26. Kita Menikah Saja
Halo, hari Minggu pada ngapain aja nih, Gaes. Kalau Alfa-Syilla udah pasti kencan dong, ya. Ada yang mau recokin kencan mereka?
Aku up lagi ya, jangan lupa tap bintang sebelum baca. Dan, juga yang belum follow AUTHOR-NYA kuy di-follow buat tahu update-annya. Okay kita cuss. Happy reading
❤️❤️❤️
"Gila lo ya, Bang. Bisa-bisanya lo biarin Bella keluar rumah? Lo nggak kapok kena kuliah tujuh hari tujuh malamnya Mama apa gimana sih?" omel Lyra saat tahu Bella tidak ada di rumah mereka.
Alfa mendengus. Adiknya itu datang-datang langsung mengomel sudah mirip petasan di tahun baru imlek. Tidak perlu menunggu Mama untuk bisa dapat omelan dan kultum. Saat ini pun adiknya tengah mengomel sampai ke Ujung Berung.
"Harusnya itu lo cegah dong, Bang. Masa lo tega ngebiarin Bella telantar? Kalau dia diculik gimana? Emang lo mau tanggung jawab sama Tante Vina? Disuruh jagain malah bikin kabur anak orang."
"Mana gue tau kalau dia mau pergi?" Alfa membela diri. Bella yang kabur-kabur sendiri, dia yang disalahin. Menyebalkan.
"Susul sana cepetan!"
"Ogah!" Alfa yang semula duduk di sofa berseberangan dengan Lyra beranjak berdiri. Lalu menyeret langkah hendak kabur ke kamarnya.
"Sebelum Mama balik ke sini, bawa Bella, Bang. Kalau lo punya salah sama dia minta maaf dong. Pasti lo bikin masalah kan ama dia, makanya dia pergi?!" Lyra berdiri setengah berteriak kepada Alfa yang kini sedang menapaki anak tangga menuju lantai dua.
"Gue nggak salah kenapa gue minta maaf?" Alfa berbalik dan berkacak pinggang menatap Lyra dari atas tangga. "Denger ya, Lyr. Nggak ada yang nyuruh dia pergi. Dia pergi atas inisiatif dia sendiri. Kenapa gue yang jadi kambing hitam? Bodo amatlah kalau Mama mau marah. Bella udah dewasa, bisa jaga diri sendiri." Setelah mengatakan itu Alfa melanjutkan langkahnya ke atas.
"Seenggaknya lo harus tanggung jawab, Bang!" teriak Lyra.
Alfa hanya mengibaskan tangan sebelum benar-benar tenggelam di balik dinding lantai dua.
Di tempatnya Lyra berdiri kesal. Dia belum tahu ada masalah apa sampai-sampai Bella pergi dari rumah. Temannya itu tidak mengatakan apa pun. Bahkan saat pergi pun tidak pamit padanya. Meskipun Lyra ada di luar kota, setidaknya Bella memberitahunya lewat telepon. Sekarang, bagaimana kalau Bella mengadu yang tidak-tidak pada Tante Vina terus tembus ke Mama? Bukan hanya Alfa yang akan disalahkan, dirinya juga.
Oleh karena itu, dia meninggalkan kopernya begitu saja, lantas keluar dari rumah guna menemui Bella. Beberapa menit lalu saat Lyra menanyakan keberadaan perempuan itu, Bella memberinya salah satu alamat apartemen di bilangan Kalibata.
***
Syilla masuk ke unit setelah menekan angka kombinasi pintu apartemennya. Dia memutuskan kembali ke apartemen karena besok Jimmy bilang akan segera pindah. Lelaki itu sudah menemukan apartemen baru. Jimmy juga sedang ada piket malam. Oleh karena itu, Syilla berani pulang ke apartemen.
Jarum jam menunjukkan pukul setengah dua belas malam ketika dia sampai tadi. Ada party kecil-kecilan yang membuatnya terpaksa meneguk sedikit alkohol. Sebenarnya pesta itu masih berlangsung, tapi Syilla lebih memilih pulang karena lelahnya bergelayut.
Dia berjalan agak sempoyongan menuju dapur dan mengambil air dingin. Kepalanya pusing, padahal hanya sedikit alkohol yang dia teguk. Entah sedikit menurut versinya itu segimana. Naik ke atas stool, dia meraih ponsel di dalam tas. Menggeser layar dan menemukan nama Alfa di deretan paling atas daftar panggil. Sudut bibirnya naik, lantas jarinya menekan ikon hijau, menghubungkan panggilan kepada lelaki itu.
Tersambung. Namun, Alfa di sana tidak segera mengangkatnya. Syilla tahu ini jam tidur, tapi rasa rindunya membuatnya ingin mendengar suara lelaki itu. Pada panggilan kedua Alfa baru terdengar merespons.
"Sayang, ini jam berapa?" tanya Alfa di sana dengan nada suara ciri khas orang mengantuk.
"Hampir jam dua belas malam," sahut Syilla tersenyum. Dia lantas menjatuhkan kepala ke atas meja bar.
"Dan, kamu belum tidur?"
"Aku baru pulang, Al."
"Baru pulang? Kamu habis dari mana?" tanya Alfa di ujung sana.
"Aku baru pulang dari pesta teman." Syilla terkekeh.
"Kamu mabuk?"
"Sedikit. Aku hanya minum sedikit."
Terdengar helaan napas di sana. "Syilla, jangan biasakan mabuk. Itu nggak baik buat kesehatan."
"Aku nggak mabuk, Al." Bibir Syilla mencebik, dia mengangkat kepalanya kembali.
"Kamu pulang naik taksi?"
"Iya, aku takut nabrak kalau menyetir mobil sendiri. Mau minta jemput kamu, pasti nanti kamu mengomel. Ya sudah, aku pulang sendiri," ujar Syilla menjelaskan seraya memanyunkan bibirnya.
"Dan, kamu masih bilang nggak mabuk?"
Syilla terkekeh lagi. "Al, ke apartemenku sekarang dong," pinta Syilla dengan suara manja.
"Kamu sudah balik ke apartemen?"
"Hu'um, Jimmy sudah mendapat tempat tinggal baru." Mata Syilla tampak sendu, menahan kantuk. Tapi, dia bisa melihat seseorang terlihat mendekat. Seorang laki-laki bertubuh tinggi.
"Syilla? Kamu di sini?" tanya lelaki itu yang tak lain adalah Jimmy.
Syilla tersenyum dengan mata sayu. "Al, bagaimana bisa kamu cepat datang ke sini? Kamu teleportasi ya?" Syilla mengerjap-ngerjapkan mata. Dia benar-benar melihat Alfa berdiri tidak jauh dari tempatnya.
"Syilla? Apa maksud kamu? Aku masih di rumahku." Alfa di sana bertanya bingung.
Syilla menurunkan ponsel dan tersenyum menyambut kedatangan Alfa. "Al, temani aku tidur." Dia turun dari atas stool dan mendatangi Jimmy yang terlihat heran melihatnya.
"Kamu mabuk, Syilla," ujar Jimmy menatap takjub penampilan Syilla malam ini. Wanita itu menggunakan gaun terusan berwarna merah terang yang menunjukkan dengan jelas lekuk tubuhnya. Bibirnya yang seksi juga dipulas dengan warna serupa. Rambut lurusnya tergerai indah.
Dengan langkah yang agak sempoyongan, Syilla memeluk Jimmy. Lelaki itu terkejut dengan tindakan wanita itu.
"Malam ini tidur denganku, nggak boleh pulang." Syilla menggerak-gerakkan jari telunjuknya di depan wajah Jimmy.
Jimmy sadar, Syilla melihatnya sebagai orang lain. Tapi, rasanya sayang jika momen langka ini dia lewatkan. Tidak masalah kan kalau dia bermain-main sedikit? Sudah lama sekali dia tergoda dengan kemolekan wanita yang tengah bergelayut manja padanya.
Sementara itu, di rumahnya, Alfa terus memanggil nama kekasihnya.
"Oke aku akan menemani kamu tidur malam ini. Tapi, boleh kan kita sedikit main-main dulu?"
Mata Alfa melebar mendengar suara laki-laki. Dia kontan melempar ponsel dan meloncat dari tempat tidur. Beberapa kali dia mengumpat. Seraya berganti pakaian, mulutnya tak berhenti mengomel.
"Siapa lelaki itu? Bisa-bisanya memanfaatkan keadaan."
Menyambar kunci mobil, dia bergegas keluar dari rumah. Tidak peduli waktu yang makin larut. Matanya yang tadi amat mengantuk pun mendadak kembali lebar. Di jam tidur seperti ini jalanan kota lumayan lengang, dia bisa membawa mobilnya dengan kecepatan penuh. Sehingga tidak membutuhkan waktu lama dia bisa segera sampai di gedung jangkung tempat di mana Syilla tinggal.
Alfa memarkirkan mobil di depan halaman gedung, tidak seperti biasanya ke lantai basemen. Yang dia pikirkan hanya ingin segera sampai ke unit Syilla berada. Setengah berlari dia memasuki lobi, dan langsung berbelok menuju deretan lift yang ada di sebelah kiri lobi. Ah, menyebalkan. Lift yang dia naiki terasa begitu lama bergerak ke atas. Sesekali dia menengok arlojinya. Dua puluh menit berlalu, Alfa makin cemas. Dia berusaha menghubungi ponsel Syilla. Tapi, tidak ada tanda-tanda wanita itu akan mengangkatnya. Alfa makin gusar. Beruntunglah, akhirnya tak lama dia sampai juga ke lantai di mana unit Syilla berada. Dengan langkah lebar dia menapaki lorong-lorong unit. Dan, tidak mau menghabiskan banyak waktu, Alfa langsung menekan password apartemen begitu sampai di hadapan pintunya.
Saat pintu berhasil dia buka, telinganya menangkap suara desahan yang sangat dia kenali.
"Sialan!" Alfa bergegas melangkah masuk, dan di atas sofa dia melihat Syilla tengah menengadahkan kepala dengan mata terpejam. Sementara itu, seorang pria yang Alfa ketahui sebagai teman kekasihnya, berada di atas Syilla seraya mencumbu leher jenjang wanita itu.
Kemarahan Alfa kontan tersulut, dia melangkah cepat dan langsung menjambak rambut pria yang berani menyentuh kekasihnya itu.
"Enyah lo dari situ, Bajingan!" tangan Alfa meremas rambut Jimmy dengan kasar hingga cumbuannya terlepas. Dan, detik berikutnya bogemnya melayang menghantam wajah pria yang berprofesi sebagai dokter itu.
Syilla terkejut dan bergerak mundur. Matanya melebar ketika melihat Alfa dengan muka memerah menggasak Jimmy dengan pukulan bertubi-tubi.
"Berengsek! Anjing! Beraninya lo nyentuh Syilla saat dia mabuk. Rasakan ini!" Alfa kembali menghantamkan kepalan tangannya yang keras.
"Heh! Kenapa lo mukul gue? Syilla—"
"Tutup mulut lo, Bangsat!"
Jimmy terpekik saat dia kembali mendapat pukulan di area perut. Pria di hadapannya seperti sedang kerasukan iblis. Dia tidak berdaya melawan lantaran serangan yang Alfa lancarkan begitu sangat tiba-tiba. Wajahnya babak belur. Perutnya juga terasa nyeri. Dia terkapar di atas lantai menahan sakit.
Tidak cukup sampai di situ saja. Setelah membuat Jimmy tak berdaya, Alfa lantas menyeret pria itu keluar dari unit.
Jimmy tersungkur di depan pintu unit. Bahkan Alfa memberinya bonus satu tendangan lagi sebelum dia kembali masuk dan membanting pintu keras-keras.
Dengan napas naik turun Alfa menghampiri Syilla yang tengah merebah di atas sofa dengan mata terpejam. Wanita itu tadi sedikit ketakutan melihat kekalapan Alfa.
"Syilla," panggil Alfa.
Syilla sontak membuka mata lantas segera bangun. Dia tertegun melihat Alfa mendekat. Kata-kata yang ingin dia keluarkan tercekat di tenggorokan. Dia berhasil mendapat kesadarannya kembali saat tiba-tiba saja Alfa datang tadi. Bahkan dia terkejut kepada dirinya sendiri yang ternyata sedang bercumbu dengan Jimmy alih-alih Alfa.
"Di mana saja dia menyentuhmu?" tanya Alfa duduk di sebalah Syilla. Tangannya terangkat, lalu ibu jarinya menyentuh bibir wanita yang masih saja terdiam itu. "Apa di sini?" turun ke bawah, Alfa menyibak helaian rambut Syilla yang terurai menutupi leher. Dia melihat bercak merah di sana. "Sial!" Emosinya yang baru saja mereda kembali naik. Rahangnya mengetat.
Alfa beranjak berdiri dan berniat memberi pria berengsek itu pelajaran lagi. Namun, ketika hendak bergerak pergi, tangan Syilla segera mencekalnya.
"Jangan, Al." Syilla mendongak menatap Alfa dengan tatapan memohon. "Aku takut kamu kenapa-kenapa. Maafin aku."
Melihat tatapan memohon Syilla, Alfa menarik napas panjang lantas kembali duduk. "Tapi dia berani berbuat seperti itu ke kamu. Gimana bisa kamu—arggh!" Alfa meremas rambutnya kesal.
"Maaf." Syilla menunduk dalam seraya menggigit bibir. Dia sangat merasa bersalah.
Alfa menoleh, menatap kacau Syilla yang tertunduk dengan bahu bergetar. Wanita itu menangis. Meskipun Alfa kesal dengan kecerobohan kekasihnya, dia tidak tega memarahinya. Menarik napas sekali lagi, dia akhirnya menarik Syilla ke dalam pelukannya.
"Jangan diulangi mabuk seperti ini lagi. Itu akan merusak otakmu," ucapnya pelan. Alfa bisa merasakan wanita dalam dekapannya itu mengangguk. "Kita menikah saja."
Untuk beberapa saat hening tercipta begitu Alfa mengatakan hal itu. Namun, tak lama kemudian Syilla tampak melepas pelukan Alfa.
"Menikah? Tapi, Lyra dan Reksa juga akan menikah."
"Setidaknya kita menikah secara agama dulu. Aku nggak mau kejadian kayak gini terulang lagi," sahut Alfa menatap lekat wajah cantik di depannya.
Meskipun masih sedikit ragu, Syilla lantas mengangguk.
Alfa tersenyum kecil, tangannya menyelinap ke belakang leher Syilla. "Malam ini, biarkan aku menghapus jejak bajingan itu."
Mata Syilla sontak terpejam saat Alfa menyambar bibirnya dengan cepat dan lahap. Lidah lelaki itu bahkan memaksa menerobos masuk ke dalam mulutnya dan menjelajah di sana.
Alfa tidak rela ada jejak lelaki lain di sana. Dari bibir, dia turun ke leher jenjang wanitanya. Bercak merah yang sempat dilihatnya tadi, ditimpa dengan jejaknya sendiri. Tidak peduli dengan ringisan Syilla yang menahan sakit. Alfa terus mencecap dan menggigit, meninggalkan jejak basah di seluruh permukaan kulit Syilla.
❤️❤️❤️
Hayoloh, mau ngapain kira-kira mereka. Ah! Syilla cari gara-gara aja, jadinya diajak nikah kan.
Yuk, jangan lupa ramaikan dan sebarkan. Biar tambah rame dan berbondong-bondong datang. Lapak ini soalnya masih sangat sepi.
Oh, ya yang baca In Between di Fizzo udah sampai bab berapa. Kayaknya anteng-anteng aja. Nggak seperti di WP atau PF lainnya ya. Di sana aku nggak bisa tahu komenan teman-teman. Nggak bisa ngecek juga karena nggak ada notif. Tapi Big thanks banget yang udah mau baca kisah Kalila dan rombongannya. Love you pull sebukit.
Publish, 21 November 2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro