17. Aku Bisa Apa?
- Aku cinta kamu tapi kamu cintanya sama dia, aku bisa apa? -
Note : jangan lupa play ya musiknya:)
Angin berhembus malu. Bela masih berdiri disebelah Laskar sambil memandangi ikan-ikan yang sibuk berenang. Cepat-cepat Bela menghapus air matanya. Menarik nafas panjang lalu mengeluarkannya. Dia kembali menoleh pada Laskar. "Lo kali ini nggak boong kan?"
"Lo pengennya gue boong?" Laskar melirik Bela dengan alis dinaikkan.
"Jujurlah." Sahut Bela berusaha terlihat sesantai mungkin.
Laskar mengangguk. "Gue nggak boong. Gue juga dulu cinta sama Kanya, sempet musuhan juga sama Dalvin." Laskar terkekeh. "Tapi gue udah move on."
Suara derap langkah yang semakin lama semakin dekat membuat Bela menolehkan kepalanya. Saat ini Dalvin sedang berlari kecil kearahnya. Dari kejauhan Bela dapat melihat senyum cowok itu. Bukannya bahagia seperti biasanya tapi sekarang Bela merasakan sakit saat melihat senyuman Dalvin.
"Gue nyariin lo Bel." Tepat di sebelah Bela Dalvin berhenti. Mengatur deru nafasnya yang tak teratur.
"Lo kelamaan bikin minumnya, jadi gue ajakin dia keluar." Bukan Bela yang menyahuti Dalvin tapi Laskar.
"Lo harusnya bilang gue dulu." Dalvin menatap Laskar sebal.
"Kayak upacara aja lo main lapor laporan dulu."
"Ya gue khawatir."
Laskar mengangguk-ngangguk. Menggaruki kepalanya yang ditumbuhi rambut gondrongnya. "Serah lu deh tong." Laskar menyentuh pundak Bela. "Gue pulang dulu ya?"
Bela melemparkan senyum. "Iya, hati-hati."
"Kalo lo yang bilang hati-hati, gue pasti hati-hati." Ucap Laskar melangkah. Ia menepuk pundak Dalvin dua kali lalu benar-benar pergi, menyisakan Bela dan Dalvin berdua saja.
Cukup hening setelah Laskar pulang karena tidak ada yang berinisiatif membuka suara. Bela hanya memandang ikan-ikan di dalam kolam karena jika dia memandang Dalvin sekarang ia yakin akan menangis.
"Masuk dulu yuk? Udah gue bikinin minum." Dalvin tidak mengalihkan pandangannya dari wajah Bela.
"Anterin gue pulang."
"Yah? Masih banyak yang mau gue tunjukin ke elo Bel."
"Besok ajalah. Takutnya nyokap nyariin gue."
Dalvin mendesah tak rela. Bela memberanikan diri untuk menarik wajahnya kesamping dan menatap Dalvin. "Sorry."
"Mata lo kenapa, kok merah?"
Wajah Bela seketika panik. Ia takut ketahuan kalau tadi ia sempat menangis, berbohong adalah satu-satunya jalan untuk menyelamatkan diri. Bela tidak mungkin memberitahu Dalvin apa yang sebenarnya terjadi. "Ah itu, tadi gue kelilipan." Layaknya seorang aktris Bela langsung mengucek matanya.
"Sini gue tiupin." Dalvin menarik bahu Bela agar berdiri berhadapan dengannya. Sepertinya kebohongannya tadi tidak membawa kabar baik untuknya.
"Eh enggak perlu, udah enakan kok."
"Enakan gimana, itu merah banget Bel."
"Eh tapi sumpah udah enakan."
"Merem." Dalvin menurunkan tangan Bela yang masih menggosok-gosok sekitar matanya.
Mata Bela membulat saat wajah Dalvin mendekat kearahnya. Ia segara menutup mata. Bukan karena suruhan Dalvin, tapi itu semua refleksnya. Dalvin membuka kecil mata Bela dengan jari lalu meniup lembut mata Bela.
"Bisa banget dah dua-duanya kelilipan." Oceh Dalvin berpindah ke mata yang satu lagi.
Bela tidak menjawab Dalvin. Sekarang dia sedang keheranan, yang di tiup itu matanya, tapi kenapa jantungnya yang melompat-lompat?
"Udah." Dalvin menjauhkan wajahnya dari Bela. Ia tersenyum simpul memandang wajah Bela yang terlihat lucu. Tangan kanannya terangkat mengacak rambut Bela membuat kelopak mata Bela terbuka. Bagaimana Bela tak jatuh cinta jika Dalvin terus menerus bersikap semanis ini?
"Thanks."
"Yuk gue anter pulang."
♡♡♡
Baru setengah jalan meninggalkan Panti, hujan turun mengguyur tanah ibu kota. Petir dan suara guntur menggelegar. Bela duduk mengerut di sebelah Dalvin. Hari ini hidupnya benar-benar kacau. Selain menahan rasa takut, Bela juga berusaha mengusir ucapan Laskar dari ingatannya. Tapi semakin Bela berusaha melupakan, kata-kata itu semakin bermunculan dan membuatnya sakit.
"Bel lo takut?"
"Enggak kok." Jawab Bela membisik. Entah sudah berapa kali ia membohongi Dalvin hari ini. Dengan bantuan Tuhan Dalvin tetap percaya padanya.
Roda mobil Dalvin berbelok kearah parkiran di depan tempat makan sederhana. Mesin mobil Dalvin matikan setelah mobil hitamnya terparkir dengan benar. Bela memandang Dalvin bingung. Mengerti dengan arti tatapan Bela, Dalvin tersenyum lalu berkata. "Kita makan dulu. Gue laper, lo juga pasti belum makan. Kalo hujan gini enaknya makan." Setelah menyelesaikan kaliamatnya Dalvin mengambil payung lipat di jok belakang.
"Lo tunggu dulu jangan keluar." Ucap Dalvin pada Bela kemudian melompat turun dari mobil bersama payung yang terbuka lebar. Dalvin berlari mengitari depan mobilnya lalu membukakan pintu untuk Bela. Kali ini tidak ada alasan bagi Bela untuk menolak. Ia hanya menurut, keluar dari mobil dan berjalan dibawah payung bersama Dalvin.
Bela terkesiap ketika Dalvin memberikan jaket hitam padanya. "Lo pake ini aja, dingin soalnya."
"Kenapa sih lo harus baik ke gue?" Tanpa Bela rencanakan kata-kata itu meluncur begitu saja.
Kening Dalvin mengerut. "Apa lo bilang? Nggak jelas. Suara hujan gede banget."
Bela menggeleng. "Nggak, thanks ya." Bela meraih jaket dari tangan Dalvin. Akhirnya mereka sampai di tempat makan. Mereka langsung berlindung ke tempat yang beratap. Dalvin melipat kembali payung dan meletakkannya di tempat penitipan.
"Pake dulu jaketnya." Sahut Dalvin menahan Bela sebelum masuk ke dalam.
"Oke." Jika bisa menolak maka Bela akan menolak, tapi itu akan membuatnya berbicara lebih banyak dengan Dalvin. Tanpa menunggu lama jaket hitam Dalvin kini sudah terpakai di tubuh Bela.
Tangan Dalvin terangkat memakaikan penutup kepala Bela. Ia menepuk puncak kepala Bela dua kali lalu mendorong pintu dan masuk lebih dulu.
"Mau duduk dimana?"
"Mana aja." Bela menjawab singkat pertanyaan Dalvin.
"Sini aja deh." Dalvin menarik kursi yang tak jauh dari tempat mereka berdiri. Bela mengangguk lalu mengikuti apa yang Dalvin lakukan.
Seorang pelayan datang membawakan dua daftar menu. Dalvin membaca satu persatu nama makanan yang tertulis disana. "Lo pesen apa Bel?"
"Gue nggak makan deh."
"Harus makan, mbak roti kejunya dua sama coffe lattenya dua." Dalvin menyerahkan daftar menu tersebut kepada pelayan itu lagi.
"Baik saya bacakan lagi pesanannya. Roti keju dua sama coffe lattenya dua."
"Iya."
"Ditunggu ya mas."
Dalvin kembali melirik Bela. Ia mulai curiga, ada yang berbeda dari cewek itu sekarang. Sekarang saja Bela hanya menunduk tidak mau menatapnya.
"Lo masih marah sama gue? Kan kita udah maafan. Lo kenapa dari tadi diem mulu?"
"Enggaklah." Bela mengangkat wajah, melempar pandangan ke segala arah.
"Terus kenapa? Lo sakit gigi?" Dalvin berusaha mencairkan suasana.
"Haha lucu." Bela berucap datar.
"Laskar ngomong apa ke lo? Dia bikin lo kesel?"
"Lo nanya mulu dah."
"Elo nggak jawab dari tadi."
"Gue nggak marah, cuma lagi nggak mood aja, sorry."
Dalvin menyandarkan punggungnya. "Gitu dong. Kasi gue alesan. Kan gak bingung gini."
"Vin."
"Apa?"
"Lo pernah suka sama temen sendiri?"
[TBC]
Hahahahah nih update cepetttt seneng kan kalian?
Jangan lupa vote dan komennya.
Udah lumayan banyak yang nanya ig aku apa, sebenarnya nggak penting kalian tahu, tapi aku gangerti kalian nanya untuk apa. So aku kasi tau aja, akun ig aku @haulaa_s
Btw ada yang mau masuk grup DHWH? Aku udah bikin sih. Tapi aku mau batasin jumlah anggotanya. Cepet-cepetan aja. Ada syaratnya juga sih kalo mau gabung. Gampang kok, kalian tinggal promosiin DHWH ke ig atau line atau sosial media kalian lainnya. Kirim capture-annya ke line aku, ini id lineku gais haula2903
Wkwkwk sekian deh, semoga aku rajin update.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro