Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

1

Rehan duduk termenung melihat ponselnya yang menampilkan wajah seseorang yang dicintainya. Meisa, gadis itu tersenyum ceria menghadap kamera tapi bukan kamera ponselnya, melainkan kamera milik temannya. Ya, Rehan mengambil gambar Meisa secara diam-diam saat ulang tahun gadis itu satu tahun lalu. Meisa adalah teman kerjanya dan Rehan jatuh cinta sejak pertama kali melihat gadis itu. Rehan merasa Meisa adalah cintanya. Namun, meski begitu Rehan tidak pernah mengungkapkan langsung kepada Meisa. Rehan terlalu pengecut untuk itu.

"Mei, sore nanti ada acara enggak?"
"Enggak kayaknya, kenapa emang?"
"Mmm... gini ada tempat makan enak, cobain yuk."
"Oh, ok. Jam berapa?"
"Jam 7 an ya. Ntar gue jemput."
"Jemput? Enggak usah deh, kita ketemu disana aja. Ntar lu sms nama tempatnya."
"Yakin?"
"Ya, biar cepet aja langsung ketemu disana."
"Ok deh."

Rehan meninju udara dengan girang, akhirnya setelah sekian lama ia bisa mengajak jalan Meisa.

Sore yang dijanjikan Rehan pada Meisa tiba. Rehan sudah rapi dengan kemeja model flanel dengan sedikit lengan digulung. Tak lupa Rehan memakai jam tangan favoritnya. Rambutnya juga disisir rapi khas anak muda pada masanya.

Merasa tidak ada yang kurang dengan penampilannya, Rehan duduk lalu memesan minuman. Lima menit berlalu pesanan Rehan pun datang. Rehan menyeruput es jeruk untuk membasahi tenggorokan.

Hmm hmm

Rehan mengecek suaranya agar nanti jika berhadapan dengan Meisa, ia tidak grogi. Dari kejauhan Rehan melihat Meisa, namun ada sesuatu yang aneh dari gadis itu.

"Hai, Han. Lama ya? Maaf ya soalnya tadi aku siap-siapnya lama. Biasa perempuan," seloroh Meisa seraya tertawa.

"Ya, duduk Mei."

"Oh ya, maaf ya aku bawa temen, aku nggak hapal daerah sini."

"Ya enggak papa."

"Rehan ini Aldo, Aldo ini Rehan," Meisa mengenalkan Rehan pada teman yang dibawanya.

Rehan mengulurkan tangan pada Aldo, perasaannya mulai tidak enak sekarang. Meski Meisa tidak menyebut apa status hubungannya dengan Aldo.

"Al, kamu mau pesen apa?"
"Hm, sama aja kayak kamu deh."
"Oh ya, Han. Kamu pesen apa?"
"Sama kayak kamu aja."
"Loh kalian kompak banget, katanya ada makanan yang enak disini, Han yang mana ya?"
"Pelayanannya bilang udah abis Mei," kata Rehan.
"Baru jam segini udah abis? Keren."

Akhirnya Meisa memesan makanan ringan, yang menurut Rehan itu hanya sampai ujung tenggorokannya. Anehnya teman cowok Meisa merasa tidak keberatan sama sekali.

Rehan menghabis,kan kentang dan sosis goreng lebih dulu. Dilihatnya dua orang yang tengah asyik makan sambil sesekali bercengkrama. Rehan sama sekali tidak masuk dalam obrolan mereka.

"Mei, aku kayaknya enggak enak badan, aku pulang duluannya," kata Rehan lalu beranjak dari kursinya.

Rehan berpamitan pada Meisa dengan mengulurkan tangganya.

"Han, itu buat aku?" Tanya Meisa menunjuk boneka beruang kecil ditangan Rehan.

Rehan tersenyum, tadinya ia akan menyatakan cinta pada Meisa dan boneka itu sebagai hadiahnya.

"Ini, selamat ulang tahun, Meisa. Sukses selalu yah." Rehan menyerahkan bonekanya.

"Terima kasih, Han. Maaf aku dan Aldo, kita pacaran. Dan aku mau kamu jangan dekat-dekat aku lagi. Aku udah coba agar kamu jauh dari aku. Tapi, sepertinya kamu enggak ngerti. Maaf sekali lagi ya."

Rehan membeku, rasanya seperti tergores silet lalu disiram garam, perih.

"Oh gitu, ya udah aku pergi. Tapi, bayarin makananku yah."

Rehan meninggalkan tempat itu dengan perasaan hancur. Berbulan-bulan ia menyimpan rasa untuk Meisa tapi hanya sedetik gadis itu menghancurkannya. Rehan ingin menangis meratapi cintanya yang belum juga berkembang.

***

Rehan berpikir ia akan hancur dan tidak bisa berdiri di gedung kantornya pagi ini. Namun, sepertinya Rehan lebih kuat dari yang diperkirakannya sendiri.

Suasana kantor begitu tenang, seperti tidak terjadi apa-apa. Memang tidak ada yang terjadi. Tidak ada drama memilukan ataupun saling mendiamkan. Rehan tetap menyapa Meisa meski dalam hati masih memar. Rehan berpikir untuk segera berdamai untuk mengobati hatinya.

Bulan berlalu berganti tahun, perlahan Rehan sudah bisa melupakan rasanya pada Meisa. Baginya Meisa adalah masa lalunya dan sudah seharusnya disimpan.

"Mantan gebetan lu mau nikah. Lu kapan?"

Rehan menutup undangan pernikahan Meisa dan Aldo, lalu menatap lawan bicaranya.

"Kapan aja, jodoh gue datang gue nikahin."

"Gue tunggu undangan lu ya."

"Siap."

Rehan menutup mata, soal jodoh yang masih menjadi misteri dalam hidupnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro