29. Demam
Selamat datang, yang baru baca couple Alfa-Syilla.
Jangan lupa budidayakan follow Author-nya dulu sebelum baca ceritanya ya. Dan, dapatkan notif bila ada cerita baru.
Jangan lupa juga tambahkan cerita ini ke perpustakaan kalian dan reading list. Biar dapat notif pas lapaknya update.
Oke tap bintang 🌟 dulu sebelum baca ya, Happy reading!
❤️❤️❤️
Alfa menyunggingkan senyum melihat kedua orang tuanya di atas panggung di sisi sebelah adiknya yang saat ini mengenakan baju pengantin adat Palembang Aesan Gede berwarna merah bercampur gold. Meskipun mahkota kepala di atas Lyra tampak berat, gadis itu terus mengulas senyumnya. Sama halnya pria setengah bule di samping Lyra. Pria bermata hazel itu terlihat tampan mengenakan setelan serba merah dengan mahkota berwarna emas di kepalanya.
Alfa bernapas lega karena pada akhirnya Lyra berhasil disunting lelaki berparas tampan tersebut. Sekarang gilirannya untuk beraksi. Sertifikasi pernikahannya dengan Syilla perlu dilegalkan secara hukum.
Dari atas panggung Lyra melambai ke arahnya. Dahi Alfa mengernyit. Gelas kaki panjang yang dipegang, dia letakkan ke meja kembali dan beranjak memenuhi panggilan adiknya itu
Langkah gegasnya menaiki panggung pelaminan. Dia sedikit tersenyum dan mengangguk kepada Loui—ibu mertua Lyra dan seorang wanita yang berdiri di sebelahnya, sebelum mendekati Lyra.
"Ada apa?" tanya Alfa begitu sampai di dekat gadis itu.
"Tolong antar Bella pulang, Bang. Dia katanya nggak enak badan," ucap Lyra berbisik.
"Memang dia nggak bisa pulang sendiri?" Malas sekali kalau harus mengantar gadis itu. Lagi pula entah di sudut mana Bella berada. Terakhir Alfa melihatnya bersalaman dengan Lyra waktu mengucapkan selamat. Sekarang raib entah ke mana.
"Ayolah, Bang. Kasihan. Mama sama Bapaknya nggak bisa antar karena dari sini mereka ada urusan lain."
Alfa menarik napas panjang. "Sekarang dia di mana?" tanya Alfa mengedarkan pandang ke bawah.
"Dia ada di belakang stand sate-satean."
Alfa melenggang turun dari panggung pelaminan setelah Lyra memberitahu keberadaan Bella. Dia bisa langsung menemukan stand sate dan benar dia melihat Bella ada di sebuah kursi duduk di sana sendirian.
Bella mengenakan setelan kutubaru dengan bawahan kain hanya sebatas betis. Bagian atasnya gadis itu mengenakan kebaya brukat dengan kerah rendah, hingga belahan dadanya tampak menyembul. Alfa sampai harus menelan ludah melihat penampilan Bella saat ini. Rambut legamnya disanggul modern hingga lehernya yang jenjang terekspos dengan jelas. Pulasan make up pada wajahnya tidak berlebihan dan tampak manis dipandang sesaat.
Alfa berdeham saat berada di dekat perempuan itu yang sepertinya belum menyadari kehadirannya.
Bella yang sedang menekuri ponsel mengangkat wajah dan sedikit terkejut mendapati Alfa sudah ada di hadapannya.
"Kata Lyra lo nggak enak badan. Jadi, gue mau nganter lo pulang."
Untuk beberapa saat Bella melongo. Dia sama sekali tidak mengira Alfa datang untuk menawarkan diri mengantarnya pulang. Sejak datang ke pesta ini, kepalanya memang sudah terasa pusing. Keringat dingin terus keluar di area dahinya.
Bella hanya mengangguk lantas berdiri bermaksud menuruti ajakan Alfa. Namun, hal yang tidak dia duga membuatnya cukup terkesiap. Tiba-tiba saja Alfa melepas jas dan menyampirkannya ke kedua bahu Bella.
"Ya sudah, ayo," ucap Alfa lalu melangkah. Dia tidak tahu kalau Bella masih saja mematung karena tindakannya barusan.
Merasa tidak ada siapa pun yang mengikutinya. Alfa menoleh ke belakang. Dan, benar dia melihat Bella malah masih berdiri dengan muka melongo.
"Bell? Ayo! Mau pulang enggak?" sentak Alfa.
Bella seketika bangun dari lamunannya dan mengerjapkan mata beberapa kali. "Ah, I-iya, Bang." Merapatkan jas milik Alfa, dia pun menyusul langkah lelaki itu. Hatinya dipenuhi bunga bermekaran. Dia tidak repot-repot menyembunyikan senyum simpulnya atas apa yang sudah Alfa lakukan.
"Kalau sakit seharusnya lo nggak perlu datang," ucap Alfa begitu mereka sudah berada di dalam mobil.
"Aku nggak mungkin nggak datang ke pernikahan Lyra, Bang," sahut Bella merasa dirinya lebih baik sekarang. Tentu saja Alfa yang menjadikan semuanya terasa lebih baik. Entah kenapa penolakan yang Alfa lakukan tidak lantas membuat perasaannya pada lelaki itu berkurang.
Alfa memilih untuk tidak menanggapi. Berjalanan menuju rumah Bella terasa hening karena keduanya memilih bungkam. Lima belas menit kemudian, mobil Alfa sampai di depan pelataran rumah Bella yang luas.
Untuk beberapa saat Bella tidak langsung turun dari mobil. Dia mengeratkan jas yang dipakainya seraya menunduk.
"Bang Alfa, mau mampir?" tanya Bella ragu.
"Sepertinya enggak. Acara masih berlangsung dan gue harus segera kembali ke sana," sahut Alfa seraya menengok jam tangannya.
Bella mengangguk, "Baiklah, kalau begitu aku turun dulu." Dengan pelan, Bella membuka pintu mobil, tapi ketika dia hendak turun, pening di kepalanya datang kembali hingga tubuhnya sedikit terhuyung. Tangannya secara refleks berpegangan pada pintu mobil.
"Bell, lo baik-baik aja, 'kan?" tanya Alfa sedikit cemas. Dia lantas bergerak turun, memutari bagian depan mobil. Dia segera merangkul tubuh Bella dan membantu gadis itu masuk ke dalam rumah.
"Mana kunci rumahnya?" tanya Alfa begitu sampai di depan pintu rumah berwarna cokelat tersebut.
"Ada di tas tangan aku, Bang."
Alfa membuka tas tangan milik Bella dan mencari benda besi itu. Setelah berhasil membuka pintu rumah, Alfa memapah Bella, dan mendudukkan gadis itu ke atas sofa.
"Badan lo anget, Bell. Lo ada obat demam?" tanya Alfa yang tadi sempat menyentuh kulit tangan Bella.
"Nggak tahu. Coba saja cari di dalam kulkas, Bang."
Alfa celingukan ke arah dalam rumah. "Kulkasnya ada di mana?" tanya Alfa.
"Ada di dapur." Bella memijat-mijat pangkal hidung karena terlampau pening.
Sementara itu Alfa bergerak menuju dapur. Dia mengubek-ngubek isi kulkas. Tidak banyak membantu. Dia tidak menemukan obat demam. Namun, dia menemukan obat sakit kepala dan sebuah plaster demam. Dia meraih keduanya dan menutup pintu kulkas kembali. Beringsut menuju dapur, Alfa menemukan gelas. Dituangnya air mineral ke dalam gelas tersebut. Setelahnya dia kembali ke ruang tamu di mana Bella berada.
"Gue nggak nemuin obat demam. Tapi gue nemu obat sakit kepala. Ada paracetamolnya kok. Ini minum." Alfa menyodorkan gelas dan obat secara bersamaan ke depan Bella.
Gadis cantik itu menerima tanpa banyak komentar dan langsung menenggak obat tersebut. "Terima kasih, Bang," ucapnya sembari meletakkan gelasnya ke atas meja. Memejamkan mata Bella bersandar kembali ke sofa.
"Lo istirahat aja di dalam kamar," ujar Alfa tangannya bergerak membuka plaster demam. Membuka lapisan plastik plaster itu, dia lantas menempelkannya ke dahi Bella.
Lagi-lagi Bella dibuat terkejut. Tangannya secara refleks menyentuh dahinya.
"Itu plaster demam," ucap Alfa.
"O-oh."
"Ayo, gue antar ke kamar lo." Alfa kembali meraih tangan Bella.
"Nggak usah, Bang. Aku biar di sini aja. Kamu kembali aja ke gedung. Nanti Lyra nyariin kamu," ujar Bella seraya terus memejamkan mata.
"Lo biar bisa istirahat dengan benar habis itu gue balik lagi ke gedung."
"Enggak usah, Bang."
"Hm." Gadis itu lumayan keras kepala. Kalau ada apa-apa nanti dia juga yang kena omel Lyra dan juga Mama. "Lo jangan repotin gue." Dengan sangat terpaksa Alfa mengangkat tubuh Bella, hingga membuat Bella terkesiap.
"Bang, ak–"
Bella tidak bisa protes lagi karena Alfa sudah membopong tubuhnya masuk ke dalam.
"Mana kamar lo?" tanya Alfa ketika sampai di depan beberapa pintu yang tertutup.
"Yang pintunya putih."
Alfa bergerak menuju pintu yang dimaksud dan membukanya pelan. Dia segera membawa Bella ke atas ranjang dengan meletakkan tubuh gadis itu di sana.
"Sudah, lo tidur aja. Gue balik dulu."
"Jas kamu, Bang." Bella melepas jas yang sedari tadi menempel pada tubuhnya dan menyerahkannya kepada Alfa.
Alfa mendesah menerima jas tersebut. Pandangannya dia alihkan ke mana pun asal tidak ke bagian dada Bella yang menggembung. Dalam hati dia melaknat matanya yang tidak bisa untuk tidak melihat pemandangan indah di hadapannya.
Alfa berdeham, "gue balik."
Makin cepat kembali makin baik. Apa lagi Alfa merasa suhu di ruang ini sedikit panas. Bella sedang demam dia tidak mungkin menyalakan AC.
"Tunggu, Bang."
Alfa sudah hendak bergerak melangkah ketika suara Bella mencegahnya. Alfa terpaksa menoleh kembali. "Lo butuh sesuatu lagi?" tanya Alfa agak dingin.
Bella menggeleng. Dia menggigit bibirnya yang kemerahan. "Apa kamu bisa tinggal sebentar di sini dulu sampai mama dan papaku pulang? Di rumah nggak ada siapa-siapa. Aku sedikit takut."
Alfa mengembuskan napas kasar. Kenapa jadi serepot ini? batinnya mengeluh.
"Oke, gue tunggu di luar," putus Alfa akhirnya dan kembali hendak berbalik. Namun, kali ini Bella mencekal tangannya.
"Jangan. Di sini aja, Bang. Aku, aku kangen sama kamu, Bang. Please...." Bella menatap Alfa dengan sorot mata memohon.
Namun, dengan pelan Alfa melepas cekalan tangan Bella. "Gue di luar, Bell. Lo istirahat aja. Kalau ada apa-apa panggil gue."
Bella menggeleng, dia bahkan kembali menggapai tangan Alfa dan menarik lelaki itu agar duduk di tepian tempat tidurnya.
"Aku mau kamu di sini. Bentar aja, Bang, bisa, 'kan?" mohon Bella dengan tatapan memelas.
Alfa kembali menghela napas panjang dan belum sempat dia menjawab, Bella bangkit, memeluknya erat.
"Bang, kenapa sih aku nggak bisa lupain kamu? Padahal kamu sudah menolakku bahkan mengusirku dari rumah."
Alfa yang lumayan terkejut berusaha melepas pelukan Bella. Gadis ini benar-benar tidak pernah kapok. Kalau dikasih hati selalu minta jantungnya sekalian.
"Buka hati lo buat orang lain, maka lo bisa lupain gue."
Bella menggeleng cepat. "Susah." Dia melepas pelukannya dan memandang wajah tampan yang sangat dia gilai itu. Tangannya yang hangat terangkat membelai rahang Alfa. "Bang, aku rela melakukan apa pun asal kamu mau menerimaku." Dari rahang tangannya turun membelai dada bidang Alfa yang masih tertutup rapi dengan kemeja putih.
Alfa menahan napas ketika telapak tangan Bella menyentuh kulit belakang lehernya. Jemari perempuan itu meremas riak rambutnya, dan sedikit menarik kepalanya mendekat. Alfa langsung menolehkan kepala ke samping sebelum Bella melayangkan ciumannya lagi.
"Kenapa sih, Bang?" tanya Bella putus asa. "Apa aku masih kurang cantik di matamu?"
Alfa melepas agak kasar tangan Bella dari lehernya. "Lo cantik, lo bisa dapat siapa saja yang lo mau asal itu bukan gue. Gue udah menikah beberapa Minggu lalu. Gue udah punya istri sekarang."
Bella terperangah mendengar perkataan lugas Alfa. "Jangan bohong, Bang. Kamu bilang begini biar aku jauhin kamu 'kan? Lyra bahkan nggak bilang apa-apa sama aku."
"Ya karena dia memang belum tau. Oke, jadi mungkin itu bisa lo jadiin alasan buat lupain gue."
"Enggak, Bang. Kamu pasti bercanda." Bella masih saja tidak percaya.
Alfa mengeluarkan ponsel dan dia memperlihatkan foto-foto pernikahan sirinya dengan Syilla.
Bella menganga tak percaya. "Ba-bagaimana bisa?" Lagi-lagi hatinya seolah ditikam dengan kejam. Menusuk dan perih.
"Sori, tapi sudah waktunya lo lupain gue dan buka hati buat yang lain," ucap Alfa kembali menaruh ponsel itu ke dalam saku kemejanya.
Mata Bella memanas. Dia yakin bendungan di kelopak matanya nyaris jebol. Suhu tubuhnya juga dia rasakan makin naik. Namun, badannya malah menggigil kedinginan. Bella kembali memeluk Alfa erat.
"Dingin, Bang," rintihnya. Satu air mata jatuh membasahi pipinya.
Alfa berjengit merasakan panas tubuh Bella makin meningkat. "Astaga, kenapa badan lo makin panas aja? Padahal sudah minum obat. Lo tiduran dulu."
Dengan Bella yang masih memeluk erat tubuhnya, Alfa membaringkan gadis itu kembali. Namun, belum sempat dia melepas pelukan Bella, suara seseorang dari arah pintu kamar terdengar, membuat kepalanya sontak menoleh. Posisinya yang tidak menguntungkan membuat seseorang yang berada di ujung pintu kamar itu terkejut dengan mulut menganga.
"Ka-kalian sedang apa?" cicit wanita cantik yang Alfa ketahui sebagai ibunya Bella. Tante Vina.
***
Duh, kira-kira apa yang bakal terjadi ya? 🤔
😆😆😆 Dahlah, biarkan aja nanti. Yuk ramaikan jangan lupa tinggalkan jejaknya ya, Gaes.
Publish, 29 November 2021
Di platform sebelah, In Between sudah sampai bab 112 loh, yang belum baca, ditunggu ya. Gratis free koin.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro