16. Hurt.
"Aku tidak mencintaimu, aku bahagia melihatmu bersamanya, aku rela kamu mencintainya dan selamat hari kebalikan."
●●●
Sampai detik ini Bela masih merasakan rasa asing itu di hatinya. Sudah dua hari ia tidak bertemu Dalvin, ia tidak tahu cowok itu masih dirumah sakit ataupun sudah pulang. Sebenarnya Bela berniat menemui Dalvin, tapi perkataan cowok itu dua hari yang lalu masih menyisakan rasa sakit dihatinya sehingga niat keinginan itu terhapus begitu saja.
"Lo jangan ngelamun terus, kesambet setan tau rasa."
Bela menatap jengah Jos dihadapannya. Bela sudah pasrah, membiarkan Jos setiap saat mengikuti kemanapun ia pergi. "Gue lebih baik kesambet setan daripada dibuntutin elo."
Jos yang kini duduk berhadapan dengan Bela meletakkan kedua tangannya di atas meja, memperhatikan wajah kusut Bela dengan seksama. "Sampe kapan lo bersikap jutek ke gue?"
Bela beralih dari novel fiksi di tangannya. "Selamanya." Jawab Bela dingin.
"berarti gue ngintilin lo selamanya."
"Serah lo deh."
Beberapa pasang mata melihat ke arah Bela dan Jos. Perpustakaan yang semulanya hening jadi berisik karena Bela dan Jos yang tak henti berbicara. Sampai penjaga perpustakaan memarahi mereka barulah Jos berhenti mengoceh.
"Gara-gara lo sih." Bela menghela nafas. Jos telah menghancurkan moodnya. Ia beranjak dari kursi kemudian meletakkan buku yang dibacanya di rak tempat buku cerita fiksi berderet.
Lima menit lagi Bel pulang akan berdering. Bela harus kembali ke kelas untuk mengambil tasnya. Jam pelajaran terakhir di kelas Bela tadi tak ada guru, jadi Bela pergi ke perpustakaan untuk menghilangkan rasa bosan. Dan kebetulan yang sial sekali Bela bertemu Jos di perpustakaan.
"Pulang sama gue ya?" Tawar Jos berusaha berjalan di sebelah Bela.
"Nggak."
"Yah sekali aja, masa nggak mau."
Bela mempercepat langkah kakinya tanpa memperdulikan Jos yang terus berusaha mengajaknya pulang bareng.
"Bel ayolah, sekali aja. Ya?"
Bela berhenti dan tentu saja Jos juga ikut berhenti. "Lo mau pulang sama gue?"
"Berhenti ngikutin gue atau muka lo gue cakar?" Tatapan tajam Bela membuat Jos merinding. Senyum bahagia diwajah cowok itu memudar perlahan.
"Cakar aja deh."
"Gue serius." Tandas Bela.
Jos menelan ludah. "Oke oke, gue nggak ngikutin lo lagi, silahkan lo jalan."
Bela mendelik kemudian kembali melanjutkan langkah. Berjalan cepat menuju kelasnya yang terletak di lantai dua gedung sekolah. Jos tidak lagi mengikutinya, mungkin cowok gila itu takut dengan ancaman Bela. Tapi yang tadi itu bukan hanya sekedar ancaman, Bela benar-benar serius karena jarinya sudah gatal ingin mencabik wajah menyebalkan Jos.
Tepat setelah Bela sampai di kelas Bel pulang berbunyi. Ia cepat-cepat mengambil tas. Teman-teman kelasnya juga sudah bersiap-siap untuk pulang.
"Bel." Bela mengangkat wajah. Dila datang menghampirinya. "Tadi Pak guru kekelas. Ada tugas agama, disuruh hafalin surah Luqman ayat 13 dan 14. Minggu depan di tes hafalan."
"Loh?" Bela terkejut. "Katanya Pak guru pergi? Yah dapet Alfa dong gue?"
"Nggak, Pak guru kesini cuma ngasi tau itu aja kok. Nggak ngajar."
"Owhh" Bela mengangguk mengerti. "Thanks ya Dil udah dikasi tau."
"Sama-sama."
"Didilaaaaaa ayo pulang." Terdengar suara teriakan dari depan pintu. Disana Tata dan Haula berdiri sambil melihat kerah Bela dan Dila.
"Iya bentar." Dila balas meneriaki kedua temannya itu. "Bel gue duluan ya."
Bela mengangguk. "Thanks ya Dil,"
"Yoi." Sahut Dila kemudian berlari pergi.
♡♡♡
Kendaraan yang semula ramai satu demi satu berkurang. Kini hanya tersisa Bela dan beberapa orang siswa yang sedang menunggu jemputan. Sedih sekali rasanya tidak punya teman. Biasanya ia menunggu jemputan di temani ocehan Nanda. Bela jadi kangen cewek cerewet itu. Kemarin Bela sempat mencoba menelfon Nanda, tapi nomernya tak aktif, Bela juga sempat datang kerumah Nanda tapi keadaan rumah itu sepi.
Bela mendongak. Menatap langit siang ini yang begitu biru tanpa awan. Terik matahari membuat peluh Bela menetes di wajah.
"Kehausan, nggak ada temen, perasaan gajelas, gini banget dah hidup gue." Bela menjulurkan kakinya. Ia menatap sedih cewek yang tadi duduk di sebelahnya sudah dijemput.
"Ah Momma, lama banget dah jemputnya." Bela melihat sekitar. Bahkan siswa yang belum di jemput hanya tersisa hitungan jari.
Di atas sana matahari sedang terik, tapi anehnya pipi sebelah kanan Bela terasa sejuk. Sepertinya sesuatu basah dan dingin itu penyebabnya. Bela menoleh ke samping. Cowok dengan jaket hitam dan kepala tertutupi tudung jaket sedang tersenyum ke arahnya sambil menempelkan sebungkus eskrim di pipi Bela.
"Mau?" Tawar cowok itu menarik eskrim tersebut lalu membuka bungkusnya.
Bela mengerjap beberapa kali. Dia menyumpahi dirinya sendiri. Kenapa harus menghayal di siang bolong begini. Bela kembali menghadap depan. Mencoba bersikap normal.
"Lo nggak mau nyoba eskrim ini?"
Mata Bela membulat. Sebuah tangan yang memegang eskrim berada di depan wajahnya. Dia mendesah gusar. "Apa segitu hauskah gue sampe menghayal gajelas gini." Ia bermonolog.
"Emang lo ngehayalin apa?"
"Gue ngehayal Dalvin lagi nyodorin eskrim di depan muka gue. Eskrim coklat, sekarang agak meleleh. Keliatannya enak banget."
Dalvin tertawa. "Lo aneh ya, tapi lucu sih."
Dengan cepat Bela kembali menolehkan wajah. "Lo Dalvin beneran?" Tanyanya dengan wajah polos, lagi-lagi membuat Dalvin tertawa geli.
"Bukan, gue Dalvin jadi-jadian." Jawab Dalvin bercanda. Dia meraih tangan Bela lalu memberikan eskrim pada cewek itu. "Tuh eskrim buat lo, sebagai permintaan maaf gue."
Bela menunduk. Memandangi tangannya yang kini di lelehi eskrim coklat yang begitu menggoda mata. Diangkatnya eskrim tersebut lalu memasukannya ke dalam mulut secara perlahan. Tepat saat itu juga eskrim coklat tersebut lumer di dalam mulut Bela.
"Jadi lo Dalvin beneran?"
"Iyalah, abisin dulu gih eskrimnya. Abis itu kita jalan-jalan."
Bela tidak tahu lagi harus besikap bagaimana. Ia memang sakit hati, tapi rasa sakit itu lumer dan leleh begitu saja bersama eskrim coklat ditangannya. Bibirnya tersenyum lebar. Hatinya seperti dihujani kelopak bunga. Dalvin saat ini tersenyum kepadanya. Cowok itu meminta maaf dengan tulus. Bela memaafkan tanpa ragu sedikitpun.
"Mau jalan gak?" Dalvin bertanya di sela kesibukan Bela menghabiskan eskrim. Bela yang sedang fokus hanya mengangguk tanpa suara.
"Hmm tapi kemana ya?" Dalvin melirik jam dipergelangan tangannya. "Masih jam dua lewat lima belas. Enaknya kemana?"
Dalvin menggaruk tengkuk. Bela mengabaikan pertanyaannya. Ia jadi merasa kesal pada eskrim coklat yang dibelinya itu. "Tau gini gue nggak beliin eskrim." Rutuk Dalvin dalam hati.
"Seger bangettt." Bela melempar bungkus eskrim ke tempat sampah yang tak jauh dari tempatnya duduk.
"Ayo pulang." Ajak Dalvin malas kemudian berdiri.
Kening Bela mengerut. "Kan mau jalan-jalan?"
"Gajadi. Lo jalan-jalan aja sama eskrim." Dalvin menyelesaikan kalimatnya lalu melangkah meninggalkan Bela yang kebingungan dengan ucapan Dalvin.
"Dalvin, tunggu!" Bela berlari kecil mengejar cowok itu. "Emang gimana caranya jalan-jalan sama eskrim?"
Dalvin memutar bola mata. "Sableng."
[TBC]
Haiiiii adakah yang belum bobo?
Gais aku capek minta maaf karena nggak update wkwkwk. Jadi aku minta pengertiannya aja deh dari kalian. Maklumi ya, namanya juga anak kelas 12.
Jangan bosen ya nunggu DB, kalian harus tetap mengikuti cerita ini sampai akhir:')
Btw mau nanya nih, ada yang kelas 12 kayak aku?
Atau ada anak kuliahan?
Ada istri muda yang baca dhwh?
Ada emak gahol gak sih disini?
ada readers dhwh yang dari lombok nggak?
Ada yang dari mataram?
Udah deh segitu aja, salam sayang buat kalian yang masih setia nunggu dhwh update💕💕💕
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro