Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 14

Clarice tengah membaca novel sambil sesekali menyeruput matcha di dekat barista Bunny's Café, ketika tiba-tiba ia merasakan pandangannya berubah gelap. Seseorang menutup matanya dengan tangan. Jadi, setelah ia dan Miracle menunggu Jefferson selama sepuluh menit di Bunny's Café, rupanya cowok itu tak kunjung datang. Sekarang, ia malah harus melayani seseorang iseng yang datang dengan cara menyebalkan.

"Hei, siapa ini?" gerutu Clarice sambil meletakkan novelnya dengan sebal. "Miracle, siapa dia?" Pada saat itu, Clarice mendengar orang yang menutup matanya mendesis ke arah Miracle. "Lupakan. Aku akan menanganinya sendiri." Clarice berusaha melepaskan tangan tersebut dari wajahnya, namun tangan orang tersebut semakin kaku.

"Kau harus menebak siapa diriku sebelum membuka mata." Orang tersebut berbisik di telinganya dengan mulut yang penuh saliva, hingga suara tersebut terdengar sedikit mistis. Namun, dari suara itu, Clarice mengetahui satu hal.

"Kau seorang cowok. Fuck you! Miracle, tendang testisnya!" seru Clarice.

Tiba-tiba, cowok tersebut segera melepaskan tangannya dan berjalan mundur dengan cepat. "Astaga, Clary. Kau ganas sekali," lirih cowok tersebut sambil mengangkat kedua tangannya. Sementara Miracle tertawa terbahak-bahak, Clarice memutar kursinya untuk melihat orang tersebut.

Jefferson Royce. Tentu saja cowok itu. Tidak ada orang lain yang memanggilnya dengan sebutan 'Clary'.

"Miracle, apa Clary biasanya seperti ini? Apakah ia sedang PMS?" tanya Jefferson.

"Tidak juga, Bro. Pada dasarnya, Clarice adalah cewek baik-baik. Tapi, tidak menutup kemungkinan bahwa terkadang ia terlihat menyeramkan ketika sedang marah," jawab Miracle sambil cekikikan.

Clarice memutar bola matanya sebal. "Mengapa kau datang dengan cara yang menyebalkan seperti itu? Kau merusak moodku," gerutu Clarice sambil bersedekap.

"Haha ... Dude, aku akan keluar sebentar. Segera panggil aku jika kau sudah selesai dengan Jefferson. Bye," ucap Miracle, masih sambil tertawa. Kemudian, cewek itu melambaikan tangan dan melenggang keluar dari café.

Jefferson segera menduduki kursi yang tadinya dipakai oleh Miracle. "Mrs. Elly, milkshake cokelat," ucap Jefferson singkat. Kemudian, cowok itu duduk menghadapi Clarice.

"Jadi apa yang akan kita bicarakan? Miracle menunggu di luar jadi aku tidak dapat membuatnya menunggu terlalu lama. Setelah ini, aku juga harus menemui Noah," ucap Clarice langsung.

"Oh ... oke, oke. Sebentar, kau mengingatkanku pada sesuatu," ucap Jefferson sambil menusuk-nusuk pelipisnya dengan jari telunjuk. "Ha! Bagaimana dengan hasil desain summer outfitmu. Deadline pengumpulannya dua hari lagi bukan? Jangan bilang kau melupakan itu karena terlalu fokus belajar untuk ujian akhir tahun." Jefferson menatap Clarice dengan pandangan menyelidik.

Clarice tersenyum lebar, kemudian mengacungkan jari telunjuknya. "Tentu saja aku sudah membuatnya. Aku menggambar gambar basicnya langsung saat kau mengkritik sketsaku lewat SMS. Detail-detail lainnya kubuat di sela-sela pelajaran, saat tangan dan pikiranku terkoneksi untuk berimajinasi," ucap Clarice sambil membuka ritsleting tasnya. Lalu, ia mengeluarkan kertas sketsa yang diselipkan di tengah-tengah buku sketsa.

"Whoa ... savage deadliners," komentar Jefferson sambil bertepuk tangan beberapa kali. Sementara itu, Mrs. Elly mengantarkan segelas milkshake cokelat di meja tanpa disadari oleh Jefferson.

"Uhuh? Biasanya aku juga suka membuat desain di sela-sela pelajaran. Kau tahu, beberapa guru terkadang memiliki metode mengajar yang sangat-sangat menjengkelkan. Aku akan mati kebosanan tanpa buku sketsa," sahut Clarice sambil menyodorkan kertas sketsanya. "Aku akan memberikan kertas itu pada Noah nanti siang. Menurutmu, ada yang perlu kuperbaiki lagi tentang desain itu?"

"Mengapa kau baru menanyakan kritik padaku di saat seperti ini?" tanya Jefferson sambil menaikkan sebelah alisnya, sementara matanya tetap tertuju untuk meneliti detail desain Clarice.

"Itu ... aku baru sempat menemuimu hari ini," jelas Clarice sambil menggaruk dagunya.

"Jadi, jika aku tidak mengajakmu bertemu hari ini, apakah itu berarti aku tidak akan diberi tahu hasil akhirnya? Padahal, kurasa aku sudah memberi cukup banyak inspirasi—seperti yang kau inginkan," ucap Jefferson sambil menatap Clarice dengan intens.

Clarice merasa serba salah dengan tatapan dan ucapan itu. "Maaf. Kupikir kau sudah cukup kurepotkan dengan permintaan kritik seminggu yang lalu. Aku hanya tidak ingin terlalu merepotkanmu. Aku bukan siapa-siapamu, kan?" jawab Clarice sambil menaikkan bahunya.

"Oke, setelah aku mengirimkan surat cinta kepadamu dan mengajakmu pergi ke pesta, kau masih berpikir bahwa kau bukan siapa-siapa bagiku? Kepercayaan dirimu rendah sekali, Clary," ucap Jefferson sambil memajukan bibir bawahnya.

"Kupikir kau melakukan seperti itu pada banyak gadis," sahut Clarice santai.

Jefferson mengerutkan alisnya dan memandang Clarice tak percaya. "Kau berpikir seperti itu? Well. Oh, ya! Karena tadi kau sudah bilang bahwa kau merepotkanku, maka kupikir tidak ada salahnya jika kali ini aku yang merepotkanmu."

Clarice menajamkan pendengarannya. "Apa?"

"Kau harus ikut denganku untuk menghadiri pesta homecoming keluarga Rothschild di malam Minggu. Ini akan sama sekali berbeda dengan pesta TGIF milik Patterson. Mark Rothschild adalah teman Daddyku, dan anaknya, Rendy Rothshild adalah temanku. Daddy sudah memperingatkan, jika aku tidak membawa seorang cewek untuk menghadiri pesta, maka ia akan menyuruhku berdansa dengan tukang bersih-bersih keluarga Rothschild. Ini sebuah pesta elegan yang menjadi impian para cewek. Jadi, karena kau berhutang kerepotan kepadaku, maka kau harus membayarnya dengan pesta ini," tegas Jefferson sambil mengembalikan kertas sketsa Clarice.

Clarice mengerjapkan mata beberapa kali. Pesta? Homecoming keluarga Rothschild? Mengapa harus dia lagi? Memangnya Jefferson tidak memiliki stok cewek untuk diajak pergi ke pesta? Apakah ini semacam permainan perasaan? Clarice sama sekali tidak memahami cowok di depannya.

"Hei, aku tidak mengerti mengapa kau teris-terusan mengajakku pergi ke pesta ...."

"Ini tidak akan sama dengan kemarin. Keluarga Rothschild adalah keluarga baik-baik dan mereka teman Daddyku. Aku berjanji tidak akan ada orang seperti Patterson lagi di sana, jika itu yang kau khawatirkan," tukas Jefferson cepat. Pandangan Jefferson melunak setelah mengatakan hal itu.

Clarice memalingkan wajahnya supaya ia bisa berpikir dengan kepala dingin. Keluarga Rothschild yang 'baik-baik' itu mengundang Jefferson? Memangnya Jefferson cowok seperti apa? Oh ... tapi mungkin Daddynya memang orang berkelas, pikir Clarice sambil menimbang-nimbang keputusan.

"Kuanggap kau sudah menyetujuinya. Sampai jumpa besok malam pukul tujuh," ucap Jefferson sambil turun dari kursi café.

Clarice terdiam sejenak, sebelum kemudian menyadari sesuatu. Ia langsung mengambil kertas sketsanya yang diletakkan di meja. "Jeff, bagaimana dengan desainku? Apa ini terlihat cukup bagus?" tanya Clarice sambil memandang Jefferson dan kertas sketsanya bergantian.

"Itu sudah bagus. Aku melihat cerminan dirimu melalui desain itu. Wish you luck," ucap Jefferson sambil mengedipkan sebelah mata, kemudian melenggang keluar dari café.

Clarice tersenyum tipis sambil memandangi kertasnya, lalu kembali memasukkan kertas sketsa tersebut ke tas ransel. Beberapa saat kemudian, Miracle kembali masuk ke café sambil tertawa lebar.

"Apa yang kau bicarakan dengannya, dude?" tanya Miracle. Matanya berbinar-binar ketika menanyakan hal tersebut.

"Tidak ada. Hanya beberapa hal tentang sketsa yang akan kutitipkan ke Noah nanti," jawab Clarice sambil mengulum senyum.

"Benarkah?" goda Miracle. Kemudian, pandangannya teralih pada gelas milkshake cokelat utuh yang berada di atas meja. "Hei, punya siapa itu?" Miracle menarik gelas tersebut ke arahnya.

"Milik Jefferson. Kurasa ia belum meminumnya," jawab Clarice sambil menyampirkan tas ransel di bahunya.

Tanpa rasa ragu sedikit pun, Miracle langsung menenggak minuman tersebut. Clarice hanya menggeleng-gelengkan kepala, sebelum ia mengingat sesuatu yang perlu diketahui Miracle sebelum meminum milkshake tersebut. "Tunggu! Seingatku, Jefferson belum membayar minuman itu," ujar Clarice tiba-tiba.

Miracle buru-buru menjauhkan gelas dari mulutnya, lalu tersedak beberapa kali. "Oh my gosh! Ini mimpi buruk. Mengapa kau tidak memberitahuku dari awal? Budget belanjaku berkurang," ratap Miracle sambil meletakkan gelas dengan berang.

***

Untuk kedua kalinya, Clarice duduk di sebelah kanan Jefferson dalam mobil Mustang-nya. Malam itu, Clarice mengenakan gaun koktail sabrina warna biru milik Mom. Ia merangkap gaun tersebut dengan cardigan biru toska miliknya lantaran angin malam di hari itu membuat tubuhnya menggigil—musim semi yang berasa musim gugur. Album Charlie Puth yang mengalun di speaker mobil mengisi keheningan di antara mereka.

"Hei, menurutmu kenapa kita tidak pernah berbicara rileks ketika di mobil?" tanya Jefferson memecah keheningan.

"Entahlah. Mungkin karena memang tidak ada yang menarik untuk dibahas. Lagipula, menurutku melihat ke jalanan bukan pilihan buruk," ucap Clarice sambil menatap Jefferson dan tersenyum.

"Ooo ... terutama untuk supirnya?"

"Tentu saja," jawab Clarice cepat. "Aku tidak ingin flashback kejadian terakhir."

Jefferson tergelak mendengar jawaban tersebut. "Tenang saja, Clary. Aku akan mengendarai dengan baik jika gadisku di dekatku."

***

Clarice yang masih tidak terbiasa dengan suasana pesta selalu merapat ke Jefferson setiap kali cowok itu berjalan-jalan di sekitar koridor dan menyapa teman-temannya. Pesta homecoming itu dilaksanakan di ruang tamu rumah keluarga Rothschild yang hampir sebesar seluruh lantai dasar rumah Clarice. Suasananya memang benar-benar berbeda dengan pesta TGIF kemarin. Clarice menemui banyak pria dan wanita berkelas dari beberapa generasi berkumpul di pesta ini. Musik waltz ala Johann Strauss II mengalun di seluruh penjuru koridor. Yeah ... ini benar-benar pesta impian para gadis yang sesungguhnya.

Clarice terus berjalan mengikuti Jefferson, sambil melempar senyum singkat dan berjabat tangan dengan beberapa teman Jefferson. Pertanyaan yang mereka ajukan pada Jefferson rata-rata hampir sama. Seperti 'Siapa nama cewek ini?' dan 'Apakah ia pacarmu?'. Clarice telah membuat kesepakatan dengan Jefferson bahwa cowok itu tidak boleh memperkenalkannya sebagai pacar. Karena—di samping kenyataan bahwa mereka memang tidak berpacaran—Clarice tidak ingin Jefferson membual tentang hal-hal seperti itu. Maka, Jefferson selalu menanggapi pertanyaan itu dengan: "Tidak. Clary hanya seseorang yang sedang berusaha kudapatkan."

Clarice benar-benar menikmati pesta tersebut sambil sesekali berkenalan dengan teman-teman Jefferson yang ramah terhadapnya. Sampai di salah satu pinggir meja hidangan, Jefferson ber-high-five dengan seorang pria berusia akhir empat puluhan yang dipanggilnya sebagai Dad.

"Ini cukup mengejutkan. Kupikir aku perlu memanggilkan petugas kebersihan untuk berdansa denganmu, Jeff," gelak pria tersebut sambil menepuk bahu Jefferson.

"Tentu tidak, Dad. Jika cewek yang kupilih tidak memenuhi kriteriamu, aku lebih memilih tidak berdansa daripada memegang pinggang seorang petugas kebersihan," ucap Jefferson sambil bergidik jijik.

Mr. Royce mengangguk-angguk, sebelum kemudian kembali bersuara. "Siapa nama gadismu yang satu ini, Jeff?"

"Maaf, aku bukan gadisnya, Sir." Clarice cepat-cepat menjawab. Ia melirik ke arah Jefferson sekilas, dan menyadari bahwa cowok itu memandangnya dengan tatapan panik. "Dan namaku Clarice Barrack," lanjut Clarice sambil tersenyum sopan.

"Yeah ... Clary memang bukan gadisku. Tetapi, ia adalah seseorang yang sedang berusaha kudapatkan." Clarice segera meninju dada Jefferson, lalu cowok itu mengaduh pelan sambil tertawa jahil.

"Senang bertemu denganmu, Clarice. Aku Johnny Royce," sahut pria tersebut sambil mengulurkan tangan, yang segera disambut oleh Clarice. "Dan jangan biarkan Jeff mendapatkan hatimu dengan mudah."

Clarice tertawa ketika mendengar hal itu, sementara Jefferson mengerucutkan bibir sambil bersedekap dengan sikapnya yang kekanak-kanakan. Clarice menyikut lengan Jefferson, lalu bertanya, "Bagaimana bisa kau pernah memilih cewek yang tidak memenuhi kriteria Daddymu?"

Mr. Royce yang mendengar pertanyaan tersebut segera menjawabnya. "Kuberitahu sedikit rahasia, Nak. Biasanya Jeff memiliki selera yang 'ekstrem' ketika memilih teman kencan. Kau tahu? Ia pernah mengajak seorang cewek berpakaian erotis untuk menghadiri pesta semacam ini. Jarang sekali ia mengajak the girl next door sepertimu. Kau tidak seperti tipenya yang biasa," jelas Mr. Royce sambil berbisik.

Clarice tersenyum lebar. Frasa 'the girl next door' kembali mengingatkannya pada kesan pertama tentang Nicole. Clarice cukup heran dengan nasibnya selama ini. Awalnya, ia lebih menyukai Nicole daripada Jefferson. Namun, seiring berjalannya waktu, Jefferson yang agresif mendapatkan lebih banyak frekuensi waktu bersamanya.

Tepat sebelum Clarice sempat memikirkan banyak hal tentang itu, Jefferson menggeram kepada Daddynya dan segera menarik Clarice menjauh dari tempat tersebut. "Bye, Daddy! Kau tidak perlu meracuni Clary dengan hal-hal seperti itu. Aku akan bercerita sendiri kepadanya jika aku mau."

Clarice melempar senyum singkat kepada Mr. Royce, sebelum Jefferson menariknya semakin cepat menuju ke sudut lain ruangan. Cowok itu sampai di meja hidangan lain dan langsung mengambil apple pie yang telah tertata di setiap piring.

"Sebenarnya kau tidak perlu semarah itu. Kau dan Daddymu lucu sekali. Kurasa aku menyukai Daddymu," ucap Clarice untuk menenangkan hati Jefferson. Gadis itu juga mengambil sepiring apple pie dan mulai memakannya.

"Aku hanya tidak suka jika kebiasaan yang sedang berusaha kuubah diungkit kembali."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro