Bonus Part 2 (Cherry-Guntur)
Bonus Cherry-Guntur aku tamatin ya. Soalnya tanggungan cerita lain masih banyak. Part pendek aja.
Waktu berlalu begitu cepat. Cherry bersyukur antar dua keluarga sudah sepakat menentukan tanggal pernikahan. Awalnya Cherry hampir putus asa karena ibu dari Guntur belum sepenuhnya setuju. Beliau lebih menyukai Layla. Namun karena usaha pantang menyerah dari Guntur untuk meyakinkan sang ibu, juga usaha Cherry untuk mendekati calon ibu mertuanya, perlahan Bu Sekdes mau memberikan restu.
Hubungan Cherry dan Layla juga semakin baik. Layla ikhlas melihat laki-laki yang disukainya menikah dengan temannya sendiri. Ia yakin akan ada jodoh terbaik yang sudah dipersiapkan Allah untuknya.
Pernikahan Cherry dan Guntur diadakan di Cilacap, di kediaman Pak Sekdes dan Bu Sekdes. Hal ini sudah menjadi kesepakatan dua keluarga. Teman-teman KKN Cherry semuanya diundang.
Suasana bahagia terasa mengharu biru kala Guntur menjabat tangan ayah Cherry dan mengucap akad.
"Saya terima nikah dan kawinnya Cherry Liana Arin binti Nugraha Wildan dengan mas kawin tersebut tunai."
"Sah saudara-saudara?"
"Sah."
"Alhamdulillah," Guntur mengusap wajahnya.
Ia menatap sang istri yang melangkah keluar diapit sang ibu mertua serta budhenya. Cherry terlihat begitu anggun dan cantik dengan dress panjang dan kerudung yang senada dengan warna dress-nya, putih gading dengan ornamen bunga dan mutiara di ujung lengan dan rok.
Sesaat Guntur merasa seperti melihat jelmaan bidadari surga. Cherry tersenyum begitu manis. Rasa lega, bahagia, dan haru bercampur jadi satu. Mereka bersyukur telah melangkah di tahap ini, tahap awal menuju kehidupan pernikahan yang sesungguhnya.
Guntur mendaratkan kecupan di kening wanita yang sudah resmi menjadi istrinya. Senyum tersungging dari kedua sudut bibirnya. Rasanya tak ada satupun kata yang tepat untuk menjabarkan perasaanya selain "bahagia". Hari ini adalah moment paling membahagiakan dalam hidupnya.
Cherry menatap wajah gagah di hadapannya dengan sorot matanya yang bening. Sejuta cinta berpendar menambah keromantisan suasana sakral ini. Mulai hari ini ia dan laki-laki yang telah resmi menjadi imamnya akan menapaki lembaran baru. Lembaran di mana suka dan duka menjadi milik bersama dan segala cerita menjadi kisah berdua yang tak akan pernah terlupa.
Layla tersenyum mengamati sepasang pengantin yang begitu serasi. Ia bahagia meski ada bagian dari hatinya yang tercabik. Patah itu masih terasa dan mungkin tak akan sempurna lagi untuk direkatkan. Cukup sudah ia meratapi kegagalan cintanya yang berakhir pahit. Tak akan ada dendam. Tak akan ada benci. Tak akan ada air mata... Ia hanya perlu menatap ke depan dengan lebih optimis.
Gadis itu memilih keluar sejenak dari suasana membingungkan ini. Ia punya alasan untuk bahagia karena sahabatnya melepas masa lajang dan pria yang dicintai tersenyum begitu cerah, menunjukkan betapa bahagia dirinya. Namun di sisi lain, ia juga punya alasan untuk bersedih. Rasa cinta yang terlanjur dalam itu harus ia kubur dalam-dalam, harus ia bunuh dengan paksa.
Bastian yang mengetahui Layla keluar, turut beranjak dan mengikuti langkahnya. Ia menatap Layla yang berdiri memandang lurus areal persawahan di depan rumah Pak Sekdes. Gadis itu menyeka bulir bening yang tiba-tiba menetes tanpa bisa dicegah.
"Ehm..." Bastian berdehem.
Layla terkejut. Ia menoleh Bastian dan memaksakan bibirnya tersenyum.
"Kamu ngagetin aja, Bas."
Bastian tak menjawab apapun. Ia bisa melihat mata Layla yang masih berair. Gadis itu berusaha tegar di antara puing-puing hati yang berserakan.
"Kenapa keluar?" tanya Bastian singkat.
Layla menghela napas. Tatapannya masih menyapu pada apa yang terbentang di depan matanya.
"Pingin cari udara segar aja..." Lagi-lagi Layla memaksakan diri untuk memasang wajah bahagia tanpa mengundang kecurigaan bahwa saat ini dirinya tengah terluka.
Sayangnya ia tak akan pernah bisa berpura-pura di depan Bastian. Sahabat baiknya ini seolah bisa membaca apa yang tertulis di hatinya. Layla menatap ke arah lain. Bastian menyodorkan selembar tisu.
Layla menoleh ke arah Bastian. Laki-laki itu hanya tersenyum, tak bersuara. Layla meraih tisu itu lalu menghapus kembali jejak tangis yang masih kentara.
Tanpa bicara apa-apa, Layla terisak pelan. Makin lama makin mencekat. Bastian mengarahkan tangannya, hendak menepuk bahu sahabatnya, tapi ia urungkan. Jika tidak ingat bahwa temannya ini muslimah berjilbab, rasanya ia ingin memeluknya dan menghiburnya.
"Kita pulang, yuk. Atau ke pantai dulu. Biar kamu bisa nangis sepuasnya. Aku temani. Nggak apa-apa, keluarkan aja emosimu. Keluarkan semua tangis dan kesedihanmu. Tapi setelah itu, jangan nangis lagi. Jangan sedih lagi."
Layla mengatur napasnya agar kembali stabil.
"Aku nggak apa-apa, Bas. Aku ikhlas kok Mas Guntur nikah sama Cherry. Aku udah siapin hati bahkan jauh-jauh hari sebelum datang ke pernikahan mereka. Aku juga nggak tahu kenapa aku nangis.... Aku nggak tahu..." Layla menyeka air mata yang terus berjatuhan.
Bastian bisa merasakan duka itu. Duka patah hati yang teramat dalam.
"Iya aku tahu, kamu sudah melepaskan. Mas Guntur. Wajar kalau kamu masih sedih. Seiring berjalannya waktu, lukamu pasti akan sembuh."
Layla menoleh Bastian dan tersenyum tipis. Kadang ia berangan seandainya saja Bastian muslim, mungkin ia akan membuka hati untuk belajar mencintai sahabatnya itu. Namun ia tertawa merutuki kebodohannya. Ia dan Bastian hanya bisa bersahabat saja, tidak lebih. Persahabatan akan lebih nyaman untuk keduanya.
Bastian berpikir sama. Di matanya, Layla ini gadis yang baik. Ia berpikir jika saja mereka satu keyakinan, Bastian ingin mencoba menjalin kedekatan lebih dari seorang sahabat dengan Layla.
"Yuk, pulang... Atau mau masuk lagi? Makanannya enak-enak lho. Kita belum sempat nyicipin, kan?"
Layla tertawa kecil mendengar penuturan Bastian.
"Ya, kita masuk lagi. Kalau aku pulang duluan, kesannya tidak menghargai. Insya Allah kali ini aku lebih siap."
Bastian tersenyum. Ia senang raut wajah Layla tak lagi mendung seperti sebelumnya.
"Yuk..." Bastian tersenyum lebih lebar.
Layla dan Bastian melangkah beriringan. Persahabatan bisa saja terjalin tanpa melibatkan perasaan di dalamnya. Kendati kadang kala keduanya baper akan kebaikan masing-masing.
******
Guntur duduk bersebelahan dengan sang istri setelah selesai sholat sunnah dua rakaat. Ada rasa gugup dan deg-degan yang tak bisa dijelaskan. Keduanya saling melempar senyum.
Untuk memecah kecanggungan, Guntur menggenggam tangan Cherry erat. Wanita itu tersentak dan wajahnya tersipu. Rasa gugupnya semakin bertambah. Terlebih saat Guntur mendekatkan wajahnya.
Cherry semakin berdebar. Meski ia belum berpengalaman sebelumnya, tapi ia belajar membalas tatkala Guntur mendaratkan kecupan di bibirnya dan kecupan itu beralih menjadi ciuman yang lebih dalam. Sepanjang cumbuan mesra itu, dada Cherry terus berdebar. Degup jantungnya berpacu lebih cepat. Keduanya refleks saling berpelukan seolah menyalurkan segala perasaan.
Guntur melepaskan ciumannya lalu mengusap bibir sang istri. Tatapannya begitu lekat seakan mengabsen setiap inci wajah sang istri.
"Hari ini hari yang paling membahagiakan. Lega rasanya kita menikah. Ke depannya kita akan hadapi semua bersama. Ke depannya kita akan berbagi semua bersama... Keterbukaan itu penting. Jangan ada yang ditutupi."
Cherry mengangguk.
"Iya.. mudah-mudahan kita selalu bersama jalani semuanya, susah senang bersama. Aku bahagia banget malam ini."
Guntur tersenyum. Ia mendaratkan kecupan di kening Cherry. Kedua mata itu beradu dan keintiman pun berlanjut menjadi pemanis malam pengantin yang romantis. Keduanya berharap pernikahan mereka akan menjadi pernikahan yang berkah dan keduanya akan saling belajar demi menjaga keutuhan rumah tangga atas dasar cinta karena Allah.
******
End
Mampir ke ceritaku yang lain juga ya. Makasih banyak untuk supportnya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro