Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

What Is Love?(part b)

"Hal yang paling sulit dalam mencintai adalah jatuh cinta sendirian."

●●●

“And it’s cuts me like a knife when you walked out of my life”

Hingga pulang sekolah pun Bela tak kunjung melihat batang hidung Dalvin. Ada sesuatu aneh yang Bela rasakan ketika tidak melihat wajah Dalvin hampir seharian penuh. Biasanya orang-orang menamai perasaan itu dengan kata 'rindu'. Tapi entahlah, Bela tak tahu yang ia rasakan adalah rasa rindu atau bukan.

Hari ini Bela pulang menggunakan taksi. Momma sedang pergi arisan jadi tak bisa menjemputnya. Karena bosan, Bela iseng mengirimkan Jessie--kakak perempuan Dalvin pesan singkat. Ia menanyakan alasan Dalvin hari ini tidak datang sekolah.

Lebih dari satu menit Bela berfikir ubtuk menekan tombol sent sebelum akhirnya pesan itu benar-benar terkirim pada Jessie. Baru beberapa detik Bela sudah tak sabar menunggu balasan. Bela memandangi layar handponenya tanpa mengerjap berharap saat itu juga Jessie membalas pesannya. Bela mencebikkan bibir, Jessie tak kunjung membalas. Ia mengangkat wajah, memandang jalanan luar. Sebentar lagi ia akan sampai rumah. Cewek itu kembali menatap layar handpone. Membuka menu kemudian kembali lagi ke layar utama. Begitu seterusnya.

Bela hampir memekik ketika nama Jessie tertera di layar handponenya. Jessie tidak membalas pesan Bela melainkan menelfon Bela.

"Halo Kak." Sahut Bela setelah mengangkat telfon.

"Bela, kamu nanyain Dalvin? Kenapa? Kamu kangen?"

"Ih nggak lah kak." Bela tahu betul bahwa saat ini dia benar-benar berbohong.

 jessie tertawa jahil membuat wajah Bela merona. "Dalvin tadi emang nggak sekolah. Dia lagi sakit."

Alis Bela mengerut. "Sakit?" Tanyanya memastikan.

"Iya Bel, sakit. Kata Mama dia abis makan eskrim."

Bela teringat kemarin sore saat akan pergi menjenguk Kanya bersama Dalvin, sebelum itu mereka membeli eskrim terlebih dahulu. "Gara-gara gue dong." Bisik Bela lirih.

"Iya kenapa Bel?"

"Enggak kok kak."

"Bel udah dulu ya, mau lanjut kerja dulu nih."

"Iya Kak, semangat."

Tangan Bela yang memegang handpone jatuh begitu saja di atas pahanya. Ia melirik supir taksi di depan lalu tanpa ragu menyebutkan alamat rumah Dalvin dan minta di antarkan kesana, padahal ia akan sampai rumah tiga meter lagi.

●●●

Bela menekan bel rumah Dalvin. Menunggu sejenak lalu menekannya lagi karena pintu tak kunjung terbuka. Tak lama akhirnya Bela dibukakan pintu oleh seorang wanita setengah baya yang sepertinya adalah pembantu rumah tangga.

"Temennya Dek Pipin?"

Lucu. Bela bukannya mengiyakan malah tersenyum karena mendengar nama 'itu' lagi.

"Ah maksud bibi Dek Dalvin."

Bela tersenyum canggung. "Iya Bi." Jawabnya.

"Silahkan masuk dulu." Bibi memberi jalan kemudian Bela melangkah masuk. "Mau minum apa?"

"Eh nggak usah minum deh Bi." Bela menolak tawaran Bibi tadi karena tak sabar ingin bertemu Dalvin. Matanya melirik ke salah satu pintu yang ada di lantai dua, tepatnya pintu kamar Dalvin.

"Yasudah Bibi panggilkan Ibu dulu."

"Iya Bi."

Bibi yang membukakan Bela pintu kemudian pergi, menghilang di balik tembok. Ini adalah kedua kalinya Bela datang ke rumah Dalvin. Matanya menyapu seluruh tembok bercat putih tulang itu. Banyak foto tertempel disana. Yang paling menarik bagi Bela adalah foto seorang wanita dan bayi laki-laki.

Menurut Bela itu adalah Dalvin dan Mamanya. Dari segi wajah Mama Dlavin tak banyak berubah. Jadi Bela bisa dengan cepat meyakini bahwa itu adalah Mama Dalvin.

Yang membuat Bela tak bisa berhenti tersenyum adalah bayi laki-laki yang sedang memasukan snedok ke dalam mulutnya. Lucu sekali, sangat menggemaskan. Pipinya seperti balon, matanya besar, tubuhnya gempal. Dalvin yang dulu sangat berbeda dengan yang sekarang.

"Temennya Dalvin?"

Bela berbalik dan mendapati Mama Dalvin dihadapannya.

"Iya Tante." Bela menyalami tangan Mama Dalvin.

"Kok kayaknya Tante pernah liat kamu ya? Pernah kesini sebelumnya?" Alis Mama Dalvin menyatu, berusaha mengenali wajah Bela.

"Pernah Tan, sama Kak Jessie."

"Ohiyaa Tante ingat. Bela kan?"

Bela mengangguk.

"Tadi lagi liatin foto Dalvin ya?"

"Eh." Bela terkejut, ia malu sekali ketahuan sedang memandangi foto Dalvin. "I-iya Tan." Jawabnya gugup.

"Lucuk ya dia pas kecil, nurut banget loh dulu." Mama Dalvin tersenyum melirik sekilas foto yang sejak tadi Bela pandangi. "Pas umur segitu tuh dia lagi nakal-nakalnya. Apapun yang ada di depannya dia masukin mulut. Sampe ujung karpet dia gigitin."

Bela lantas tertawa, ia jadi membayangkan Dalvin dewasa mengigit ujung karpet. "Masa sih?"

"Iya, Tante sampe sakit gara-gara ngurusin dia dulu. Udah besar malah jadi bandel. Nggak mau nurut, tuh sekarang dia sampe sakit. Kamu kesini nyari Dalvin atau jessie?"

Tanpa fikir panjang Bela langsung menjawab. "Nyari Dalvin tante, mau jenguk sih. Kata Kak Jessie dia sakit."

"Owhhh, yaudah kamu ke atas aja. Dia ada dikamar. Baru abis makan."

"Iya Tan."

"Tante ke belakang dulu ya."

●●●

"Assalamualaikum."

Mata Dalvin membuka perlahan karena mendengar suara langkah kaki yang mendekat ke arahnya. Ia terlonjak kaget dengan mata membulat lebar melihat Bela yang sudah beridiri di samping tempat tidurnya. Dalvin langsung teringat dengan sesuatu yang menempel di kening, secepat kilat ia menarik benda putih tipis yang terasa dingin itu.

"Eh kenapa dilepas?" Tanya Bela heran.

"Enggak, gue nggak suka aja pake ginian." Meski tak terlalu kentara, wajah Dalvin sempat memerah karena malu dilihat Bela memakai kmpres plester.

Bela memandang bingung Dalvin yabg berusaha duduk. "Eh lo tiduran aja gapapa, gue kesini bentar doang kok."

"Gue duduk aja lah." Ucap Dalvin. Suara cowo itu sedikit berbeda, lebih serak daripada biasanya. Bela memandang Dalvin dengan tatapan sedih.

"Bel duduk dulu. Tuh pake kursi yang item." Dalvin menunjuk kursi belajarnya dengan dagu.

Bela mengangguk kemudian menarik kursi yang dimaksud Dalvin dan duduk. Bela terdiam, cewek itu menunduk. "Sorry gara-gara gue pengen esk-"

Seakan tahu arah pembicaraan Bela Dalvin segera memotong ucapan cewek itu. "Lo kesini nggak bawa apa-apa?" Dalvin tahu Bela akan menyalahkan dirinya sendiri karena melihat Dalvin sakit begini. Menurut Dalvin dirinya sakit karena kelelahan berlarih futsal. Jadi Bela sama sekali tak ada hubungannya dengan demamnya kali ini.

Bela mengangkat wajahnya lalu teringat akan sesuatu. Tadi ia terlalu buru-buru hingga lupa untuk mempir membelikan Dalvin sekedar roti atau makanan lainnya.

"Aduh, iya ya gue lupa. Sorry ya Vin."

Dalvin tertawa renyah. "Yaelah gue cuma becanda aja. Gapapa kali. Elo jenguk aja udah sukur. Thanks ya Bel, lo orang pertama yang jenguk gue." Setelah menyelesaikan ucapannya Dalvin tersenyum lalu mengedipkan sebelah matanya.

"Ih apaan dah." Bela lantas tertawa dengan keras. "Genit ya lo kalo sakit."

"Eh tapi gue serius. Makasi." Dalvin menatap Bela tepat pada pupil hitam cewek itu. Bela mengangguk dan membalas senyuman Dalvin dengan tulus.

"Kenapa kita nggak baikan dari dulu aja ya. Lucu, kenapa harus musuhan dulu. Ternyata elo itu bringas di luarnya doang, dalamnya hello kitty."

"Dalvin!" Bela mengembungkan pipinya sebal. Cewek itu menepuk lengan Dalvin pelan. Ia semakin kesal karena kini Dalvin malah menertawainya.

"Nyebelin banget lo."

"Yang penting ganteng."

"Serah lu ogeb."

"Iya, cogan bebas."

"Ga lucu."

"Gue nggak ngelawak sayang."

"Ew."

"Yang waras ngalah deh."

"Elo ya?"

Dalvin hanya membalas dengan cengiran. Ia kini celingukan menengok ke pintu kamarnya yang terbuka lebar. "Bibi mana ya, lo mau minum apa Bel?"

"Nggak, gue mau cepet pulang Vin."

"Minum dulu."

"No."

Handpone yang berada di dekat bantal Dalvin berbunyi serta bergetar. Dalvin dan Bela lantas menoleh. Tangan Dalvin segera meraih benda persegi itu, wajah bingungnya terpampang jelas setelah membaca nama Jessie di layar handpone miliknya.

"Ngapain dah Jessie nelfon gue."

"Kak Jessie? Angkat aja, mungkin penting."

"Tapi gue mau manggil Bibi dulu, lo belum dikasi minum."

"Eh nggak usah. Lo angkat aja dulu, ntar keburu selese."

Dalvin terlihat berfikir sebelum menggeser gambar telefon berwarna hijau dengan jempol miliknya.

"Hall-"

Belum sempat Dalvin berbicara Jessie sudah lebih cepat memotong ucapan Dalvin.

"Apa? Elo ngomong yang bener." Kening Dalvin mengerut halus. "Tarik nafas Jess. Nggak jelas kedengerannya."

Bela yang semula tidak tertarik kini beralih memandangi Dalvin penasaran.

"Ha? Serius lo?!.... oke gue kesana sekarang." Wajah Dalvin menegang. Cowok itu segera memutuskan sambungan. Ia kemudian beranjak dari tempat tidur. Berjalan tergesa ke arah lemari, mengambil jaket hitamnya di dalam sana kemudian memakainya dengan cepat.

"Dalvin ada apa?"

"Kanya kabur dari rumah sakit."

Bela menahan ludah. Bahkan ketika sakit Dalvin masih sempat mengkhawatirkan Kanya. "E-elo mau kemana?" Bela berdiri dan mengikuti Dalvin yang berjalan ke arah pintu.

"Nyari Kanya." Jawab Dalvin singkat tanpa menoleh ke arah Bela di belakangnya.

"Tapi Vin, lo lagi sakit." Bela mencoba menahan pundak Dalvin. Cowok itu berhenti lalu melepaskan tangan Bela.

"Kanya lebih penting, Bel." Dalvin kembali melanjutkan langkah. Bela sedikit kesusahan menuruni tangga, mengejar Dalvin yang berjalan terlalu cepat.

"Dalvin tapi lo harus istirahat."

"Nggak Bel."

"Dalvin!" Bela refleks membentak Dalvin. Cewek itu kemudian menarik lengan Dalvin. "Lo lagi sakit." Bisiknya lirih dan berdiri di hadapan cowok itu.

"Gue tau, tapi gue harus nyari dia."

"Kak Jessie bisa nyruh orang disana."

"Sorry Bel, lo pulang aja." Dalvin tersenyum tipis kemudian hendak pergi namun Bela menghalanginya lagi.

"Nggak Vin, kalo lo keluar sekarang demam lo bisa makin parah. Gue nggak bisa biarin lo pergi."

Dalvin diam sejenak. Ia menarik nafas dalam-dalam lalu mengeluarkannya perlahan. "Lo nggak punya hak buat ngelarang gue." Ucapnya dengan tatapan dan suara yang dingin. Saat itu juga rasanya kepala Bela pecah. Ia merasa terhempas karena tiupan angin kencang menuju tempat yang penuh dengan tusukan duri panas.

[TBC]

Aaaakkkkkkk....

Lagi-lagi harus minta maaf😢

Doain biar nggak sibuk dong. Doain biar haula sekolahnya lancar, terus bisa rajin update.

Oiya gimana buat part kali ini? 😂 sudah puaskah kalian. Itu udah panjang loh.

Gimana perasaan kalian setelah baca part ini? Apakah kalian merasakan sakitnya jadi Bela? Atau gimana?

Jangan lupa vote dan komen terus ya gaisss,biar aku tambah semangat.

Selamat sore, salam sayang dari Haula buat kalian semua🙆❤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro