Dear No One
Senar gitar ini menua, mulai lelah kumainkan setiap hari. Seperti sekarang, aku merenung di balik kosen jendela sembari menerawang jauh ke luar. Menatap hiruk-pikuk jalanan yang begitu padat. Sembari sesekali tertawa, aku masih bersenandung meski entah pada siapa lantunan ini bertuju. Langit begitu cerah, begitu kontras dengan suasana hatiku saat ini.
Kugerakkan jemari tangan kiriku pada leher gitar. Memindahkannya menuju kunci nada yang hendak kumainkan. Meski aku sendiri tak yakin nada apa yang tengah kumainkan.
'I like being independent, not so much of investment. No one to tell me what to do....'
Alunan lagu itu masih terngiang dalam benakku. Masih kuingat saat aku tangah meneguk secangkir kopi hangat di sebuah kafe minggu lalu. Dengan pahitnya kopi yang sengaja tak diberi gula sesuai pesananku. Lagipula siapa yang kan peduli? Aku sendiri dan inilah hidupku. Kupikir, tidak ada salahnya hidup mandiri seperti ini. Setidaknya tak ada yang mengaturku.
Kulirik jam dinding yang kini menunjukkan pukul dua siang. Aku menghela napas sejenak sebelum akhirnya mengikat rambut panjangku seperti ekor kuda. Setelah itu kumasukkan kembali gitarku ke dalam tas gitar berwarna hitam dan menggantungkannya pada lengan kiriku. Kulangkahkan kakiku keluar dari kamar, setelah sebelumnya mengambil topi hitam yang kugantungkan di belakang pintu lalu segera kukenakan. Kupastikan pintu kamarku terkunci sebelum kulangkahkan kakiku keluar.
####
Aku menyusuri trotoar jalan siang ini bersama teriknya mentari dan polusi dari sisa pembakaran kendaraan bermotor. Kulangkahkan kakiku dengan pasti menuju cafe tujuanku siang ini. Sesekali aku berjalan dengan lompatan kecil sembari tertawa simpul. Tidak memperdulikan tatapan orang-orang yang mungkin berpikiran kalau aku aneh dan kekanakan. Bahkan ada yang menggelengkan kepalanya sembari tertawa. Yang bisa kulakukan adalah menggedikkan bahuku dan terus berjalan menyusuri trotoar dengan mulut yang berkomat-kamit menghapalkan lirik lagu yang nanti akan kunyanyikan.
"Thea?"
"Hm?"
Aku mendongak, memperhatikan seorang pria yang sebaya denganku yang kini berada tepat berada di depanku. Seperti ada sihir aneh, aku hanya termangu dan membalasnya sekilas dan memalingkan pandanganku. Bukan malu, hanya sedikit malas menanggapi. Entahlah, rasanya aku ingin berlari secepat kilat kali ini.
"Lama tidak berjumpa. Bagaimana kabarmu?"
"Cukup baik. Bagaimana denganmu?"
"Kurang lebih seperti itu. Jadi kamu tinggal di sekitar sini?"
"Begitulah."
Entah angin apa yang berhembus kali ini. Yang kutahu, aku ingin segera menyudahi pertemuan tanpa rencana ini. Bahkan sama sekali tidak kuharapkan untuk terjadi. Ketika seseorang dari masa lalumu tiba-tiba menghampiri, mungkin itu perkara mudah dan sama sekali tak berpengaruh apapun. Setidaknya jika semua itu berjalan normal sebelumnya tanpa meninggalkan luka berarti.
Tetapi, ketika kau berusaha menarik diri, menjauh dari keramaian dan seketika sosok itu kembali muncul tepat dihadapanmu tepat saat luka yang terjadi terlanjur menganak sungai, kurasa tak hanya aku yang akan berkata bahwa aku tidak baik-baik saja. Atau mungkin aku terlalu naif untuk berkata bahwa semua yang telah terjadi bukanlah hal besar yang perlu kembali kupermasalahkan. Bahkan angin siang ini pun seakan enggan untuk menyapa dan menjawab, hingga yang kurasakan hanyalah teriknya mentari yang kembali membakar sisa luka itu.
"Bagaimana dengan lagu yang kautulis?" Ia kembali bersuara sembari melepaskan sebuah senyum mengembang yang entah kenapa membuatku rindu namun sebal.
"Lagu yang kau tulis sewaktu SMA dulu. Apa kau sudah menemukan nada yang tepat?"
"Oh, kurasa belum sepenuhnya."
"Perlu kubantu lagi?" Ia terkekeh.
"Tidak perlu. Lagipula itu hanya coretan iseng."
"Benarkah? Kudengar kau akan mengadakan konser mini. Kupikir lagu barumu akan kau nyanyikan perdana saat itu juga."
"Bagaimana kau bisa tahu?"
"Itu perkara mudah. Jadi bagaimana jika kita kembali seperti sedia kala dan membuat lagu itu bersama?"
"Tidak perlu. Kurasa aku bisa melakukannya sediri."
"Thea! Tunggu!"
'I like being by myself. Don't gotta entertain anybody else. No one to answer to ...'
Kurasa tak ada yang patut kujawab lagi. Termasuk pernyataan retoris yang sepenuhnya ia ketahui jawabannya. Kubiarkan ia berlalu, layaknya badai yang sejujurnya tak pernah kuharapkan untuk kembali datang.
Aku tidak mengerti kenapa segala yang terjadi begitu cepat berlalu. Layaknya cuaca siang ini yang cerah dan tiba-tiba saja hujan deras datang dan seolah enggan pergi menemaniku yang tak terlalu menyukai keramaian yang justru membuatku terjebak. Aku yang biasanya menyukai ruang yang kuciptakan sendiri, kini tak bisa menarik diriku dari keramaian yang terlanjur terjadi seperti ini. Belum lagi ditambah dinginnya cuaca dan pias dari hujan yang mengenaiku meskipun sudah berusaha berteduh. Aku merangkul tas gitar di depanku untuk sekadar menjadi penahan dingin dan pias dari hujan, berhubung aku tidak mengenakan jaket. Untungnya setelan kaos dan jeans biru tua yang kukenakan bisa mengurangi dinginnya cuaca siang ini.
Sesekali kuperhatikan rintik hujan yang menghempas permukaan aspal jalan. Bahkan tak jarang kuperhatikan sekelilingku. Melihat keadaan yang justru menggoyahkan persepsiku yang beranggapan bahwa aku bisa melakukan segalanya dan akan baik-baik saja jika aku sendiri.
####
Aku tiba di tempat di mana seharusnya kuakhiri segala persepsi konyol yang kubuat. Kuberjalan perlahan menaiki panggung kecil dengan kabel yang bertebaran di lantai dengan rapi. Kujinjing gitar tuaku dan memangkunya perlahan saat aku berhasil duduk di atas kursi bulat yang dapat berputar. Kusambungkan kabel pada gitarku dan menarik napas dalam. Memperhatikan penonton yang mulai menyambutku dengan tepukan hangat yang membuat senyumku mengembang.
Sebuah lagu yang entah kutujukan pada siapa. Mungkin padamu, ia atau mereka. Yang kutahu lagu ini adalah lagu yang kutulis khusus untuk seseorang yang entah siapa. Seseorang yang kelak menyampirkan jaket padaku saat dingin menerpa. Seseorang yang kelak Tuhan datangkan dan layak kunanti bersama janji terbaik yang pernah kubuat.
"Dear no one, this is your love song ... ."
Sesederhana itu.
.
.
.
"Dear no one, this is your love song."-Tori Kelly
-Tamat-
A/n:
Terima kasih sudah menyempatkan untuk membaca dan singgah pada cerita saya kali ini.
Ini adalah sebuah songfic dari lagu Tori Kelly-Dear No One.
Iseng mencoba mencari prompt dari lirik lagu, dan saya memilih prompt ini "Dear no one, this is your love song."-Tori Kelly
Semoga kalian suka! Terima kasih~
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro