Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

33. Trust

Halo! Alfa-Syilla datang lagi setelah turun gunung. Maaf, ya, lama xixi. 

Jangan lupa tap love dan follow author sebelum baca ya.

Happy reading!

❤️❤️❤️

(Y. Riyadi)

Untuk beberapa saat jantung Alfa seolah berhenti berdetak melihat sosok Mama berdiri di ambang pintu. Pikiran-pikiran buruknya berkelebat. Mama itu pro sekali dengan Bella anaknya Tante Vina. Bagaimana kalau Mama menelan mentah-mentah info itu? Habislah riwayatnya.

Dia bakal gagal melangsungkan pernikahan ulang dan kemungkinan buruknya, dia bakal didepak oleh Syilla dan keluarganya. Atau yang lebih parah Mama bakal memaksanya untuk menikahi Bella. Ya Tuhan! Seandainya ini mimpi buruk, Alfa minta dibangunkan sekarang juga.

Santi melangkah masuk mengabaikan muka kedua anaknya yang tampak menegang.

"Ma-mama udah lama di situ?" tanya Alfa terbata.

"Ya, lumayan cukup untuk mendengar kalian ngobrol. Eh, ngobrol atau diskusi, ya?" Mama menatap kedua anaknya berganti dengan pandangan yang sulit Alfa artikan.

Alfa menelan ludah kepayahan. Dia menatap Lyra dan mengedikkan dagu berusaha meminta bantuan perempuan itu. Namun, Lyra hanya menggeleng pelan dengan muka ketakutan.

"Kalian nggak perlu bohong dan menutupinya dari Mama lagi," ujar Santi menatap tajam kedua anaknya.

"Ma, Mama sabar dulu, oke? Mama duduk di sini dulu, dan dengar penjelasan Alfa." Hati-hati Alfa mencoba bicara dengan perempuan yang sudah membesarkannya itu.

"Mama nggak perlu penjelasan apa pun dari kamu, Al," hardik Santi dengan wajah berlipat. "Lyra!"

Lyra nyaris melompat saat tiba-tiba Santi memanggil namanya.

"I-iya, Ma?" cicit Lyra menelan ludah.

"Tolong, kamu bisa setel AC-nya biar lebih dingin lagi? Mama gerah banget tau nggak."

"I-iya, Ma." Lyra bergerak mengambil remote AC dan mengecilkan suhunya.

Wajah Mama benar-benar menyeramkan bagi Lyra. Padahal suhu kamar Alfa ini sudah dingin, tapi Mama malah meminta agar suhunya diturunin. Lyra rasa, hati Mama yang perlu didinginkan karena mendengar kabar yang bikin hatinya panas dan gerah.

Alfa mencoba mendekati Santi yang kini sudah duduk di sofa  single seater yang terletak di sudut kamarnya. Dia menarik napas dan mengembuskannya sebelum memulai bicara.

"Ma, aku harap Mama percaya sama aku. Mungkin kabar itu bikin Mama syok dan marah. Tapi, aku berkata jujur kalau aku nggak pernah melakukan itu," ujar Alfa sepelan mungkin, dan sehati-hati mungkin. "Aku berani sumpah demi apa pun, Ma. Aku bahkan rela Mama bunuh jika aku terbukti bersalah."

"Santai aja kali, Al. Mana mungkin Mama tega bunuh anak Mama sendiri," timpal Santi tampak kembali bersikap seolah tidak hal yang membuatnya kesal, setelah suhu di ruangan Alfa lebih terasa sejuk.

Alfa bingung dengan perubahan mimik wajah ibunya itu. "Maksudnya, Ma?"

"Mama memang tadi sempat kesal dan marah dengar kabar itu. Tapi, marahnya bukan sama kamu. Gimana Mama nggak marah coba? Masa Mama lagi pulas-pulasnya tidur siang tiba-tiba Ayu Vina telepon minta Mama suruh mengawinkan kamu sama Bella? Katanya kamu ngehamilin anak dia. Yang benar saja!" omel Santi panjang lebar.

"Ya Mama nggak percaya gitu ajalah. Nggak begitu caranya kalau mau jadi besan Mama. Mama memang sayang sama Bella dan menghormati keluarganya juga, tapi kalau caranya dengan memfitnah kamu gini, jelas Mama nggak terimalah!" lanjutnya lagi berapi-api.

"Gini-gini juga Mama didik kalian dengan baik. Dari kecil Mama selalu bilang sama kalian untuk selalu jaga nama baik keluarga. Mama juga tahu kalian dengan baik, meski kalian bandel dan nakal, kalian nggak bakal melakukan hal yang bakal bikin mama sakit hati."

Alfa dan Lyra terbengong-bengong mendengar Mamanya mengomel. Mereka pikir Mamanya itu akan mengamuk, atau paling tidak mengacak-acak muka Alfa. Namun, ternyata omelan sang Mama malah tertuju buat Bella.

Baru kali ini Alfa terharu mendengar mamanya mengomel. Dia ingin menangis dan memeluk wanita setengah baya itu.

"Mama percaya sama aku?" tanya Alfa terharu.

"Ya iyalah, Mama percaya sama kamu. Dari dulu kamu nggak pernah mengecewakan Mama. Kita buktikan sama mereka kalau kamu nggak bersalah, Al."

"Terima kasih, Ma." Alfa yang sudah tak tahan ingin menangis, langsung menghambur ke pelukan Santi. Wanita itu pun membalas lembut pelukan anaknya.

Lyra yang melihat adegan itu tersenyum kecil. Perasaannya juga sedikit lega karena Mama tidak mengamuk. Namun, yang jadi pertanyaan di benaknya sekarang, sebenarnya siapa yang menghamili Bella. Karena sejujurnya dia juga tidak percaya Alfa yang melakukannya.

***

"Sayang, kapan kamu pulang? Kita mau fitting baju pengantin loh," ujar Alfa saat dia melakukan panggilan telepon dengan Syilla yang masih berada di luar kota.

"Urusanku di sini belum beres. Aku belum bisa pulang. Wakilin aja fitting bajunya,"jawab Syilla di sana dengan asal.

"Mana bisa fitting baju diwakilin, Syill?"

Syilla di sana terdengar menghela napas panjang. "Aku masih males pulang dan ketemu kamu." Akhirnya dia bicara jujur.

"Kamu masih marah soal Bella?"

"Ya jelaslah! Kamu pikir apa lagi? Beberapa hari ini aku berpikir, mungkin pernikahan kita batalin saja. Daripada—"

"Enggak! Kamu ngomong apa sih, Syill? Mending kamu pulang dan bicara baik-baik. Aku nggak mau bicara lewat telepon kayak gini. Kalau kamu beneran mau hidup sama aku, pulang dan temui aku." Alfa tidak bisa melanjutkan obrolan ini. Lantaran dirinya takut terpancing emosi.

Batalin pernikahan Syilla bilang? Yang benar saja! Hobi sekali wanita itu bikin hidupnya seperti permainan. Dulu, Syilla meninggalkan Alfa begitu mudah dengan alasan tidak bisa menjalani hubungan jarak jauh. Padahal saat itu Alfa sedang ada di puncak bahagia. Dan, sekarang seenaknya saja wanita itu bilang mau batalin pernikahan? Apa Syilla pikir hatinya terbuat dari batu?

Jujur, Alfa sedikit geram mendengar kata batal meluncur dari mulut Syilla. Bisa-bisanya dia terprovokasi pada hal yang belum tentu kebenarannya. Tidak. Alfa tidak ingin kecewa kedua kali dengan orang yang sama pula.

"Kenapa lo?" tanya Adrian yang tiba-tiba muncul di ruangan Alfa.

Alfa mendongak dan mendapati teman kerjanya itu membawa satu bundel dokumen di tangannya. Dia melirik lelaki itu yang bergerak menuju meja kerjanya dan meletakkan bundelan itu.

"Tolong lo tanda tangani ya," ucap Adrian.

"Lo tahu di mana Toro?" Alih-alih menanggapi ucapan Adrian, Alfa malah bertanya keberadaan sahabatnya yang lain.

Adrian mengerucutkan bibir. "Ke mana ya? Ke lapangan mungkin, ninjau proyek. By the way lo ada masalah ya? Denger-denger di kantor lo ribut sama Toro. Ck, kalian ini nggak bosan banget ribut mulu. Soal apa lagi sih?"

Alfa berdecak sebal dan kembali ke meja kerjanya. "Siapa yang ribut sama dia? Gue cuma ada urusan dikit."

Memang saat kejadian yang sempat menghebohkan kantor, Adrian dan Roy tidak ada di tempat. Mereka sedang keluar kota untuk meninjau lokasi pemugaran hotel.  Jadi, wajar jika mereka tidak tahu. Namun, karena keributan itu memang terlampau heboh, sudah pasti mampir juga ke telinga mereka.

"Lo tahu sejauh mana hubungan Toro sama Bella?" tanya Alfa setelah duduk di kursinya.

"Bella cewek yang nginep di apartemennya?"

Alfa mengangguk-angguk. "Ya, dia."

"Layaknya orang pacaran gimana?" tanya Adrian balik.

"Jalan bareng sambil pegangan tangan?"

"Itu mah pacaran anak AbEgeh. Pacaran versi Toro-lah! Mantap-mantap." Adrian menaik-turunkan kedua alisnya.

"Lo yakin? Gue pikir mereka nggak pacaran."

"Toro bilang sih pacaran, cuma ceweknya—"

"Jangan ngomongin gue di belakang. Kuping gue kuat radarnya."

Tiba-tiba Toro nongol. Di atas kepalanya masih ada helm safety.

"Eh, Tor! Dah balik lo?" sapa Adrian tampak sumringah seperti biasa.

Toro mengangguk dan melepas helm kuning dari kepalanya lalu duduk di kursi tamu di depan meja Alfa.

"Hm, capek gue. Pulang kerja ke tempat biasa yuk. Ajak Roy juga," ujar Toro. Dia melirik Alfa. "Lo ikut ya, biar stres lo ilang. Gue yakin lo juga lagi stres."

"Tor, lo harus jelasin sama Syilla. Dia masa mau batalin pernikahan kami," cetus Alfa menatap tajam si playboy curut cap Toro. (Eh, kebalik ya)

Bukannya prihatin Toro malah tertawa. "Itu derita lo, Man."

"Kenapa?" tanya Adrian bingung. "Kalian berdua kan lagi bucin-bucinnya."

Toro makin tertawa, bukan tertawa lepas. Tertawa itu malah terdengar miris. "Dia hamilin anak orang."

"Anjir! Yang bener lo?!"

"Enggak, Bego!" bantah Alfa cepat. "Dia yang hamilin, gue yang kena fitnah."

"Wait, wait, ini sebenarnya ada masalah apa sih?"

Haduh, sebenarnya Alfa malas bercerita. Tapi, kalau dia tidak cerita kesalahpahaman makin merajalela. Apa lagi gosip di kantor ini, sebarannya sudah seperti virus pandemi. Hancur reputasi Alfa kalau berita miring itu sampai terdengar di jagad firma ini.

"Kok gue malah kasihan sama Toro ya?" komentar Adrian setelah Alfa selesai cerita. Mungkin Alfa men-sleding kepala Adrian. Yang menderita siapa, yang dikasihani siapa. Menjengkelkan.

"Hei, gue yang kena fitnah kenapa lo malah kasihan sama si curut itu?" seru Alfa mendelik.

"Curut ini masih di depan lo, Anjir," hardik Toro kesal.

Adrian tertawa, dan mengangkat tangannya. "Santai, Bro."

"Tor, lo mesti dan wajib jelasin ke Syilla. Dia masa mau batalin rencana pernikahan," ujar Alfa. Cuma Toro satu-satunya kunci di sini.

Toro menjawab ogah-ogahan. "Gue pertimbangin deh," katanya acuh tak acuh seraya mengedik kecil.

Sial! Alfa melotot dan mengumpat. Namun, justru itu membuat Toro tergelak.

"Serius, gue bakal bunuh lo kalau gue sama Syilla pisah gara-gara masalah ini," tukas Alfa jengkel.

"Rileks, Bro. Rileks, nggak ada masalah yang nggak menemukan solusi." Lagi-lagi Andrian menengahi.

"Gimana gue bisa rileks? Itu masalah udah sampe ke telinga emak gue."

"Tante Santi tau?" tanya Toro sedikit kaget. Dia tidak menduga soal itu. Kalau benar, itu artinya Bella benar-benar sudah bertindak.

"Iya!" sahut Alfa ngegas. "Untungnya nyokap percaya gue nggak mungkin melakukan itu. Tapi, masalahnya emaknya Bella nih yang ngotot gue mesti nikahin anaknya. Gila aja. Yang ena-ena siapa yang tanggung jawab siapa," gerutu Alfa panjang lebar.

Alih-alih prihatin tawa Adrian dan Toro kembali pecah.

"Eh, Bangsat. Jangan pada ketawa lo pada," pekik Alfa dengan nada pelan. Biar gimana juga, ini masih di kantor. Jangan sampai kata-kata kasar terdengar oleh para staf, apa lagi atasan. Bisa mampus entar.

"Santai, Bro. Emosian mulu lo dari tadi," ucap Adrian menenangkan Alfa kembali.

"Ya gimana enggak?!"

Toro terdengar mengembuskan napas kasar. Dia mengingat bagaimana sulitnya membujuk Bella agar mau melupakan Alfa dan menyuruhnya berhenti melakukan perbuatan yang sia-sia. Entah wanita macam apa yang Toro cintai itu.

Saat berkenalan dengan Bella, wanita itu tampak baik-baik saja. Tidak ada tanda-tanda dia akan menyebalkan seperti ini, bahkan saat Bella menolak pernyataan cinta Toro.

❤️❤️❤️

Publish, 3 Februari 2022

Sepertinya next chapter cerita ini bakal tamat. Aku senang by the way di lapak ini. Karena vote dan view-nya seimbang meskipun dikit. Tidak seperti My Hottest Man. View-nya jomplang banget sama vote. Jadi, aku agak malas update.

Jangan lupa mampir ke lapakku iN BETWEEN  Di sana Rafael-Kalila udah tamat gratiss




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro