3. Mawar Misterius(part a)
Gracious Dalvin, he was nice and handsome as hell
Dalvin duduk merenung di kursi panjang rumah sakit. Saat ini fikirannya sudah kembali normal setelah kalut karena kejadian beberapa saat yang lalu. Tatapannya kosong.
Ada perasaan janggal yang mengganggu Dalvin. Ia melirik ruangan tempat Bela ditangani. Cowok itu bertanya pada dirinya sendiri; kenapa ia merasa khawatir?
Dalvin menepuk pipi berkali-kali, berniat menyadarkan diri. Mengusir sesuatu asing dalam hatinya. Ia terus berusaha mengingat bagaimana Bela menampar dan mempermalukannya waktu itu, tapi otaknya mulai ikut-ikutan melawan seperti hatinya.
"Shit." Dalvin mengacak rambut frustasi. Sebenarnya dirinya kenapa sih?
"Bodoamat! Gue harus bodoamat" bisiknya jengkel pada diri sendiri. Susah sekali otaknya memaksa hati untuk meninggalkan tempat itu. Ia ingin pulang, tapi sesuatu dalam dirinya menolak.
lagi pula ia tidak ada hubungannya dengan ini semua. Dirinya hanya bertindak sebagai penolong. Dan juga pasti sebentar lagi keluarga Bela datang, ia sudah memberitahukan kepada mereka bahwa Bela kecelakaan. Jadi tak ada yang perlu di pusingkan.
"Gue harus pulang!" Katanya mantap. Tepat saat Dalvin berdiri seorang wanita setengah baya dan Nanda berjalan kearahnya. Cowok itu gelagapan dan tak tahu harus bagaimana. Dalvin yakin, wanita setengah baya itu adalah orang tua Bela. Terbukti dari raut kesedihan di setiap goresan wajahnya.
"Keadaan Bela gimana?"
"Bela dimana nak?"
Dua pertanyaan dari dua orang berbeda langsung menyerbunya, Dalvin sempat bingung menjawab yang mana lebih dulu. Tapi pilihannya jatuh pada ibu-ibu bermata sembab di hadapannya.
"Bela di dalam Tante, masih ditanganin dokter" jawabnya berusaha sesopan mungkin. Dirinya kini beralih pada Nanda. Sebenarnya Dalvin tidak mengenal anak cewek itu, ia hanya tahu nama dan wajahnya saja. "Kita doain aja semoga dia nggak kenapa-kenapa"
"YaAllah, Belaaa." Rani menutup wajahnya dengan tangan, terisak tiba-tiba. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana Bela sekarang.
"InsyaAllah, Bela nggak apa-apa tante" Dalvin tak mengerti apa yang mendorongnya untuk berucap seperti tadi.
Nanda mendekat lalu memeluk Rani dari samping. Mengelus lengan Rani. "Bener yang dibilang Dalvin Tan, Bela pasti nggak kenapa-kenapa" Nanda memaksakan senyum, walau dia berkata seperti itu tetap saja dirinya juga merasa khawatir.
"Hmm... Vin" panggil Nanda sok kenal, karena jika tidak begitu dia tidak bisa mendapatkan informasi apa-apa. "Gimana ceritanya? Kenapa bisa gini?"
Mata Dalvin tak bisa beralih dari wanita yang mengenakan baju berwarna hijau muda itu. Ia malah jadi membayangkan Mamanya yang menangis. Hatinya tak kuat mendengar tangisan pilu Rani. "Biar Tante duduk dulu aja Nan, baru gue cerita."
Nanda mengangguk menyetujui usulan Dalvin, cewek itu menuntun Rani yang sudah tak bertenaga untuk duduk di kursi panjang. Setelah itu Nanda dan Dalvin juga ikut duduk.
Dalvin menarik nafas setelah tangis Rani sudah mulai mereda.
"Jadi gini ceritanya, tadi pas pulang sekolah itu hujan lebat banget. Lo tau kan?" Dalvin memandang Nanda, cewek itu mengangguk. "Kebetulan mobil gue ada di belakang mobil Bela. Awalnya gue gatau itu mobil dia. Bela ngebut banget bawa mobilnya, terus tiba-tiba ada mobil nyebrang. Mungkin Bela nggak siap atau gimana, gue nggak tau. Yang gue lihat dengan mata kepala sendiri mobil Bela tiba-tiba banting arah, terus mobilnya nabrak pohon di pinggir jalan"
"Terus?"
"Ya gue ngerem juga, gue tunggu bentar tapi nggak ada pergerakan, jadi gue keluar buat mastiin. Bagian depan mobil dia berasap. Pas gue lihat Bela udah nggak sadarkan diri." Dalvin berhenti, ia terdiam sesaat. Tiba-tiba saja ia teringat tentang kaca mobil Bela yang ia pecahkan. Sebenarnya Dalvin ragu untuk mengaku, tapi dia tidak suka lari dari masalah.
"Tante maaf"
Rani menoleh,"Untuk apa?" Tanyanya bingung dengan suara seraknya.
"kaca mobil Bela saya pecahin soalnya pintunya kekonci terus saya juga panik" Dalvin berdehem. "Nanti akan saya ganti" lanjutnya.
Rani menggeleng. "Nak kamu nggak perlu minta maaf atau ganti apapun, makasi udah nolongin Bela ya, anggap aja mobilnya masih baik-baik aja" tutur Rani berusaha memberikan senyum terimakasihnya pada Dalvin.
Dalvin menunduk sambil mengangguk. Sementara itu, Nanda sibuk dengan fikirannya, membayangkan aksi heroik Dalvin. Bodohnya, dia yang melting sendiri karena hayalannya.
"Tante, saya izin pulang, soalnya ini udah mau jam setengah enam, takut waktu ashar abis. Saya belum solat, maaf gabisa lama"
Hati Rani terenyuh, ternyata masih ada satu dari seribu anak muda seperti Dalvin yang memikirkan kewajibannya untuk menyembah yang kuasa. Rani mengangguk. "Iya nak, kamu hati-hati di jalan ya. Terimakasih sebanyak-banyaknya dari tante"
Dalvin mengulum senyum kemudian menyalami tangan Rani. "Nan gue cabut ya" ucapnya, Nanda menyetujui dengan isyarat. Dalvin kemudian beranjak. "Assalamualaikum" ucapnya kemudian pergi.
Hingga punggung Dalvin tak terlihat mata Nanda masih belum bisa lepas dari cowok itu. Dia masih penasaran, ia merasa ada sesuatu antara Bela dan Dalvin.
Seorang dokter keluar dari ruangan tempat Bela ditangani. Rani dan Nanda buru-buru berdiri dan menghampiri dokter laki-laki yang baru saja melepas maskernya.
"Anda keluarga pasien?" Tanya si dokter. Rani mengangguk pelan.
Dokter itu tersenyum, senyum menenangkan khas seorang dokter seperti biasanya. "Pasien tidak apa-apa, hanya pingsan biasa. Ia juga mendapatkan beberapa jahitan di dahi karena ada luka. Tapi tidak besar. Sekarang pasien sudah sadar"
"Kita boleh masuk?" Tanya Nanda tak sabar.
"Oh tentu" jawab dokter muda itu ramah.
"Terimakasih dokter" kata Rani sebelum dokter itu melangkah pergi bersama perawat perempuan di belakangnya.
***
Rani langsung berlari memeluk Bela. Wanita setengah baya itu bersukur dalam hati, tidak ada luka berat di tubuh anak gadisnya.
"Momma" lirih Bela.
"Iya sayang" jawab Rani masih memeluk Bela.
"Pucing pala berbi"
Nanda mendengus geli mendengarnya. Dia tersenyum tipis, jika kegilaan anak itu masih ada, itu artinya Bela baik-baik saja.
"Papa mana?" Bela celingukan mencari seseorang di belakang punggung Rani.
Rani terdiam."Hmm... Papa tadi berangkat keluar kota, ada urusan mendadak" jawabnya tak tega. Pasalnya jika Bela sedang sakit dia akan terus mencari Papanya, gadis manja itu teramat menyayangi Papanya. Ia sering sekali menangis seperti anak kecil jika Papanya pergi keluar kota untuk mengurus masalah perusahaan.
"Jangan bilang Papa ya, Mom" bisik Bela, Rani mengernyit. "Bela nggak mau Papa khawatir" detik kemudian senyum di bibir Rani mengembang, Bela bisa meraskan anggukan wanita itu.
Perlahan Rani melepaskan pelukannya. Ia mengelap air matanya yang sempat tumpah.
"Kamu nggak kenapa-kenapa kan?"
Bela mengangguk meski kepalanya terasa sedikit sakit.
"Momma mau nelfon Kakakmu dulu, mereka belum tahu"
"Iya Mom, sekalian suruh pulang" kata Bela antusias. Dia sangat setuju, karena jika kedua Kakaknya tahu, pasti mereka khawatir dan tentu akan pulang kerumah. Bela bosan sendirian. Kedua Kakak perempuannya terlalu sibuk kuliah di luar kota.
Rani mengeluarkan hp-nya sembari melangkah keluar.
Kini Nanda yang mendekat pada Bela. Betapa bingungnya Bela karena Nanda memandangnya dengan ekspresi seperti itu. Marahkah? Seharusnya Nanda sedih.
"Lo ada hubungan apa sama Dalvin? Bel gue ini sahabat lo, kenapa lo harus nyembunyiin sesuatu sih?"
"Maksud l?"
Nanda mendelik. "Nggak usah sok nggak ngerti, lo udah jadian sama Dalvin?"
"Apaan dah ini anak, abis nelen sianida kali ya" Bela terkekeh.
"Lo tahu siapa yang nolongin lo dan bawa lo kesini?"
"Nggak lah, kan pingsan ogeb"
"Dalvin"
"April mop!" Teriak Bela seakan dia yang memberi kejutan "etapi ini bukan bulan april" pikirnya.
"Gue nggak main-main. Dalvin yang bawa lo kerumah sakit, Bel," ucap Nanda serius. Bela mulai merinding, Nanda tak pernah seserius ini. Benarkah Dalvin yang menolongnya? Adakah yang bisa menjawab, tolong beritahu Bela sekarang juga!
TBC
Wiiwuuuwiiiwuuu (sirineambulan)
*dadahdadahsepertimissindonesia
Haiiiii kita ketemu lagi yach😉 ada yang kangen aku? Atau kangen Bela? Atau kangen Dalvin?
Udah puas belom? Part ini panjang banget tau u,u jariku sampe keriting ngetiknya *halah
Jadi kalian gaboleh lupa vote dan komen!!!!!!, wajib gamau tau! Aku maksa nih😠😠😠😠 *readerpunnabokauthorsampecantique
Wkwkwkkwk canda deng😆
Mau curhat:(
Kok banyak yang jadi silent reader ya? Jadi cedih diriku. Seenggaknya tinggalkan jejak dong sayang #authorhausvote #authormatrevote
Wihi aku minta kalian hargai karya absurdku aja kok:') etapi, emang ada harganya?😂😂
Ah sudahlah aku ngomong apa sih dari tadi, maapkeun authorcantique ini lagi mabok, mabok kebanyakan makan ati gegara liat mantan jalan sama pacar baru. #syakitmas
Fix gadanta la:(
Bye!
Balik lagi ah._.
Hai
Wkwkwkwk
Bye
Eh balik bentar deng.
MINTA DOANYA MINGGU INI DIRIKU TO:'
Btw jangan lupa mampir ke akun kuh ya HAULA_S
Kalo ada yang nanya kenapa aku updatenya tengah malem gini? Jawabannya adalah : mungkin karena aku kebanyakan main sama kelelawar *apasiiii
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro