sebelas
* u/ swa_time dan lovaa27 yang menunggu notif up, makasih yaa~ & fruiteapel yang sepikiran sama andin *
Andin menatap bosnya dan untuk sesaat, gadis itu nyaris kehilangan kesabaran. Sudah jelas-jelas ia mengatakan pada bosnya bahwa ia sedang mencari kamar kecil, lalu mengapa Sebastian malah membawanya ke kamar tidur pria itu? Pikiran Andin sebelumnya tentang keinginan bosnya untuk mengklaimnya sebagai salah satu penaklukan laki-laki itu muncul kembali. Sudah pasti hal itulah yang ingin dilakukan playboy kurang ajar ini. Pria itu pasti sedang berusaha merayu Andin untuk tidur dengannya.
Benar-benar kurang ajar!
Rahang gadis itu mengeras tatkala ia mencoba untuk menenangkan dirinya dengan mengatakan pada dirinya sendiri bahwa jika bosnya berani mencoba menyentuhnya, Andin selalu bisa menendang laki-laki itu tepat bagian intim di antara kedua paha Sebastian Ketika gadis itu akhirnya membuka mulutnya, ia cukup bangga pada dirinya sendiri karena kata-kata yang ia ucapkan terdengar tenang dan masuk akal. "Kenapa Bapak membawa saya ke sini?"
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, laki-laki itu meraih tangan Andin dan hendak menyeret gadis itu namun Andin menahan tubuhnya kuat-kuat dan menolak untuk mengikutinya. "Apa yang sedang Bapak lakukan, Sir?" Ia secara halus menambahkan 'Sir' dalam kalimatnya dengan harapan untuk mengingatkan Sebastian bahwa pria itu adalah bosnya dan bahwa ini apa yang ia coba lakukan adalah hal yang tidak pantas.
"Bukankah kau bilang kau ingin pergi ke kamar kecil?" Sebastian bertanya seolah-olah Andin baru saja menanyakan pertanyaan paling bodoh. Ia melepaskan tangan gadis itu kemudian menunjuk ke pintu di sebelah kirinya. "Kamar mandi ada di situ." Kemudian sambil tersenyum kecil, pria itu menambahkan, "Anggap saja rumah sendiri."
Andin menggumamkan ucapan terima kasihnya lalu bergegas ke kamar mandi sebelum pria itu menyadari betapa merah wajah gadis itu akibat malu bercampur marah. Begitu ia menutup pintu di belakangnya, Andin segera menyalakan lampu dan mengembuskan napas lega. Cahaya dari chandelier menyinari lantai marmer putih.
"Ya amplop! Siapa juga yang meletakkan lampu gantung di kamar mandi?" Andin berbisik pada dirinya sendiri sembari menggelengkan kepala. Rupanya, jawaban dari pertanyaan itu adalah Sebastian Summers. Laki-laki itu memiliki terlalu banyak uang sampai-sampai kamar mandi saja dihiasi oleh lampu gantung.
Walk-in closet-nya saja sebesar kamar mandi Andin di rumah sedangkan kamar mandi pria itu bahkan lebih besar dari dapur Andin. Segala sesuatu di sana, dari sabun batangan hingga bak mandi dan bilik pancuran, lebih mewah dari apa pun yang pernah dilihat gadis itu - dan sebagai sekretaris Sebastian, Andin telah bepergian bersamanya ke banyak tempat dan mengunjungi banyak hotel bintang lima namun tidak ada yang semewah ini. Andin menarik napas dalam-dalam lalu mencoba berhati-hati selama berada di kamar mandi itu. Ia takut apabila tidak sengaja merusakkan barang mewah pria itu dan harus potong gaji.
Tak lama setelah Andin mencuci tangan, ia membuka pintu dan berjalan keluar dari kamar mandi. Napasnya tercekat di tenggorokan begitu ia melihat bosnya tengah bersandar di dinding tidak jauh darinya. Sebastian bergerak perlahan-lahan seperti macan tutul yang sedang mengincar mangsanya, menutup celah di antara keduanya sampai gadis itu lagi-lagi dapat mencium aroma aftershave-nya. Pria itu berhenti sejenak, matanya yang dalam bertemu dengan mata Andin dan gadis itu berjuang untuk tetap diam. Andin menolak untuk terintimidasi.
"Terima kasih telah mengizinkan saya menggunakan kamar mandi Bapak. Lain kali, Bapak bisa membawa saya ke kamar mandi untuk tamu saja, tidak perlu kemari."
Sebastian mengangkat satu bahu seolah itu tidak masalah. "No worries."
"Sebaiknya saya pergi sekarang. Damon pasti mencari saya."
Andin memperhatikan bahwa ketika ia menyebut nama Damon, mata Sebastian berubah beberapa tingkat lebih gelap.
"Apakah kau tahu sudah berapa lama sejak terakhir kali aku berhubungan seks?" Pria itu menggumamkan pertanyaannya dengan sangat ringan seolah-olah ia baru saja mengatakan 'apa kabar' atau bertanya tentang cuaca. "Kurasa sudah lebih dari sebulan aku tidak berhubungan seks. Gimana kalau kamu?"
"A-apa?" Andin menelan ludah lalu dengan perlahan mundur selangkah. Kemudian seolah-olah gadis itu tidak mendengar apa pun yang baru saja bosnya katakan, Andin mengulangi kalimatnya lagi. "Saya akan kembali ke pesta sekarang. Sekali lagi terima kasih, Sir."
Tangan Sebastian menangkap pergelangan tangan gadis itu. "Bagaimana denganmu? Sudah berapa lama sejak terakhir kali kau merasakan seks yang nikmat?"
Karena kini Andin tidak bisa lagi berpura-pura bahwa ia tidak mendengar pertanyaan Sebastian, gadis itu menegakkan bahunya dan menatap tangan Sebastian yang masih berada di pergelangan tangannya dengan tatapan sedingin kutub utara. "Ini sangat tidak pantas."
"Masa?" Mata pria itu menyipit kemudian pria itu tersenyum. "Kau berada di sini itu juga tidak pantas. Namun saat kau sibuk di kamar mandi, aku justru menghabiskan waktuku membayangkanmu di tempat tidurku. Kurasa at this point, pantas atau tidak pantas itu tidaklah penting lagi."
Andin merasakan rasa pahit di bagian belakang tenggorokannya. Apakah Sebastian benar-benar berpikir bahwa ia dengan mudahnya bisa membawa Andin ke sini dan merayunya untuk melakukan hubungan seksual di tempat tidurnya? Gadis itu belum pernah merasa begitu terhina dalam hidupnya dan sebelum ia bahkan menyadari apa yang ia lakukan, tangannya sudah melayang dan mendarat di wajah bosnya yang angkuh itu, meninggalkan bekas merah di pipi kanan Sebastian. Untuk sedetik, tidak ada yang bergerak dan terlepas dari keceriaan dan kebisingan dari pesta di bawah, seluruh kamar tidur menjadi sunyi senyap. Keduanya tampak benar-benar terpana dengan tindakan Andin barusan. Gadis itu sendiri tidak percaya bahwa ia baru saja menampar bosnya sementara Sebastian tidak percaya bahwa sekretaris profesional mungilnya benar-benar menamparnya.
Andin akhirnya menemukan suaranya kembali dan dengan sedikit terbata-bata, gadis itu berkata, "Seharusnya saya tidak melakukan itu." Ia masih terkejut dengan perbuatannya sendiri karena belum pernah ia melakukan hal seperti itu dalam hidupnya. Andin adalah gadis yang tidak menyukai kekerasan dan saat ini, ia terkejut bukan main karena telah menampar bosnya, meskipun bosnya memang pantas mendapatkan tamparan itu karena sudah mengatakan kata-kata yang tidak sopan dan tidak pantas.
"Mungkin seharusnya tidak," Sebastian setuju kemudian mengangkat bahu. Tangannya terulur dan menyentuh bekas merah di pipinya lalu tangannya turun dan memegang tangan Andin. "Siapa yang tahu kalau tangan sekecil ini bisa memukul amat sangat keras."
Andin berusaha menarik tangannya dari cengkeraman Sebastian tetapi pria itu memegangnya dengan kuat sehingga usahanya pun gagal total. "Pak, saya minta maaf telah memukul Bapak, tetapi Bapak bertingkah aneh sepanjang malam. Dan apa-apaan dengan pertanyaan-pertanyaan Bapak barusan? Kata-kata Bapak sangat tidak sopan, tidak pantas, dan memprovokasi. Itulah yang menyebabkan saya menampar Bapak."
"Says someone who has been provoking me for the last five years," ujar Sebastian lembut.
Mata Andin melebar kemudian cepat-cepat ia mengalihkan pandangannya. "Saya harus pergi. Saya benar-benar minta maaf."
"Jika kau memang menyesal, are you going to kiss it better?" Tatapan pria itu menantang Andin.
Andin menggelengkan kepalanya. "Seperti yang Bapak katakan, saya berada di sini itu tidak pantas, apalagi jika saya memberi kecupan pada pipi Bapak."
"Apakah kau menyadari bahwa aku telah mengenalmu selama empat tahun, hampir empat tahun lamanya, namun aku belum pernah menciummu?" Tatapan pria itu beralih dari mata Andin ke mulutnya yang ranum.
"Maaf saja jika hal itu telah melukai harga diri Bapak," kata Andin dengan nada sarkasme.
Sebastian tertawa kecil seolah-olah pria itu tidak percaya pada kata-kata gadis itu. "Yang benar saja?"
Andin mundur satu langkah dan menarik tangannya dari genggaman Sebastian, tetapi bukannya melepaskan, Sebastian justru menyentaknya ke depan, menarik tubuh Andin ke arahnya. Andin meletakkan tangan yang tidak sedang digenggam pria itu di dada Sebastian dan mendorong pria itu menjauh tetapi tubuh pria itu tetap tidak bergeming. Bahkan satu inci pun tidak. Andin dapat merasakan kekuatan otot-otot Sebastian di bawah telapak tangannya. "Biarkan saya pergi, Sir."
Mengabaikan permintaan Andin, tangan Sebastian yang lain melingkari pinggang gadis itu. Tangannya mengelus-elusnya seolah berusaha menenangkan Andin. "Kenapa kau selalu melakukan ini? Setiap kali aku dekat denganmu, kau selalu menjauh." Sebastian menundukkan kepalanya sampai wajahnya hanya berjarak satu napas dari wajah Andin. "Apakah kau selalu bereaksi seperti ini pada semua pria? Karena menurutku jawabannya adalah tidak."
"Tidak, hanya padamu, Bos," ujar Andin sengaja bermaksud menyinggung Sebastian.
Namun alih-alih merasa tersinggug, bibir Sebastian melengkung membentuk seringai berbahaya. "Bos? Aku ingin tahu apakah kau masih akan memanggilku seperti itu di atas ranjang."
"Ini tidak benar. Ini benar-benar tidak pantas!" Andin berteriak, mencoba meyakinkan Sebastian dan tubuh Andin sendiri yang berkhianat bahwa berada sedekat ini dengan Sebastian - dimana jika ia bergerak satu inci saja, bibirnya akan bertemu dengan bibir pria itu - adalah hal yang tidak pantas dan salah. Pria ini adalah bosnya, ya amplop! Tidak seharusnya mereka berada di kamar tidur pria itu dan berdiri sedekat ini!
Sebastian menyisihkan sehelai rambut di pelipis Andin dan kemudian jari-jarinya bergerak untuk membelai pipi gadis itu. "I am rarely proper, Andin." (aku jarang bertingkah pantas, Andin)
Andin hampir tidak punya waktu untuk memahami arti dari kalimat pria itu ketika Sebastian menunduk dan mengulum bibir ranum gadis itu dengan lembut, merayu bibirnya untuk membuka dan memberi jalan bagi lidah pria itu untuk masuk. Tangan kekar pria itu menjelajahi ke bawah tubuh Andin dalam gerakan intim yang belum pernah Andin alami sebelumnya. Kulit kuning langsat gadis itu menghangat di tempat manapun yang Sebastian sentuh. Ia menggeliat dan mencoba melepaskan diri dari pria itu sebelum tubuhnya benar-benar meleleh dalam pelukan Sebastian. Jantung Andin berdetak lebih cepat dan lebih cepat setiap detiknya. Ini gila. Gadis itu telah bermimpi tentang bagaimana rasanya dicium oleh Sebastian dan sekarang bibir pria itu sungguh-sungguh menempel di bibirnya! Pikirannya menjadi kosong dan ia bahkan tidak bisa memikirkan apa pun karena ciuman ini jauh lebih baik daripada apa pun yang bisa dia bayangkan.
Menjadi salah satu penaklukannya.
Kata itu membuat tubuh Andin mendingin seketika. Meski terengah-engah, gadis itu mulai memprotes di bawah bibir Sebastian. Akhirnya, pria itu mengangkat kepalanya dengan gerakan lambat dan enggan. Keduanya saling menatap dalam diam dan gadis itu bisa mendengar jantungnya berdetak kencang.
Dengan nada rendah dan serak, Sebastian bergumam, "Aku sudah lama ingin melakukan itu."
Andin bisa merasakan jantungnya berdetak kencang. Ia melihat tatapan pria itu menggelap dan ia tidak yakin apakah pria itu berkata jujur atau tidak. Dengan tekad bulat, Andin berusaha menenangkan tubuhnya dan perlahan napasnya kembali ke ritme normal. Sekali lagi, gadis itu berkata, "Saya harus pergi."
Dan kali ini, Sebastian membiarkan gadis itu menarik diri dan pergi.
* * * * * * *
A/N: maapkeun, bab kali ini lebih panjang dari biasanya. tadinya mau A potong tapi kok rasanya aneh kalo dipotong di tengah2 jadi yaudah lah ya.
hepi sewu votes~~ bab selanjutnya langsung cusss up yakkk jangan lupa di vote & komen
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro