Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

dua puluh sembilan



Pria itu tersenyum pada asisten toko dan menunjuk pada salah satu bikini yang dipajang di manekin. "Yang itu kukira cocok. Bisakah kau ambilkan satu yang sesuai ukuran tubuhnya?"

Mata Andin melebar ngeri saat ia akhirnya bisa melihat sekilas ke arah manekin yang dimaksud bosnya. Dirinya belum pernah memakai sesuatu yang begitu terbuka dalam hidupnya. "Woah, sudah pasti tidak," kata Andin lagi, kali ini lebih keras dan penolakannya lebih jelas.

Namun gadis asisten itu sepertinya tahu siapa di antara mereka berdua yang menjadi bos dan memilih untuk mengabaikan penolakan Andin. Dengan senyum kecil, asisten toko itu pergi hanya untuk kembali dalam sekejap dengan sebuah kotak kecil. Ia kemudian membawa Andin ke kamar pas kecil untuk mencoba bikini secara pribadi.

Ketika Andin tampak enggan mengikuti asisten toko, Sebastian mencondongkan tubuh ke depan, bibirnya sedikit menyentuh telinga gadis itu saat ia berkata dengan suara rendah yang hanya bisa didengar oleh Andin. "Atau kau ingin aku yang memakaikannya untukmu?"

Andin merasa pipinya terbakar. "Listen, Sir, saya tidak bisa memakai itu," protes Andin enggan.

"Oh, ayolah. Coba dulu baru kau putuskan," kata pria itu dengan nada bosan sambil mendorongnya ke kamar pas. Begitu Andin berada di dalam, pria itu menyodorkan kotak itu ke tangannya dan menutup tirai tanpa basa-basi.

Andin melihat pantulan dirinya di cermin panjang beberapa saat kemudian dengan rasa tidak percaya. Bahan sutra warna merahnya terlihat seperti bayangan di atas kulit kuning langsat Andin. Tali sutra halus menghubungkan dua cup kecil di bagian atas, memperlihatkan payudaranya yang lembut dan kencang. Celana bikini itu diikatkan di pinggul dengan cara yang sama dan meninggalkan imajinasi yang nyata. Sejujurnya, Andin tidak pernah merasa lebih telanjang daripada sekarang.

"Apakah kau sudah mencobanya?" Ia mendengar suara Sebastian.

"Ya," jawabnya tak lama kemudian.

"Dan?" ucap pria itu lagi.

"Dan keputusannya masih sama. Saya tidak bisa memakai sesuatu seperti ini!"

Ada jeda dua detik sebelum ia mendengar pria itu berbicara lagi. "Tunjukkan kepadaku."

"Absolutely not!" jawab Andin segera, suaranya bergetar karena panik.

Seolah-olah dirinya tidak baru saja mengucapkan protesnya, pria itu menarik tirai dengan suara gemerincing akibat gantungan tirainya, gadis itu mundur dan berharap tanah bisa menelannya tubuhnya saat itu juga. Mata biru pria itu dengan tajam terkunci pada mata Andin sebelum mulai menatap sosok gadis itu.

"Kau benar-benar mempesona," kata pria itu serak. Kata-katanya seperti belaian. Andin gemetar mendengarnya, dan ingin bersembunyi dari tatapan posesif mata pria itu. Sebastian menatapnya perlahan dari ujung kepala sampai ujung kaki. "Merah sudah pasti warna yang cocok untukmu. Merah terlihat amat bagus padamu."

"Pfft." Gadis itu memutar matanya tidak percaya. "Ya, yang benar."

"Jangan malu dengan tubuhmu," tambah pria itu, tampaknya menyadari bahwa di balik itu semua, gadis itu cukup insecure dengan tubuhnya. Jika Damon bukan orang yang mendorongnya untuk mencoba berbagai gaya yang berbeda sesekali, Andin cukup yakin bahwa dirinya akan mengenakan pakaian kantor dan T-shirt XL hampir sepanjang waktu. "Kau tampak bagus."

"Well, no need to lie now."

"Aku tidak bohong." Alis pria itu menyatu seolah-olah ia sedang mencoba memecahkan pertanyaan matematika yang sulit. "Apakah tidak ada yang pernah memberitahumu bahwa kau cantik?"

Andin dengan gugup menjilat bibirnya dan pria itu memperhatikannya, mengarahkan pandangannya pada gerakan kecil itu dengan cara yang membuat Andin semakin gugup. Sebastian berbalik dan ketika ia akhirnya kembali, pria itu membawa kotak lain di tangannya dan menyerahkannya pada Andin. "Ayo. Coba yang ini juga."

Sebelum gadis itu bisa protes, Sebastian telah menutup tirai dan pergi lagi. Mungkin, pikir gadis itu penuh harap, itu adalah pakaian renang yang tidak terlalu terbuka. Andin membuka kotak itu dan melihat bahwa itu bukan baju renang lain tetapi mantel pantai yang terbuat dari warna dan bahan yang sama dengan bikini itu. Memutuskan bahwa itu mungkin setidaknya menyembunyikan apa yang saat ini ia kenakan, dengan cepat Andin memakainya. Mantel itu memiliki ikat pinggang dan kerah yang menutupi gundukan payudaranya, dan panjangnya sampai ke lutut. Itu tidak membuat Andin sepenuhnya merasa aman tapi setidaknya itu membuatnya merasa tidak telanjang.

Dari balik tirai, Sebastian bertanya dengan nada mengejek, "Apakah kau merasa lebih aman sekarang, Miss Williams?"

Gadis itu bahkan tidak repot-repot untuk menjawab saat ia membuka ikat pinggang dan dengan hati-hati mengemasi pakaian itu. Kemudian ia kembali mengenakan blus dan celana jeans-nya lagi dan keluar dari kamar pas. Andin menemukan bosnya tengah berbicara dengan asisten toko di dekat kasir dan ketika Sebastian menyadari kehadiran Andin, pria itu berbalik.

Andin mengulurkan dua kotak dan hendak memberitahu Sebastian bahwa keputusannya tetap sama ketika pria itu berkata dengan dingin, "Aku sudah membayarnya." Sebastian mengambil kotak-kotak itu dari tangan gadis itu lalu tersenyum pada asisten toko dan mengucapkan beberapa patah kata dalam bahasa Italia yang cepat kepadanya, sebelum akhirnya ia berjalan keluar dari toko itu.

Andin berjalan ke arah Sebastian dan ketika ia akhirnya berhasil menyusul pria itu, ia berdiri tepat di depannya sehingga Sebastian tidak punya pilihan selain berhenti. "Saya bilang saya tidak mau. Mengapa Anda malah membayarnya? Barangkali Anda lupa, Anda itu masih bos saya dan meskipun ini tidak dapat sepenuhnya disebut tidak pantas, tapi tidak bisa disebut pantas juga untuk membelikan karyawan Anda sebuah bikini."

Sebastian menatapnya dengan ekspresi bosan di wajahnya. "Kau akan membutuhkannya besok."

"I'm sorry, tapi sejujurnya saya tidak berpikir Anda memiliki hak untuk mengatakan apa yang saya butuhkan dan apa yang tidak saya butuhkan, Sir," bantah Andin. Dirinya merasa semakin kesal terutama dengan cara pria itu memutuskan sesuatu untuknya - ia tidak akan keberatan jika itu adalah hal yang berhubungan dengan pekerjaan karena secara teknis pria itu adalah bosnya tetapi ini tidak ada hubungannya dengan pekerjaan. Gadis itu merasa bahwa Sebastian melakukan ini untuk kesenangan pria itu semata.

"Oh, aku rasa dalam hal ini, aku yakin aku benar, Miss Williams," balas pria itu tenang.

"Saya tidak setuju. Saya rasa Anda membeli ini dan memaksa saya untuk memakainya hanya sekedar untuk kesenangan Anda saja, Sir."

Sebastian memegang kotak itu dengan satu tangan dan memasukkan tangannya yang bebas ke dalam saku celananya. "Aku tidak membeli ini karena aku suka melihat kau memakainya atau seperti katamu, untuk 'kesenangan diriku sendiri'. Please," pria itu berkata dengan nada mengejek, "jangan menyanjung dirimu terlalu tinggi hanya karena aku mengatakan bahwa kau terlihat menakjubkan."

Andin bisa merasakan pipinya semakin panas tapi tetap saja, ia menolak untuk mundur untuk yang satu ini. Tak satu pun dari mereka berbicara, keduanya saling menatap. Kemudian setelah beberapa detik, Sebastian menghela nafas. "Look, kita harus pergi ke tempat Roberto di pagi hari untuk diskusi lebih lanjut dan mengenalmu dan bagaimana biasanya caramu berpakaian, aku yakin kau tidak membawa pakaian renang."

"Tentu saja tidak, ini adalah perjalanan bisnis."

"Benar. Tetapi pakaian apa pun yang kau kemas tidak akan berguna untuk suhu sepanas ini." Ketika gadis itu tidak menjawab, Sebastian memiringkan kepalanya ke satu sisi dan mengangkat satu alisnya. "Jadi, apakah kita sudah selesai sekarang? Apakah kita sudah sepakat?"

Tangan pria itu meraih lengan Andin dan menariknya dengan enggan ke dalam lift yang terbuka dan pintu-pintu tertutup di belakang mereka. Andin merenggut lengannya dari genggaman pria itu dan menatapnya tatkala gadis itu berkata, "Sebagai catatan, saya di sini bukan sebagai mainan untuk Anda ataupun Roberto. Saya datang untuk bekerja dan saya hanya akan membantu Anda membujuknya untuk menandatangani kontrak dengan kita, bukan untuk merayunya!"

Sebastian bersandar di bagian belakang lift, bibirnya membentuk seringai berbahaya. "Aku tidak pernah menyuruhmu untuk merayunya. Yang aku butuhkan hanyalah kau tersenyum manis padanya, itu saja. Ini akan mempengaruhi suasana hatinya. Dari apa yang aku dengar, Roberto rentan terhadap wanita cantik."

"Apakah Anda benar-benar tidak memiliki moral sama sekali?" Andin bertanya dengan getir. "Kenapa Anda tidak menawarkan dia kesepakatan yang jujur ​​saja?"

"Aku akan menawarkan kepadanya kesepakatan yang jujur." Pria itu menatap Andin dengan tatapan tidak percaya, seolah-olah gadis melakukan sesuatu yang tidak masuk di akal, sesuatu yang seharusnya Andin sudah tahu lebih baik. "Tetapi aku tahu bahwa beberapa orang membeli buku karena sampul bagus yang membuat mereka tertarik pertama kali." Sebastian menatapnya lama, menatapnya penuh pertimbangan sebelum melanjutkan, "Dan aku harus mengatakan bahwa 'sampulmu' sangatlah cantik."

Andin tidak bisa tidak merasa kesal dengan reaksi pria itu.

"Baiklah. Jika Anda bersikeras membeli bikini dan mantelnya maka saya harus membayarnya. Saya tidak ingin menerima hadiah apa pun dari Anda. "

"Aku akan memotongnya dari gajimu bulan ini. Consider it done," kata Sebastian, jelas-jelas tidak terpengaruh oleh penghinaan dalam suara gadis itu.

* * * * * * *


A/N: a lagi galaw nih. bab selanjutnya ada adegan beraninya tapi males dikomplain emak2. mending up seperti biasa dan kasih bintang ato gimana? a mah ngikut pembaca setia sekalian.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro