dua puluh dua
* untuk @carlgibe5 yang bilang harusnya di awal part dikasih warning. 'Dapat menyebabkan kecanduan!' *
ANDIN
Andin tidak tahu bagaimana perasaan Damon pagi itu, tapi hati gadis itu dilanda gelisah luar biasa. Mengapa Sebastian Summers, CEO Summers Entertainment, ingin datang ke pesta pernikahan? Sebastian dan kata-kata pria itu: saya suka pernikahan, asalkan itu pernikahan orang lain.
Pria itu tidak terlalu tertarik dengan pesta pernikahan ini dan hanya ingin membuat Andin gelisah, itu saja. Andin tidak terlalu tahu mengapa Sebastian ingin membuatnya gelisah. Yang ia tahu adalah dirinya tidak pernah merasa begitu gelisah seperti ini. Andin berharap pria itu tidak akan datang, bahwa Sebastian tidak akan muncul di pernikahan Damon. Tidak ada alasan mengapa pria itu harus datang. Meskipun Andin harus mengakui bahwa Sebastian memang menyebutkan sesuatu tentang membela kehormatan gadis itu tetapi itu tidaklah penting. Toh, kenapa Sebastian harus peduli? Andin kan hanya sekretarisnya.
Tatkala Andin duduk di sebelah ibunya, menunggu acara dimulai, gadis itu memikirkan sandiwaranya dengan bosnya selama sepuluh menit berikutnya. Namun, tiba-tiba, Andin menyadari bahwa ada pria bertubuh tinggi yang tengah berjalan menyusuri lorong dan berdiri di jalan masuk bangku mereka. Gadis itu melihat ke arah pria itu, dan isi perutnya berjungkir balik. Dirinya tidak yakin hatinya juga tidak bergejolak. Pria itu telah datang. Sebastian benar-benar datang.
Mata mereka bertemu. Pria itu tampak luar biasa. Tinggi, sangat gagah, mata biru lautnya yang indah dan menenggelamkan, belum lagi wajahnya yang sangat tampan dan mempesona.
"Miss Williams," Sebastian menyapanya.
Andin mengalihkan pandangannya dari Sebastian sejenak dan menemukan suaranya. "Mister Summers, Bapak datang."
"Aku tidak akan melewatkannya," jawab pria itu sambil tersenyum kecil. Kemudian pria itu mencondongkan tubuh ke depan dan berbisik di telinga Andin, "Meskipun kau harus memaafkan aku. Aku harus memanggilmu Andin. Akan lebih meyakinkan seperti itu."
Balasan gadis itu hanya sebuah anggukan sebelum dirinya menoleh ke ibunya yang tengah mendengarkan dan memperhatikan interaksi singkat mereka daripada yang biasanya dilakukan orang lain. Jelas bagi Andin bahwa dirinya harus memperkenalkan Sebastian pada ibunya.
"Sebastian," Andin memasang senyum di wajahnya dan melanjutkan, "Kurasa kau belum pernah bertemu ibuku, Eleanor. Bu, ini Sebastian Summers, te-temanku."
"Senang berkenalan dengan Anda, Nyonya Williams." Sebastian dengan ramah berjabat tangan dengan ibu Andin dan kemudian berjalan di lorong depan Andin dan duduk di samping gadis itu. Kemudian pria itu membungkuk dekat ke telinga Andin, dan bertanya, "Di mana mantan pacarmu itu?"
"Um," jawab Andin, yang menyadari bahwa pria itu duduk begitu dekat dengannya dan membuatnya tidak bisa berkata-kata.
"Hm?" bisik Sebastian membuat jantung gadis itu berdebar-debar lagi.
Gadis itu ingin menjauhkan kepalanya yang terlalu dekat dengan pria itu, tetapi ia tidak bisa membiarkan orang lain mendengar apa yang akan ia katakan. "Aku, um, perlu berbicara denganmu tentang hal itu. Ini agak mendesak," kata Andin dengan suara pelan supaya tidak terdengar oleh ibunya.
"Bagaimana kalau kita pergi ke luar sebentar?" pria itu berkata dengan lembut, jelas-jelas mengetahui bahwa Andin tidak ingin ada yang mendengar.
Kemudian mereka berdua pamit keluar dan keluar dari ballroom. "Ada apa?" tanya pria itu begitu mereka berada di luar jangkauan pendengaran siapa pun.
"Damon bukan mantan pacarku."
"Oke," jawab pria itu, alisnya menyatu membentuk sebuah garis. "Lalu siapa dia?"
"Dia sahabatku," jawab Andin jujur dan langsung merasa lega. Seperti ada beban besar yang terangkat dari pundaknya. Bagi orang yang tidak suka berbohong, menyimpan kebohongan amatlah tidak mengenakkan dan membuatnya gusar.
"Ah, itu masuk akal sekarang. Thorny dan aku merasa agak aneh bahwa Damon telah menemukan penggantimu dan berhasil bertunangan dalam waktu kurang dari seminggu."
"Thorny?"
"Nama panggilanku untuk Tony, kakakku. Istrinya suka memanggilnya Thorny dan kami semua memanggilnya begitu hanya untuk menggodanya. Atau kadang kita panggil dia Thor." Sebastian terkekeh saat mengingat itu lalu mengalihkan fokusnya kembali pada gadis itu. "Kenapa kau tidak memberitahuku bahwa dia adalah sahabatmu?"
Andin tidak yakin harus mengatakan apa. Bagaimana dirinya bisa mengatakan kepada Sebastian bahwa ia hanya melakukan itu karena bosnya mengejek dengan mengatakan Andin pasti berkencan dengan seorang akuntan atau penasihat pajak? Bahwa dirinya dianggap membosankan. Harga dirinya akan terluka jika ia mengakuinya.
"Ada apa?" Ada nada khawatir dalam suara pria itu ketika ia kembali bertanya. "Apakah kau baik-baik saja?"
"Ya."
"Tidak apa-apa, Miss Williams. Kau tidak perlu memberitahukan alasanmu padaku. Aku yakin apapun itu, kau memiliki pertimbanganmu sendiri."
"Terima kasih," kata Andin lega. "Aku harus memperingatkanmu bahwa ibuku mungkin berpikir bahwa kita lebih dari-" pipinya memanas. "Yah, kau tahu. Dia mungkin mengira kau benar-benar pacarku."
"Tunangan, lebih tepatnya." Sebastian tersenyum angkuh dan setelah melihat Andin terdiam, pria itu menambahkan, "Aku bercanda. Kita bisa berhenti bersandiwara sebagai sepasang tunangan jika kau mau."
"Tidak, menurutku yang terbaik adalah jika kau berpura-pura menjadi pacarku. Ibuku cenderung menjodohkanku dan aku benar-benar tidak berminat untuk datang ke kencan buta." Apalagi setelah apa yang terjadi dengan dirinya dan Leroy. Andin bertemu dengan Leroy melalui salah satu kencan buta yang direncanakan oleh ibunya.
Mereka berjalan kembali ke ballroom lalu menuju tempat duduk mereka di sebelah ibu Andin. Setelah mereka duduk, kepala pria itu mendekat, dan yang membuatnya takjub, pria itu tiba-tiba menyisir rambut Andin dan mencium pipinya. "I'm sorry, Love," gumamnya, "aku tadi lupa memberikan ciuman untukmu saat pertama menyapamu."
Sekujur tubuh Andin menegang karena terkejut. Pria itu sedang mempermainkannya, Andin tahu itu. Dan, setelah apa yang Andin minta untuk Sebastian bersandiwara sebagai pacarnya, tidak ada satu hal pun yang bisa gadis itu dapat lakukan tentang itu! Andin menjauhkan kepalanya, keluar dari jangkauan Sebastian dan memberi pria itu tatapan dingin. Pria itu justru tersenyum seolah Andin telah melemparkan tatapan asmara ke arah Sebastian.
Andin tidak diganggu selama satu menit penuh sebelum ibunya mulai menyenggol tulang rusuknya dan berbisik, "Apakah hubungan kalian serius?"
"Apa?"
"You and your man."
Ya amplop! Andin bahkan tidak bisa menyebut seseorang seperti Sebastian sebagai pacarnya. Andin merasa paling sulit berbohong kepada ibunya. "Aku sedang menjajaginya."
Andin berusaha menyelamatkan diri sebelum ditanya-tanya lebih jauh namun gadis itu melihat ibunya tersenyum dan kemudian benar-benar terkikik gembira . Sesaat kemudian terdengar alunan Richard Wagner di udara, dan semua orang pun berdiri.
********
Ketika orang sedang bersenang-senang, waktu berlalu dengan cepat. Para tamu ngobrol dan memperbaharui kenalan lama hingga tiba waktu makan dan pidato. Tapi sepertinya tidak ada waktu yang tepat bagi Andin untuk melakukan percakapan pribadi dengan pria yang seharusnya menjadi pacarnya hari ini.
Sebastian duduk di antara Andin dan ibunya di meja makan, dan Andin harus memuji Sebastian dalam hati karena pria itu selalu memastikan bahwa ibu Andin tidak terabaikan dalam percakapan. Selain itu pria itu juga bersikap menyenangkan dan ramah. Terkadang Andin merasa terkejut bagaimana bosnya yang dingin dan acuh tak acuh bisa begitu perhatian.
"Jadi," kata Damon menarik Andin ke samping begitu pria itu berhasil melarikan diri setelah dikelilingi oleh keluarga dan teman-teman yang memberinya selamat sepanjang hari. "Bagaimana kabarmu dan Sebastian? Apa kalian berdua mulai dekat?" Damon menggoyangkan alisnya menggoda, ada kenakalan tersirat di matanya yang gelap.
"Oh, please. Kita baik-baik saja, tetapi tidak lebih dari itu."
Damon mengangkat satu alisnya dan menatap sahabatnya dengan tidak percaya. "Apakah kau yakin? Dia tampak seperti suami yang setia dari tempatku berdiri. Dia bahkan memperhatikan ibumu, bukan?"
Andin menghela napas berat. Bagaimanapun juga, tebakan Damon memang tepat sasaran. "Dia hanya bersandiwara saja," ujar Andin. "Tapi itu tidak mengubah apapun, Dee. Dia tetap bosku."
"Trus kenapa?" Damon mengangkat bahu. "Kau akan meninggalkan perusahaan dalam dua setengah bulan. Dan jika dia benar-benar mencintaimu dan kau juga mencintainya, maka tidak ada yang salah. Kalian berdua sudah dewasa."
"Ayolah, Dee. Kita sudah membicarakan ini semalam. Dia dan aku tidak akan pernah cocok."
"Kenapa tidak?" Damon meletakkan satu tangan di pinggangnya dan memberi Andin tatapan menuduh seolah-olah Damon adalah ibu Sebastian dan merasa tersinggung dengan pernyataan gadis itu. "Jika kau mengatakan sesuatu seperti kau tidak secantik mantan mantan pacarnya maka aku akan benar-benar marah karena kau, Darling, sangat cantik!"
"Yang benar saja."
"Mulailah percaya karena itu adalah fakta. Dan lagi kau cantik luar dalam dan aku tidak mengatakan itu hanya karena aku sahabatmu."
* * * * * * *
Setelah Andin selesai menggunakan toilet, ia lalu meletakkan dompetnya di meja di samping wastafel sambil mencuci tangannya. Dari semua pria di dunia ini, mengapa tubuhnya harus bereaksi pada Sebastian? Gadis itu tidak membodohi dirinya sendiri dengan berpikir bahwa apa yang ia rasakan untuk pria itu adalah cinta. Ia tidak mencintainya lebih dari pria itu mencintainya. Apa yang mereka miliki di antara mereka tidak lebih dari nafsu. Nafsu intens yang membakar dan bergairah tetapi akhirnya akan padam dengan cepat. Gadis itu mengeringkan tangannya dan menatap bayangannya sendiri di cermin. Ia tidak membutuhkan komplikasi semacam itu dalam hidupnya. Andin tahu apa yang dia inginkan. Ia punya rencana, dan pria itu adalah satu-satunya orang yang bisa merusak semuanya. Yang terbaik adalah menghindari Sebastian sampai dua setengah bulan selesai dan ia akan benar-benar terbebas dari pria itu. Meskipun terbukti lebih sulit dilakukan daripada perkiraannya. Terutama ketika pria itu berdiri di lorong di seberang kamar mandi, menyandarkan punggungnya ke dinding. Pintu kamar mandi terayun menutup di belakang gadis itu, dan tatapan tajam pria itu dari kejauhan membuat gadis itu kakinya terpaku ke lantai tempatnya berdiri.
"Apakah Bapak mencari toilet pria?" Andin bertanya, sedikit bingung menemukan pria itu di sana.
Sebastian menggelengkan kepalanya. "Aku sedang mencarimu. Dan lagi, jangan panggil aku seformal itu. Aku adalah pacarmu hari ini."
"Oh." Andin tertegun sejenak. Sudah lima tahun dirinya bersikap formal dengan pria itu, ini akan menjadi pengalaman baru untuk berbicara kasual dengannya. "Apakah kau membutuhkan sesuatu?"
Tatapan pria itu turun ke tenggorokannya. "Ya."
Terasa saraf kecil menggelitik perutnya, dan Andin memaksa dirinya untuk berjalan ke arah pria itu. "Apa yang kau butuhkan?" Andin bertanya dengan curiga, matanya yang tajam mengamati perubahan suasana hati pria itu.
"Aku akhirnya menemukan ide bagimu untuk membayarku sebagai imbalan atas bantuanku menghalau pria yang tidak diinginkan itu. Mantan pacarmu, itu," kata Sebastian perlahan. "Tapi ... kau tidak harus setuju, oke? Jika kau tidak ingin melakukannya, tidak apa-apa."
"Oke," jawab Andin, dahinya berkerut. "Aku mendengarkan."
"Akan ada pesta untuk merayakan ulang tahun adik perempuanku dan ibuku akan datang ke pesta ini. Sebenarnya, saat ini ia sedang naik pesawat dari London." Pria itu memasukkan tangannya ke dalam sakunya, mata birunya yg dalam masih tertuju pada Andin. "Ibu selalu menceramahiku tentang berumah tangga selama beberapa waktu, dan kau tahu ibuku, ia pasti memiliki daftar gadis muda yang memenuhi syarat untuk dijodohkan padaku. Aku cukup yakin dia telah mengundang mereka ke pesta Clara. Jadi, apakah kau bersedia berpura-pura menjadi tunanganku di pesta itu?"
Ketika melihat ekspresi Andin yang tampak tidak yakin, Sebastian cepat-cepat menambahkan, "Jika aku datang dengan seorang tunangan, mereka akan mundur. Kau tahu bahwa aku sudah menikah dengan bisnisku. Dengan ekspansi dan lainnya, aku benar-benar tidak punya waktu untuk menikah dan anak-anak. Ibuku tidak akan mengerti itu, tapi aku tahu kau akan mengerti. Jadi bagaimana, Andin?"
"Itu hal besar yang kau minta dariku," Andin akhirnya menjawab, mengerutkan kening.
"Aku tahu," kata Sebastian dengan anggukan. "Tidak hanya berhadapan dengan satu mantan saja. Kau akan bertemu seluruh keluargaku. Aku mengerti jika kau tidak mau melakukannya."
"Aku memang tidak mau." Andin menarik napas dalam-dalam lalu melanjutkan, "Tapi aku berhutang budi padamu. Kau telah membantuku dengan Leroy dan kemudian hari ini dengan ibuku. Jadi, kurasa aku bisa menjadi teman kencanmu untuk satu malam lagi."
"Kau akan melakukannya?" pria itu bertanya lagi. Matanya melebar tatkala ia menunggu jawaban gadis itu.
"Against my better judgment, yes," jawabnya.
"Terima kasih!" seru pria itu, mengejutkannya.
"Kapan pesta ulang tahun ini?"
"Pada hari Sabtu," Sebastian memberitahunya. "Aku akan menjemputmu jam enam. Pestanya akan diadakan di rumahku. Clara yang berulang tahun, jadi dia bisa memilih di mana pun dia ingin pestanya diadakan."
"Kau tidak perlu menjemputku." Andin menarik napas dalam-dalam. "Aku bisa menyetir sendiri ke sana."
"Tidak, Andin, aku bersikeras."
"Baiklah. Jika kau berkata begitu, Sir."
Sebastian maju selangkah sementara Andin mundur selangkah. Sebastian mendorong gadis itu ke pintu kamar mandi dan meletakkan tangannya di kedua sisi kepala Andin. "Ingat, Andin, aku bukan bosmu. Setidaknya bukan saat kita seharusnya menjadi sepasang kekasih. Jadi hilangkan sebutan 'Sir'. Aku Sebastian untukmu."
"O-oke."
"Oke, what?" Pria itu memiringkan kepalanya, aroma aftershave-nya menerpa gadis itu.
"Oke, Tian."
"Tian?" Sebastian menaikkan sebelah alisnya. "Hmm, belum pernah ada yang memanggilku dengan sebutan itu. Apakah itu nama panggilan khusus untukku?" Bibirnya melengkung membentuk sebuah senyum nakal. "Baiklah kalau begitu, Ndin. Aku akan menjemputmu hari Sabtu. Jam enam sore."
Kemudian pria itu melangkah mundur dan mulai berjalan pergi, meninggalkan gadis itu benar-benar kewalahan dan terengah-engah bak lari maraton.
* * * * * * *
A/N: 2 bab jadi 1 lagi nih, jadi kebiasaan lama2. pak bos sudah ketemu sama calon bumer, terus next nya andin ketemu keluarganya pak bos. kira2 apa yang bakal terjadi hayooo~~ oh ya mau nanya, kalo ada make-out session gitu mending dikasih (*) juga atau kagak? takut kalo mereka yang gak suka baca gitu2an jadi risih.
udah ya semua bab mggu ini sudah up. next update jumat malam 23/12
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro