Perasaan Aneh(part b)
"Pergilah jika memang tidak ada rasa, karena diammu di sini hanya menciptakan sakit. Jangan bertindak seolah kamu mencintai tetapi nyatanya tidak. "
●●●
Asap rokok mengepul keluar dari hembusan nafas Laskar. Satu tangannya memegang handpone yang terus-menerus berdering sejak tadi. Lagi-lagi si penelfon masih orang yang sama. Untuk kesekian kalinya dia menekan tombol reject. Beberapa detik setelah Laskar menolak panggilan itu, handponenya berdering kembali. Nama di layar handpone itu membuat dadanya kembali sesak. Hanya membaca namanya saja Laskar tak mampu lalu bagaimana jika ia mengangkat telfon itu dan mendengar suaranya? Apa jadinya jika Laskar bertemu dan menatap matanya?
Laskar mendongakkan kepalanya, menatap langit biru yang hampir tak berawan. Ia telah berjalan sangat jauh, meninggalkan dirinya yang dulu dibelakang. Inilah dia sekarang, anak muda yang suka memberontak dan tak memiliki tujuan hidup.
Suara langkah kaki mengalihkan perhatian Laskar. Ia mengernyit, siapa yang akan bolos dan pergi ke belakang gedung sekolah selain dirinya. Kernyitan itu memudar ketika sosok laki-laki berdiri sambil menatap dirinya.
"Ternyata lo disini." Dalvin memandang malas Laskar. Hampir seluruh sekolah Dalvin kelilingi untuk mencari keberadaan Laskar.
Laskar membuang puntung rokoknya lalu turun dari tembok sekolah, tadinya ia berniat bolos. "Nyariin gue?" Laskar melangkah mendekati Dalvin.
"Kanya nyariin lo."
Kaki Laskar berhenti. "Gue lagi sibuk." Sahut Laskar dingin. Dia kembali melanjutkan langakah angkuhnya.
"Dengan lo kayak gini sama aja nyakitin dia."
Laskar tersenyum tipis. "Sayangnya gue nggak perduli." Ucapnya berjalan melawati Dalvin yang saat ini mengepalkan tangan.
Dalvin tahu Laskar memang tidak perduli lagi pada Kanya, tapi Laskar seharusnya tidak seberlebihan ini. Setidaknya Laskar menemui cewek itu barang sekali saja. Bagaimapun juga, Kanya pernah menjadi cerita masa lalu mereka. Dalvin berbalik, memandangi punggung Laskar yang berjalan menjauhinya. Ia segera mengejar langkah Laskar.
"Apa lo nggak merasa bersalah sedikitpun?" Pertanyaan yang sebenarnya tidak ingin Dalvin tanyakan akhirnya ia tanyakan juga. Dalvin tahu, pertanyaannya tadi mampu menusuk jantung Laskar melebihi ribuan pisau tajam.
Rasa getir itu kembali, masa lalu itu menyakiti Laskar. Ia marah, marah pada dirinya sendiri. Jika saja Laskar bisa mengulang waktu maka semuanya tidak akan serumit sekarang. Laskar tetap berjalan, tidak menoleh pada Dalvin yang terus membujuknya untuk menemui gadis malang itu. Langkah Dalvin melambat, hingga akhirnya Dalvin menyerah dan berhenti, ia hanya berdiri memandang Laskar yang terus menjauh. Tangan Dalvin mengepal kuat, bagaimana jika gadis itu tahu kalau orang yang paling ingin ditemuinya tidak mau meluangkan waktu untuk dirinya?
●●●
S
ebenarnya dua menit yang lalu bel pulang telah berbunyi tapi Bela memilih untuk diam di kelas. Di luar sedang hujan, meski tak terlalu deras tapi tetap saja Bela kahwatir jika nanti ada suara guntur yang ia takuti. Kelas sudah sepi, hanya tersisa dirinya disana. Bela merasa lebih baik sendirian di kelas daripada pulang dalam keadaan hujan. Cewek menjatuhkan kepalanya ke atas meja, bertumpu dengan dagu. Handponenya berbunyi tepat setelah ia mengangkat kepala.
Jari lentik milik bela dengan lincah bergerak di atas layar smartphone miliknya. Alisnya terngkat, matanya yang tadi terasa berat terbuka lebar karena sebuah pesan singkat.
Dalvin : lo dimana?
Tanpa ia sadari sudut bibirnya naik terangkat. Pipinya memerah. Ah bagaimana dia bisa move on jika Dalvin terus begini. Bela menggigit kukunya bingung. Dalam hati sebenarnya ia senang sekali, tapi jika dia membalas pesan Dalvin itu sama saja ia menutup jalan untuk dirinya melupakan cowok itu.
Dalvin : kok cuma di read? Chat gue bukan koran
Dalvin : bel, lo nggak apa apa?
Bela saat ini semakin terbang saja. Ia sudah tidak tahan. Nanti saja move onnya, sekarang ia akan membalas pesan Dalvin. Ini semua seperti "chat setitik rusak move on sebelanga."
Bela : gue dikelas, knp?
Dalvin : lama banget balesnya, yaudah gue ke kelas lo sekarang.
Bela terkejut, ia buru-buru membalas pesan Dalvin, cowok itu tak boleh menemuinya sekarang.
Bela : eh nggak usah bego
"Aiih bau bau gagal move on, eh tapi kan gue emang belum move on" Bela memanyunkan bibir. Memandang layar handponenya. "Kalo lo emang nggak ada perasaan ke gue, ya gak usah ngasi harapan palsu." Ucapnya seakan-akan berbicara dengan handpone miliknya. Bela menghela nafas, menunggu balasan dari Dalvin, namun balasan yang ia tunggu tak kunjung ada.
"Ih di readpun enggak." Katanya sebal. "Tau gitu chat dia nggak usah gue bales." Lanjutnya menggerutu.
Bela mengacak rambutnya frustasi. "Kenapa sihhh gue harus suka sama looooooo?"
"Karena gue ganteng"
Hampir jantung Bela mau copot. Rasanya seperti lompat dari atap sekolah melihat Dalvin berdiri di pintu kelas. Bela mulai panik, apa Dalvin menyadari kalau Bela menyukainya? Kalau kata Tatan ini "kacau balau"
"Muka lo pucet gitu."
"Gimana enggak pucet, ini ketangkep basah" Bela membalas dalam hati. Membuang pandangan, tak berani menatap Dalvin yang saat ini berjalan ke arahnya.
"Lo takut geledek?" Dalvin duduk di kursi yang berada di depan meja bela kemudian menaruh kedua tangannya di atas meja yang otomatis membuat mereka berdua duduk berhadapan, hanya dibatasi meja saja.
Bela masih tak mau memandang Dalvin. Ia menoleh ke samping dengan tangannya yang menutup wajah. "Elo ngapain kesini?"
Dalvin memandangi Bela heran. "Gue nyariin lo, mau ngajak pulang bareng." Jawab Dalvin enteng, ia tidak tahu saja apa yang dilakukannya telah membuat perasaan di hati Bela semakin menjadi-jadi.
"Ihh enggak enggak, lo pulang aja. Gue bawa mobil sendiri." Bela mengibas-ngibaskan tangannya menyuruh Dalvin pergi. Wajahnya masih menghadap kesamping.
"Lo kenapa ngadep samping gitu? Kenapa mukanya di tutupin?"
"Ah Dalvin lo banyak tanya."
"Oke sorry."
"L-lo denger apa aja tadi?" Tanya Bela hati-hati, khawatir jika Dalvin sadar bahwa ia menyikai cowok itu.
"Liat gue dulu baru gue kasi tau, emang muka gue seserem apa sih?"
"Ah rempong lo, tinggal jawab aja elah."
Dalvin gemas, ia berdiri lalu menarik tangan Bela dari wajahnya kemudian mengangkup wajah cewek itu. Tangannya menarik pelan wajah Bela agar menatapnya. Bela yang terkejut berteriak.
"Lo kenapa sih?"
Bela langsung memejamkan matanya. Wajah Dalvin benar-benar tepat lurus di hadapannya sekarang.
"Lo kode biar gue cium?"
Dengan cepat Bela langsung membuka mata dan menyingkirkan tangan Dalvin dipipinya. Memanyunkan bibir sebal yang membuat Dalvin terkekeh melihatnya.
"Ngeselin lo." Sahut Bela jutek.
"Gue nggak denger apa-apa, rahasia lo aman kok."
Bela memicingkan mata. Jika dilihat-lihat dari sikap Dalvin, sepertinya cowok itu memang tidak mendengar apa-apa. Syukurlah, Bela jadi sedikit lega. Bela mendengus, menyandarkan punggung di sandaran kursi.
"Takut banget ketahuan, siapa sih cowok yang lo suka itu?"
"Kepo lu"
Dalvin tersenyum. "Gue ya?"
Lagi-lagi Dalvin berusaha menghentikan detak jantung Bela. "Mati gih, gue mau pulang. Bye!" Bela berdiri dari duduknya mengambil tas lalu meninggalkan Dalvin dengan wajah kesal yang memerah.
Dalvin yang masih duduk kembali tertawa geli, mengambil handpone milik Bela yang tertinggal di atas meja. "Dasar nenek." Bisiknya. "Bel! Tunggu gue" teriak Dalvin setelah memasukan handpone Bela ke dalam sakunya.
"Nggakkk!" Balas Bela dengan teriakan dari luar kelas.
TBC
Yayyyy update nih😂😂😂
Minta doanya dong.
Besok haula un, doain dong biar lancar, biar semuanya selesai tanpa hambatan, hasilnya bagus dan bisa keterima di universitas serta jurusan yang haula mau. Kali aja dengan doa yang banyak dari kalian, Allah dengerin terus ngabulin.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro