Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

⚘2. Dosen Pembimbing⚘

Zona wajib vote n komen
Wkwkwk, othornya nodong😂

⚘⚘⚘

Bieru berjalan cepat di lorong kampus. Pandangan para mahasiswi yang tak lepas ke arahnya, membuat lelaki itu tak nyaman. Ia merasa tatapan itu seolah ingin mengulitinya hidup-hidup.

Panggilan keras menyeruak di pendengarannya. Ia mengenal warna suara itu. Suara lembut yang renyah itu sudah ia hafal sejak di bangku kuliah. Tanpa menoleh pun Bieru tahu kalau pemilik suara itu adalah Goreti Dini Atmaja, adik dari mendiang istrinya.

Sepatu berhak setinggi tujuh sentimeter itu menggema di seluruh lorong saat menapak lantai. Bieru tidak menoleh, tapi sengaja memperlambat langkah. Sejurus kemudian Goreti sudah bisa menyusul mantan kakak iparnya.

“Mas.” Goreti tersenyum. Namun, Bieru memberikan ekspresi aneh. Sejak Ella meninggal, Bieru memang sengaja menjaga jarak dengannya. Padahal dulu Bieru cukup dekat dengan gadi cantik itu.

“Ada apa?” tanya Bieru. Matanya menjelajah tanpa arah, karena tidak enak dengan pandangan para mahasiswi yang mulai bergosip.

“Mama kangen anak laki-lakinya. Beliau ingin Mas datang ke rumah,” kata Goreti. Tatapannya mendongak tertuju pada profil berhidung mancung dosen cerdas itu.

Bieru mendengkus pelan. Ia tahu bahwa itu akal-akalan dua wanita yang sangat ia segani dan hormati—Aruna dan Lia— untuk menjodohkannya dengan Goreti.

“Iya, nanti aku ajak Vio ke rumah Yangti." Hanya jawaban singkat yang keluar dari Bieru. Sesudahnya Bieru berbelok ke kanan untuk masuk ke ruangan dosen Anatomi sedang Goreti berjalan lurus menuju ke ruang dosen Biokimia.

Begitu masuk ruangan lebar yang terdiri dari beberapa meja dan kursi, lelaki tiga puluh satu tahun itu mengembuskan napas panjang. Ia tak enak harus bersikap dingin dengan mantan adik iparnya. 

Bieru berjalan menuju ke meja kerjanya yang bersih dan rapi. Tidak ada tumpukan berkas di atas meja. Hanya ada foto dirinya menggendong Violet, serta foto seorang perempuan cantik yang tersenyum di bawah permukaan kaca meja.

Bieru menyandarkan tubuhnya dengan kasar saat duduk di atas bangku beroda. Pikirannya tertuju pada topik yang selalu dibicarakan maminya kapan saja. Mendengar mama mertuanya ingin bertemu, lelaki itu yakin bahwa mamanya sudah membuat rencana dengan Lia untuk menjodohkan Goreti dengannya.

Tak dimungkiri, Goreti memang cantik. Wajah ovalnya dibungkus oleh kulit putih yang sehalus porselen. Matanya dalam dengan iris cokelat yang menyorotkan keceriaan. Hanya saja bila berhadapan dengan mahasiswanya, Goreti akan berubah menjadi serius. Mata yang dalam itu seolah ingin menenggelamkan para mahasiswa yang hanya suka bermalas-malasan.

Lamunan Bieru buyar saat Ezra datang dan duduk di depannya. Ezra adalah sahabat baik Bieru sejak kuliah. Keduanya tak terpisahkan sejak bangku S1 hingga mereka sama-sama diterima menjadi dosen di bagian Anatomi. 

"Bie, pagi-pagi udah ngelamun aja," ujar Ezra sambil menyodorkan sebuah kertas di hadapannya.

Bieru tak menanggapi ucapan Ezra. Matanya justru tertuju pada kertas yang ada di atas meja.

"Apa ini?" tanya Bieru seraya mengambil secarik kertas yang tertoreh tulisan berupa tabel.

"Pembagian dosen pembimbing," jawab Ezra. "Masing-masing dapat jatah jadi pembimbing pertama untuk dua mahasiswa dan bisa jadi pembimbing kedua untuk enam mahasiswa."

Bieru hanya mengangguk-angguk. Sambil mengerucutkan bibir, ia membuka kertas putih itu dan membaca setiap kata yang ada pada lembarannya. Beberapa nama dosen tertera di situ tak terkecuali Bieru. Ia memicing saat membaca nama mahasiswa yang akan dibimbingnya.  

***

Dara sudah sangat heboh berceloteh sendiri tentang bagaimana ia sangat mengagumi sosok sang dosen killer yang sudah menduda empat tahun ini.

Nilla sangat hafal dengan kalimat pujian yang akan terlontar dari bibir Dara. Kalau tidak mengagumi tubuh jangkung yang berotot, teman baik Nilla itu akan memuji lesung yang tercetak dalam di pipi sang dosen.

Namun, sekali lagi Dara mengeluh dengan tanggapan dingin Nilla. Ia menarik buku yang dibaca oleh sahabatnya, sambil memberi tatapan menyipit. 

Nilla mendengkus. Ia berusaha merebut kembali diktat yang tertulis dalam bahasa Inggris itu. Gadis itu harus segera menyelesaikan membaca buku itu karena besok harus dikembalikan ke perpustakaan kampus.

"Ra, apaan sih! Balikin sini! Tinggal dua bab lagi nih aku bacanya." Nilla kesal sekali dengan ulah Dara. Wajahnya sudah tertekuk hingga kacamatanya turun ke ujung hidung mancungnya.

Dara berdecak. "Nill, sekali-kali menikmati hidup kenapa? Hidup lu tuh ya, hanya berkutat sama buku melulu!"

Nilla masih berupaya meraih buku Cellular and Molecular Immunology dari tangan Dara. Begitu mendapatkannya, ia mengelus permukaan buku yang halus itu seolah kekasih yang ia sayangi.

"Hidupku ini nikmat banget! Bahkan semua pada ngiri sama aku karena kecantikan dan kepinteranku. Iya to? Kurang nikmat apa coba?" kata Nilla santai. Ia kembali membuka bukunya untuk mencari halaman terakhir yang ia baca.

Dara berdecak. Nilla selalu mengunggulkan kecantikan dan kepandaian. Memang, siapa yang tidak akan iri dengan wajah bulat telur berkulit kuning langsat. Tubuh yang tinggi itu mempunyai lekukan tubuh seperti gitar. Membuat kaum Adam yang melihat pasti ingin memeluknya. Hanya saja, ekspresinya  yang datar dan suka memegahkan diri secara tidak sadar itu, seolah membentengi Nilla dari pergaulan luas. 

Hanya Dara teman baiknya yang entah kenapa mau bertahan bersahabat dengan Nilla. Dara memang berterus terang pada Nilla bahwa ia tidak menyukai kuliah di kedokteran. Ia ingin cepat lulus dan meminta tolong Nilla agar membantunya. Awalnya Dara berniat membayar Nilla agar bisa menconteki atau membuatkan tugas. Tapi Nilla menolak. Akhirnya Nilla justru menawarkan diri untuk jadi teman belajarnya dan lama kelamaan mereka pun menjadi sahabat baik.

"Nill, kadar narsis lu direndahin dikit napa?" Dara menggeleng tak percaya. Gadis bertubuh bulat itu duduk di sebelah Nilla hingga mereka terlihat seperti angka nol dan satu.

"Itu kenyataan kan, Ra. Macem kamu yang nyata-nyata punya berat 70 kg dengan tinggi cuma 155cm. Kalau orang bilang kamu kurus itu namanya fitnah."

Dara selalu kalah bila berdebat dengan sahabatnya. Oleh karena itu, ia lebih memilih membahas masalah lain.

"Nill, lu kan ngerasa cantik nih—"

"Nggak ngerasa lagi, Ra. Aku tuh emang cantik," potong Nilla dengan suara datarnya.

Dara menggeram. "Iya, iya. Lu cantik, udah gitu pinter. Sayangnya kek manekin!" rutuk Dara.

Nilla mendongak. Matanya memicing menatap wajah bulat Dara. "Kamu kenapa marah-marah gitu? Tumben iri sama—"

"Stop!" Dara mengangkat tangannya. Setiap buka mulut entah kenapa Nilla selalu menyanjung dirinya atau kalau tidak membicarakan isi buku yang setebal ganjal pintu. "Maksud gue, gue mau tanya. Lu kan cantik, pinter juga, body bak peragawati, trus kenapa nggak punya pacar? Itu mahasiswa fakultas kita sama fakultas lain udah menjuluki lu "Queen of Dharmawangsa". Gadis yang berasal dari Jakarta itu mulai menginterograsi Nilla. Gadis itu memang susah diajak bicara tentang hati.

"Sayangnya aku terlalu berharga buat para cowok yang hanya pengin bersenang-senang saja." 

Gigi Dara mulai bergemeletuk. Bagaimana bisa Nilla sepercaya diri itu mengucapkan kesombongan tanpa ekspresi. Pantas hanya dia yang betah dengan Nilla, karena Dara sudah tahu wataknya. Dibalik wajah datar itu ada segudang misteri yang Dara tahu dan berjanji akan disimpan rapat-rapat.

"Berarti jangan-jangan Dokter Bieru juga mikir dia terlalu berharga juga ya? Makanya Dokter Ore yang cantiknya kek gitu dianggurin. Ck, ck, ck, Si Bola ini mending menggelinding minggir deh." Dara menampakkan wajah kusutnya. 

"Ra, kamu tuh cantik. Kata Om Aga semua perempuan cantik. Makanya kita harus pede," kata Nilla dengan nada tegas.

Dara mencebik. "Heran ya? Lu ini makan apa sih pedenya kebangetan."

"Makan nasi, lauk sama sayur aja." Kemudian dia menunduk lagi membaca buku diktatnya.

***
Semester tujuh bagi mahasiswa kedokteran adalah masa di mana mereka harus mengerjakan skripsi. Beban kuliah 23 SKS terbagi 7 blok disertai 6 skill lab dan skripsi. Semester ini menjadi semester akhir agar mereka memperoleh gelar Sarjana Kedokteran sebelum akhirnya menjalani profesi atau masa co-ass.

Menjelang semester tujuh, Nilla sudah mempertimbangkan laboratorium atau klinik mana yang akan ia tuju. Peraturan di kampusnya tertulis bahwa setiap mahasiswa berhak memilih satu bagian, dan mengajukan tiga topik usulan penelitian. Minggu lalu, Nilla sudah mendaftarkan diri ke bagian Anatomi. Padahal di sana terkenal dengan dosen killer yang tak mengenal dia dosen muda atau tua. 

Siang ini selepas kuliah materi, Bonaventura Siregar datang menghampiri Nilla. Bona adalah salah satu sahabat Nilla. Walau sebenarnya Bona sangat menyukai Nilla, tapi melihat reaksi Nilla yang tak tertarik dengannya, lelaki itu memilih menjadi sahabat Nilla. 

Demi bisa dekat dengan Nilla, segala cara dilakukan Bona, termasuk ngekos di depan kos Nilla dan mengambil skripsi di bagian yang sama.

"Nill, aku dikabari Pak Wardi, kalau pembagian dosbing Anatomi udah ditempel. Lihat yuk?" ajak Bona.

"Bon, lu kok ngajak Nilla aja? Gue kan juga ambil bagian itu?" Mata Dara memicing, menatap sengit Bona.

"Kau kan sepaket ma Nilla," kilah Bona.

Nilla masih sibuk membereskan alat tulisnya. Ia tidak mengindahkan perdebatan dua sahabatnya itu. Ia yakin, sebenarnya mereka berdua cocok. Yang satu tinggi kurus, yang satunya pendek bulat.

Begitu selesai, tanpa mengajak dua orang yang sedang adu mulut itu, Nilla sudah berlalu lebih dahulu. Dalam hati ia penasaran dengan pembagian dosen yang akan menentukan nasib penelitiannya di penghujung pendidikan S1 Kedokteran Umum.

Langkahnya berderap tak menghiraukan Dara yang kesusahan mengejarnya. Sementara Bona juga berada di belakang karena lengannya dicengkeram oleh Dara karena tidak ingin ditinggal.

Nilla mempercepat langkah menyusuri lorong di lantai dua. Sejurus kemudian ia sudah ada di depan papan pengumuman di depan ruang dosen. 

Nilla memperbaiki letak kacamatanya. Matanya menyipit agar bayangan tulisan Times New Romans berukuran 12 itu bisa ia baca.

Dengan bergumam ia membaca namanya. "Daniella Sekar Arum. Dosen pembimbing utama dr. Alexander Bieru Sagara, M.Sc dan dosen pembimbing kedua dr. Ezra Wiraguna, M. Kes."

Mata berbentuk almond yang simetris itu melebar di balik kaca matanya. Ia mengerjap karena mendapatkan dosen yang berpredikat Duren Mateng. Namun, sekilas tarikan bibir terukir di wajah datar minim ekspresi itu.

💕Dee_ane💕💕

Semoga terhibur dengan cerita warna-warni😍

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro