"
"Selain itu?"
Nara menaikkan alisnya. "Suaminya Nara."
Argan tertawa. "Jawaban yang lebih general dong."
"Ehm manusia," ujar Nara sekenanya.
"Okay, manusia. Mukmin bukan, ya?"
Nara mengangguk.
"Tuh berarti Nara sebagai istrinya orang mukmin, diwajibkan berjilbab. Mas Argan sebagai suami Nara wajib mengingatkan dan membimbing. Rasulullah Salallahu'alaihi wassalam bersabda, 'Dan tiap kamu adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. '(HR Bukhari dan Muslim). Mas sebagai kepala keluarga punya tanggung jawab pada keluarga, pada kamu, Sakha, dan anak-anak kita kelak. Di surat At Tahrim ayat enam pun diperintahkan untuk menjaga diri dan keluarga dari api neraka." Argan menyila rambut Nara ke belakang.
"Jadi kewajiban berjilbab itu diberlakukan untuk muslimah yang sudah baligh, tanpa kecuali. Mau ilmunya cetek, mau tinggi, semuanya wajib berjilbab. Namanya orang mah selalu berproses Nara. Nggak akan ujuk-ujuk jadi lebih baik tanpa adanya proses dan belajar. Menutup aurat bisa menjadi satu langkah kamu untuk memperbaiki diri. Mas akan support. Percaya sama Mas, kamu itu cantik banget kalau pakai jilbab, cantik lahir batin."
Nara mencerna kata demi kata yang meluncur dari bibir sang suami.
"Apa sekarang Nara nggak cantik?"
Argan terkekeh. "Sekarang kamu udah cantik banget sayang. Hanya kalau pakai jilbab, inner beauty kamu bakal lebih terpancar."
"Allah nggak lihat kita dari penampilan, 'kan?"
Argan bisa menangkap maksud pertanyaan Nara.
"Okay, sekarang aku tanya balik. Orang yang pakai baju mini, memperlihatkan aurat, paha dan dada diumbar dimana-mana, apa akan tetap dipandang baik dan sopan meski mungkin dia orang yang nggak neko-neko? Pertanyaannya, penampilan yang seperti apa? Sementara soal pakaian ini nggak cuma menyangkut pribadi orang itu sendiri, tapi kompleks, dan bisa jadi menyangkut kepentingan orang lain juga. Contohnya begini, laki-laki diperintahkan untuk gadhul bashar atau menahan pandangan. Terus kalau ada perempuan berpenampilan terbuka hingga memancing laki-laki untuk memandangnya lekat, sampai nggak berkedip, yang salah siapa coba? Laki-lakinya salah karena nggak bisa menahan pandangan, perempuannya juga mancing-mancing sih pakai pakaian terbuka, nggak mematuhi aturan berbusana. Minimal si perempuan tidak memancing untuk orang lain berbuat dosa. Terus kalau misal ada yang bilang gini, kalau dasarnya si laki-lakinya jelalatan mau si cewek pakai pakaian tertutup tetap saja dilihatin. Kalau kasusnya begini ya laki-lakinya yang salah, si perempuan nggak salah karena dia sudah berbusana sesuai syariat. Bedanya apa dong dengan perempuan yang berbusana mini tadi? Sama-sama dilihatin. Bedanya perempuan yang berbusana mini akan dimintai pertanggungjawabannya karena meninggalkan kewajiban berjilbab, sedang perempuan yang berjilbab setidaknya kewajiban menutup aurat sudah gugur. Dan semoga menjadi ladang pahala karena perbuatan baik atau buruk sekecil apa pun tak akan luput dari perhitungan."
Argan menghirup napas lalu mengembuskannya pelan. Dia melanjutkan kata-katanya. "Kalau aku lebih setuju penampilan yang tidak dilihat itu yang menyangkut fisik, seperti warna kulit, tinggi pendek, kurus gemuk, itu kan memang tidak dilihat, yang dilihat adalah ketakwaannya. Tapi soal pakaian ini ada aturannya. Nggak ada aturan pakaian harus mahal, mewah, atau apa, yang ada adalah seperti yang dijelaskan di surat An Nur ayat 31, menutupkan kain kerudung ke dadanya untuk muslimah."
Nara menyimak perkataan Argan dengan serius. Ia bersyukur memiliki suami yang bisa membimbingnya lebih baik.
"Kalau perempuan sudah berjilbab, tapi sifatnya jelek gimana? Suka denger orang bilang, ngapain pakai jilbab kalau sifatnya masih jelek?"
Argan tersenyum lagi. "Segala perbuatan baik itu nggak ada yang sia-sia Nara. Pasti ada pahalanya, orang cuma berniat baik saja sudah dicatat sebagai amal kebaikan, apalagi dilaksanakan. Termasuk soal berjilbab. Kadang banyak orang salah kaprah, selalu menyangkut-pautkan akhlak dan jilbab sebagai satu kesatuan, padahal itu adalah dua hal yang independen. Jika ada orang berjilbab tapi masih bersikap jelek, jangan salahkan jilbabnya, tapi orangnya yang salah. Setidaknya kewajiban dia untuk menutup aurat sudah dilaksanakan, dan dia tidak berdosa karena meninggalkan kewajibannya dalam berjilbab. Nara tahu kan artinya wajib? Jika dikerjakan mendapat pahala, dan jika ditinggalkan akan berdosa. Kalau ada kesempatan untuk mengejar pahala, kenapa masih menunda-nunda? Umur nggak ada yang tahu."
Jleb ....
Kata-kata Argan begitu mengena di hati Nara. Ia tidak bisa menyangkalnya, apa yang diucapkan suaminya benar adanya.
"Jilbab bukan simbol kesempurnaan seseorang, Na. Jilbab adalah salah satu cara seorang muslimah untuk taat pada perintah Allah. Bisa dibilang jilbab itu identitas seorang muslimah. Mudah-mudahan saja dengan memperbaiki cara berbusana yang sesuai syariat, seseorang juga akan termotivasi untuk memperbaiki akhlak."
Nara mengangguk. "Terima kasih banyak untuk penjelasannya, Mas. Apa yang dikatakan Mas Argan benar. Naranya aja yang belum terbuka hatinya. Setelah Mas Argan bicara gini, Nara mau mencoba belajar. Ya belajar pelan-pelan, nggak apa-apa kan, Mas?"
Argan mengerlingkan senyum yang begitu manis. "Mas seneng banget kalau Nara mau belajar. Namanya belajar itu memang nggak instant, berproses. Mas juga punya satu impian ...."
Nara memicingkan katanya. "Impian apa Mas?"
"Aku ingin kita berjodoh tidak hanya di dunia, tapi juga akhirat. Aku ingin kita dipersatukan lagi di surga." Argan menatap Nara lembut. Sorot mata itu begitu bening dan seakan menghipnotis Nara.
Mendadak ada rasa haru menyelinap ke hati Nara yang terdalam. Sorot matanya sudah terlihat berkaca. Nara menghambur memeluk suaminya, "Aamiin," ucapnya lirih.
Argan mengeratkan pelukannya. Ia mengecup puncak kepala Nara.
"Sepulang dari tempat Bapak Ibu, kita mampir ya ke butik Diandra. Dia menjual pakaian muslimah, kerudung juga."
Nara mendongakkan wajahnya dan tersenyum menatap suaminya. "Iya, Mas."
*****
Argan mengemudi mobil dengan hati-hati. Nara duduk di sebelahnya, sedang Sakha duduk di belakang sambil membaca-baca buku astronomi. Nara melirik Sakha yang terlihat begitu serius.
"Sakha lagi baca apa?"
Sakha mendongakkan wajahnya.
"Baca buku tata surya. Di sini disebutkan efek rumah kaca bisa menyebabkan suhu di Venus lebih panas dari Merkurius meskipun letak Merkurius lebih dekat matahari. Apa kamu tahu maksudnya? Aku pikir efek rumah kaca cuma ada di bumi," ujar Sakha.
Nara beradu pandang dengan Argan.
"Namanya efek rumah kaca itu artinya di bumi terjadi kenaikan suhu, 'kan? Bisa jadi karena banyaknya konsentrasi karbondioksida di atmosfer. Berarti di Venus ada banyak karbondioksida di atmosfernya, makanya bisa terjadi efek rumah kaca," balas Nara meski tidak begitu yakin.
"Jawaban kamu sudah bagus, tapi belum sempurna. Di buku ini ada penjelasannya." Sakha menunjukkan paragraf yang menceritakan tentang suhu di Venus yang lebih panas dibanding Merkurius.
Nara melompong. "Kalau di buku sudah ada, kenapa Sakha nanya sama mama?"
"I just want to know, how smart you are," jawab Sakha santai.
Argan dan Nara tertawa kecil.
"Sepertinya setiap kali aku berbicara dengan Sakha, aku harus selalu sedia ponsel untuk browsing," pekik Nara tertawa pendek.
Argan ikut tertawa. "Dan aku nggak bisa bayangin, lima tahun ke depan, dia akan bertanya apa lagi."
"Sakha, coba mama baca bukunya. Mama penasaran juga."
Sakha menyerahkan buku itu pada Nara.
"Merkurius memiliki atmosfer tipis yang mudah menyerap panas matahari tapi juga mudah melepaskannya. Sedang Venus memiliki atmosfer tebal dan komposisi utamanya adalah karbondioksida. Karena itu panas yang masuk akan terperangkap dan tidak bisa keluar karena ditahan oleh atmosfernya sendiri. Karena itu suhu Venus lebih panas dibanding Merkurius." Nara membaca wacana itu dan melirik Argan.
Argan menatapnya sepintas. "Kayak efek rumah kaca yang ada di bumi, ya? Banyaknya karbondioksida di atmosfer membuat panas matahari tidak bisa dikeluarkan, dan memantul kembali ke bumi. Apalagi lapisan ozon sudah banyak yang berlubang."
Sakha bersedekap.
"Yang bikin karbondioksida banyak banget di bumi itu apa sih? Apa karena banyaknya manusia di bumi? Kita bernapas mengeluarkan karbondioksida, 'kan?"
Nara tersenyum. "Karbondioksida selama kadarnya normal juga bermanfaat. Tumbuhan berfotosintesis memerlukan karbondioksida. Efek rumah kaca yang normal juga sebenarnya bermanfaat untuk menjaga kestabilan suhu di bumi. Cuma sekarang ini, kadar karbondioksida semakin bertambah karena banyak asap kendaraan, asap pabrik, kebakaran hutan."
"You are smart enough." Sakha melirik Nara, tanpa senyum tapi juga tidak ketus. Sakha sudah bisa bersikap lebih ramah pada ibu tirinya.
"Ayah nggak salah pilih, kan Sakha?" Argan tersenyum melirik Sakha, lalu mengedipkan mata pada Nara.
"Ayah kan nggak memilih Mama, tapi dijodohkan," balas Nara.
Argan tertawa. "Dijodohkan kalau nggak mau juga nggak jadi."
"Oya, Sakha kalau di depan Kakek Nenek, panggil 'Mama' ke Mama Nara, ya. Sebenarnya Ayah ingin kamu memanggil Mama Nara dengan sebutan 'Mama' kapanpun, di manapun, bukan cuma saat main ke rumah Nenek."
Sakha mengangguk. Nara terdiam. Dia pun ingin dipanggil 'Mama' oleh Sakha. Namun, ia tak akan memaksa anak itu. Ia yakin, suatu saat Sakha akan memanggilnya 'Mama' atas inisiatifnya sendiri.
Mereka mampir ke kios buah untuk membeli buah-buahan. Selain itu mereka juga mampir ke toko kue untuk membeli brownies dan bolu pisang. Rasanya kurang afdol jika berkunjung ke rumah orang tua tanpa menenteng oleh-oleh.
Setiba di sana, Argan mengernyit melihat sebuah mobil warna putih terparkir. Ada tamu yang tengah berkunjung ke rumah orang tuanya. Mobil itu mengingatkannya dengan seseorang.
******
Udah dulu ya.. Voment yg banyak hehe... Yang belum baca MBA silakan mampir. Mumpung masih utuh, belum dihapus sebagian.
Yang mau baca My Baby, My Strength silakan. Di sini juga lagi ramai. Yang ini mengaduk-aduk perasaan banget hehe
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro