Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

27. Minta Izin

Jangan lupa follow akun Author-nya sebelum lanjut baca yaw. Bagi yang sudah lanjut tap bintang. Yuhuuuu, Alfa-Syilla datang lagi. Abaikan suara sumbang yang bikin kamu down.

Keep spirit and Happy reading.

❤️❤️❤️

Mobil Alfa memasuki halaman rumah keluarga Subagja yang luas. Dia memarkirkan mobilnya bersebelahan dengan Audi merah keluaran terbaru milik Bastian. Alfa meneguk ludah. Merasa terintimidasi dengan mobil yang memiliki logo empat cincin saling terkait tersebut. Dibanding dengan kemudi yang sedang dia pegang, jelas tidak ada apa-apanya. Bandrol mobil keluaran Jerman itu cuma bisa bikin kepalanya geleng-geleng. 

Dari jaman masih kuliah, dia tahu jika kekasihnya adalah anak dari keluarga berada. Dulu Alfa nyaris tidak percaya ada gadis kota cantik plus anak seorang crazy rich bisa menyukai dirinya yang hanya seorang laki-laki kampung.

Alfa mengirimi Syilla pesan sebelum dia keluar dari mobil. Dan, tidak berapa lama wanita yang malam ini menyulap rambutnya menjadi bergelombang itu muncul. Alfa segera turun dari mobil, dan langsung disambut senyum manis perempuan itu.

Syilla berlari kecil menghampiri Alfa.
"Kenapa nggak langsung masuk? Mama sama Papa sudah nungguin." Sejenak Syilla mengamati penampilan kekasihnya malam ini. Alfa tampil gagah dengan kemeja lengan panjang berlapis sweater berwarna abu. Celana kain panjang membungkus kakinya yang jenjang.

"Oh ya? Jadi, deg-degan." Alfa menyentuh dada dan menarik napas dalam.

"Santai saja. Mama sama Papa nggak akan gigit. Mereka itu orang tua paling baik sedunia."

Dengan mata berbinar dan senyum yang selalu merekah, Syilla memeluk lengan Alfa dan mengajak lelaki itu masuk ke rumahnya yang memiliki pilar-pilar tinggi dan besar di teras depannya.

Meski sudah menyugesti diri agar tidak terintimidasi ketika menginjak lantai marmer rumah mewah ini, tetap saja dada Alfa berdebar. Pikiran-pikiran negatif terus saja berkeliaran di kepalanya. Bagaimana seandainya dia tidak diterima oleh mereka?

"Mama, Papa, Lihat! Siapa yang datang?" seru Syilla begitu berhasil membawa Alfa ke ruang keluarga bernuansa klasik modern.

Alfa memindai ruang keluarga bergaya American klasik di hadapannya. Gaya desain interior ini memang masih sangat populer hingga saat ini khususnya di kalangan konglomerat Indonesia. Meskipun ini bukan ranah keahlian yang Alfa miliki, tetapi lelaki itu sedikit tahu. Gaya desainnya sederhana, tapi justru itu yang  membuatnya menarik. Furniture sofa soft grey berukuran besar mengisi ruangan tersebut.

Dari posisinya Alfa bisa melihat seorang pria Indonesia tulen berkumis tipis dan seorang wanita yang sepertinya warga negara asing tengah duduk di salah satu sofa  yang berukuran paling besar. Di sofa lain dia melihat lelaki yang sangat dia kenal sebagai saudara laki-laki Syilla sekaligus atasan Lyra. Lelaki dengan rambut legam yang tertata rapi ke belakang itu tampak tidak peduli dengan kedatangannya.

Alfa menyunggingkan senyum dan menyapa semua orang yang ada di sana.

"Selamat malam," sapanya seraya menganggukan sedikit kepala.

Syilla lantas menarik kembali lengan Alfa agar lebih dekat dengan anggota keluarganya tersebut.

Beruntung Alfa mendapat balasan senyum hangat dari wanita cantik yang bisa dia tebak sebagai mamanya Syilla. Pak Subagja juga tampak hangat menyambut kedatangan Alfa. Keduanya lantas berdiri.

"Selamat malam, Nak," sahut Caroline—ibu dari Syilla dan Bastian tersebut.

Alfa mengulurkan tangan berniat mengenalkan diri. "Maaf, saya mengganggu waktu Om dan Tante malam ini. Saya Alfa, Om."

Anton Subagja, ayah dari Syilla itu menyambut uluran tangan Alfa antusias. "Alfa, apa benar kamu seorang arsitek senior?" tanya Anton langsung.

Alfa tersenyum. "Saya masih harus banyak belajar, Om."

"Kamu jangan merendah begitu, Anak Muda," Anton menepuk kuat bahu Alfa. Sedikit membuat Alfa kaget.

Alfa lantas beralih menyalami Caroline. "Saya senang bisa langsung berkenalan dengan mamanya Syilla. Seperti apa yang pernah Syilla bilang, Tante memang benar-benar cantik," puji Alfa tulus.

Caroline terkekeh. "Syilla berlebihan, padahal dia yang sebenarnya cantik."

"Iya, kan cantiknya Mama udah buat aku semua," sambut Syilla.

Alfa melirik ke arah Bastian, lelaki itu tampak cuek seraya terus bermain gadget.

"Kalau dia mah kamu udah kenal kan, Al? Dia itu cowok jutek yang gagal move on," ujar Syilla ikut memandang kepada Bastian.

Bastian mengangkat wajah dan langsung menghujamkan tatapan sebal kepada adiknya.

"Senang bertemu Anda lagi, Pak Bastian," ucap Alfa bersikap ramah.

Bastian mengalihkan pandang kepada Alfa. "Sayangnya saya enggak," jawabnya santai sebelum kembali menekuri layar gadget.

"Bas, nggak ada yang nyuruh kamu pulang ke rumah," geram Syilla lantaran respons yang Bastian beri.

"Mama yang nyuruh," sahut Bastian kalem.

Syilla mendengus lantas mengabaikan kakak laki-lakinya itu.
"Bagaimana kalau kita langsung makan malam saja?" tanya Syilla kepada orang tuanya.

"Oke, ayo, makin cepat, makin baik."

Itu bukan Anton atau pun Caroline yang menyahut, melainkan Bastian. Lelaki itu bahkan sudah berdiri dan melenggang keluar menuju ruang makan.

"Abaikan dia, Al. Maklum jomlo akut,"  ucap Syilla pelan, yang hanya dibalas ringisan oleh Alfa.

Selama makan malam, Anton menanyakan beberapa hal tentang pekerjaan dan juga keluarga Alfa.

"Jadi, kamu kakaknya calon istri Reksa?" tanya Caroline takjub. "Saya sudah beberapa kali bertemu Lyra. Dia cantik pantas saja kakaknya ganteng."

Alfa tersenyum tipis. "Terima kasih, Tante."

"Semoga saja tidak merepotkan seperti adiknya," sela Bastian di tengah obrolan mereka.

"Bas," tegur Syilla tak suka.

Bastian hanya mengedikkan bahu, lalu kembali menekuri piringnya.

***
Setelah makan malam, mereka kembali ke ruang keluarga. Alfa menunduk seraya memandang lantai marmer di bawah kakinya. Penggunaan bahan alam berupa marmer dan detail-detail ruangan yang simpel serta penggunaan warna-warna yang lembut dan kalem menjadi ciri khas gaya desain  American klasik. Sekali lagi Alfa mengagumi interior ruang keluarga rumah orang tua Syilla ini.

"Jadi, kami kan sudah mengenal Nak Alfa sebagai pacar Syilla. By the Way apa langkah selanjutnya dari hubungan kalian ke depannya?" tanya Anton menatap lurus Alfa yang duduk bersisian dengan Syilla. "Mengingat saya tidak bisa mengharapkan anak pertama saya untuk cepat-cepat menikah," lanjutnya seraya melirik Bastian di tempat duduknya.

Lelaki dengan tinggi 183 senti itu mendengus mendengar sindiran dari sang ayah. "Menikah tidak ada dalam rencanaku, Pa. Jadi, berhentilah menyindirku," timpal Bastian.

"Jadi, kamu merasa tersindir? Baguslah, moga saja kamu sadar dan mau mengubah pandangan."

"Dia hanya belum bertemu wanita yang tepat, Pa. Cepat atau lambat aku yakin dia bakal pontang-panting mengejar wanita yang ingin dia nikahi," timpal Syilla dengan nada sengit.

"Itu nggak akan pernah terjadi," sahut Bastian pongah.

"Whatever, sekarang Papa mau fokus ke adikmu saja." Anton mengibaskan tangan dan kembali memandang Alfa.

Alfa tersenyum senang, merasa dirinya benar-benar mendapat peluang dan harapan. Bukannya menolak keberadaan Alfa, orang tua Syilla malah terlihat sangat welcome.

"Jika Om dan Tante berkenan, saya ingin mengajak Syilla untuk lanjut ke hubungan yang lebih serius lagi. Saya ingin dalam waktu dekat bisa mengajak orang tua saya untuk membicarakan perihal ini," papar Alfa mengutarakan maksud dan tujuan kedatangannya dengan lugas dan jelas.

Anton tampak mengangguk. "Jujur saya suka keberanian kamu, Nak. Saya juga tidak akan menghalangi kalian jika kalian memang saling cinta. Makin cepat saya rasa makin baik, iya enggak, Ma?" tanya Anton minta pendapat istrinya.

Caroline mengangguk. "Sebenarnya mama ingin Bastian dulu yang menikah, tapi nampaknya hilal jodohnya masih jauh. Apa boleh buat, Mama sih yes."

"Jangan terpaksa gitu. Memang Mama nggak mau tes dulu calonnya seperti apa?" sahut Bastian, menanggapi mamanya yang asal bilang yes.

"Mama yakin kok apa yang adikmu pilih. Mama nggak akan memaksa sesuatu yang nggak disukai anak-anak Mama."

"Oh ya? Lalu apa yang Mama lakukan padaku? Merencanakan kencan buta dengan wanita dua minggu sekali. Apa itu namanya kalau bukan memaksa?" sanggah Bastian sedikit kesal.

Caroline mengibaskan tangan. "Itu kan usaha. Salah sendiri kamu nggak pernah mengenalkan wanita sama Mama," kilahnya melengos. Dia lantas tersenyum sama Alfa. "Makin cepat makin baik."

"Begini, Tante. Sebenarnya saya ingin menikahi Syilla secepatnya. Namun, berhubung adik saya juga akan menikah, jadi saya pikir akan melakukannya setelah Lyra menikah. Tapi, Om, Tante," Alfa menatap kedua orang tua Syilla berganti. "Kalau boleh saya ingin menikahi Syilla secara agama dulu jika itu memungkinkan," lanjutnya serius.

"Anda mau menikahi siri adik saya? Huh?!" sambar Bastian cepat.

"Begini, Pak Bastian, Saya—"

"Saya nggak setuju. Sebenarnya Syilla itu pacar Anda atau simpanan Anda?" potong Bastian cepat yang merasa tidak terima dengan ide Alfa. "Kalau Anda nggak serius sama adik saya, lebih baik lupakan dia."

"Bukan begitu. Begini, saya ti—"

"Sudahlah, Syill. Sudah lebih baik kamu sama Jimmy malah pilih lelaki yang baru kamu kenal ini."

Bagaimana Alfa bisa menjelaskan kalau terus-terusan disela? Alfa menggaruk kepalanya yang tak gatal. Dalam hati dia malah merapal doa untuk Lyra, berharap gadis itu betah bekerja dengan Bastian.

"Bas, justru Alfa melakukan itu demi melindungiku dari Jimmy, dan satu lagi, Alfa bukan laki-laki yang baru aku kenal. Dia itu pacarku dari pertama aku kuliah," bela Syilla kesal.

"Buat apa? Memangnya Jimmy melakukan apa sampai kamu butuh pelindung? Dari dulu itu Jimmy kan suka sama kamu."

Syilla menarik napas panjang. Lantas menatap serius lelaki berdagu runcing itu. "Bukan hanya kamu yang harus tahu ini, Bas." Dia beralih menatap Anton dan Caroline. "Mama dan Papa juga."

Mereka bertiga lantas mendengar serius kelanjutan ucapan Syilla.

"Beberapa waktu lalu, aku mengalami pelecehan seksual. Dan jimmy-lah pelakunya. Kalau Alfa tidak segera datang mungkin Jimmy sudah melakukan lebih."

Tiga pasang mata yang Syilla tatap berganti itu tampak terbelalak bersamaan.

"Kamu serius, Nak?" tanya Caroline tampak terkejut. "Padahal Mama sempat berharap sama dia. Tapi, kenapa dia tega melakukan itu?" Rasanya tidak percaya mendengar kabar ini.

"Kurang ajar sekali dia!" geram Anton ikut jengkel kepalan tangannya sontak memukul sandaran lengan sofa. "Berani-beraninya dia menyentuh kamu."

Alfa bisa melihat rahang Anton mengeras. Sementara Caroline mendadak gelisah. "Mama bener-bener nggak nyangka."

Bastian yang tadi terlihat syok, kontan berdiri dan meninggalkan ruang keluarga.

"Mau ke mana, Bas?!" tanya Syilla setengah berteriak.

"Aku mau kasih pelajaran manusia kurang ajar itu," sahut Bastian seraya terus melangkah cepat hingga bayangannya tak nampak lagi.

Syilla menangkup wajahnya. "Jimmy pasti babak belur lagi," desahnya miris.

"Lagi?" tanya Caroline.

Syilla mengangguk. "Pas kejadian, dia juga sudah Alfa bikin babak belur."

Mendengar itu Anton sontak menatap tajam kepada Alfa, hingga lelaki bermata cokelat yang duduk di sebelah Syilla sedikit waswas.

"Cari mas kawin secepatnya, besok malam kalian aku nikahkan," putus lelaki berdarah Jawa itu tegas.


Nah nah nah! Tunggu apa lagi, Al. Segera cari daun—eh cincin buat mas kawin. Wkwk, kawin kawin kawin yes!

Yuk Gaes ramaikan, jangan lupa tinggalkan jejak banyak-banyak. Terima kasih dan big hugs buat yang selalu dukung cerita ini. Lup yu pull.

Publish, Rabu 24 November 2021

Aku mau promo lagi ya, In Between udah sampe bab 100 bo! Yakin nggak penasaran. Cuss download Fizzo dan baca gratis di sana. Diantos sadayana.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro