PART 7
by sirhayani
part of zhkansas
7
Pagi itu, beberapa jam sebelum bel tanda pelajaran pertama berbunyi, seorang cewek berseragam putih abu-abu melangkah gugup ke belakang sekolah untuk menemui pacarnya sesuai isi surat yang diberikan kepadanya kemarin. Cewek berambut gelombang sebahu itu mengintip dari balik tembok dan tersenyum malu-malu ketika dilihatnya seorang cowok sedang duduk di atas tanah sambil merangkak ke belakang.
Awalnya, siswi itu tidak merasa ada yang aneh. Dia berjalan sesekali menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga. Fokusnya hanya kepada siswa itu, kekasihnya, sejak tadi. Di kepalanya juga hanya berputar tentang dia. Namun, siswa itu aneh. Kenapa dia harus merangkak mundur seperti itu?
Siswi itu mendekat pelan-pelan. Masih memandang pacarnya dengan heran. Pacarnya itu gemetar hebat. Dia tergagap saat ingin bicara. Cewek berambut sebahu semakin terheran lalu mencium bau busuk di sekitarnya. Dia melihat ke depan.
Lalu mematung setelah melihat tubuh bengkak cowok berseragam SMU, mata dan mulut terbuka, berada di sudut tembok belakang sekolah.
"AAAAAA!"
Pagi itu, sekolah heboh. Ditemukan mayat siswa sekolah itu yang diperkirakan sudah tak bernyawa beberapa hari yang lalu.
***
Sekolah sedang berduka dan terpaksa diliburkan selama beberapa hari untuk investigasi siswa yang meninggal di belakang sekolah itu. Belum ada keterangan pasti siapa yang menyebabkannya meninggal. Akan tetapi, dari hasil tes ditemukan banyak luka pukulan dan paling parah ditemukan di dada. Diperkirakan penyebab meninggalnya karena pukulan di dada berkali-kali, berdampak pada jantung korban.
Faktanya, siswa itu adalah cowok yang menggodanya saat dia berada di perpustakaan.
Saat proses belajar mengajar kembali berlangsung, berita itu semakin hangat dibicarakan oleh para siswa. Kejadian tragis yang menimpa korban membuat sebagian di antara mereka hampir tidak inin ke sekolah. Bahkan ada beberapa orangtua yang menyuruh anaknya untuk segera pindah. Sekolah itu sudah di daftar hitamkan oleh orangtua yang awalnya ingin anaknya ke sekolah itu.
Bagi sebagian lagi, kejadian itu adalah sebuah kejadian yang tak perlu mereka bawa berlarut-larut. Meski banyak yang berspekulasi bahwa pelakunya masih ada di sekitar sekolah.
Sayangnya, kasus yang diduga sebagai kasus pembunuhan itu belum ditemukan pelakunya siapa.
"Lucy."
Telinga Lucy berdenging. Dia memandang Dean yang baru saja memanggilnya. Sekarang mereka ada di kantin dan hanya duduk berdua karena Dean yang tidak ingin berada di meja yang sama dengan Dewa atau orang lain lagi.
"Apa lo lagi mikir gue pelakunya?" tanya Dean.
Lucy menegang di tempatnya duduk. Dia tersenyum paksa. "Pertanyaan apaan itu?"
Dean menarik tangan Lucy, menggenggamnya di atas meja. "Gue udah bilang." Dipandanginya Dewa di tiga meja yang memisahkan mereka. Di mana Zeline, Dewa, dan Clarissa berada. "Gue nggak suka lo deket-deket sama dia."
Lucy ikut memandang ke arah tujuan Dean dan berusaha berpikir jernih. Lucy tak tahu apakah dari kalimat itu berisi peringatan. Namun, kasus yang terjadi di sekolah membuatnya sangat ketakutan. Ditambah Dean yang tiba-tiba bertanya kepadanya, apakah Lucy berpikir bahwa Dean pelakunya.
Korban itu memang tidak terdapat luka berdarah. Hanya pukulan. Bukan hanya, tetapi pukulan itu berdampak dari dalam dan merenggut nyawa korban. Terlambat diselamatkan dan tak ada menemukannya hingga beberapa hari kemudian.
Di meja lain, Dewa sempat melirik Lucy dan Dean sekali. Sama halnya dengan Clarissa. Dibanding Zeline yang sedang frustrasi memikirkan kasus yang terjadi di sekolahnya beberapa hari lalu.
"Argh, nyeremin banget, tahu! Jadi nggak tenang ke sekolah." Zeline menutup wajahnya sambil meringis.
Dewa mengetuk jemarinya di atas meja sembari memandang pacarnya. "Dean itu asalnya dari mana, Zel?"
"Mana gue tahu?" Zeline mengengir. "Eh, gantengan dia sih dari pada lo." Zeline tersenyum kepada Dewa. "Tapi gue sukanya lo."
Dewa menggeleng-geleng, tapi tersenyum kecil setelah itu.
"Nggak punya malu banget sih, Zel?" Clarissa memutar bola mata. "Ada gue, nih. Ngiiing."
"Mereka beneran pacaran saat kenal cuma sehari?" tanya Dewa lagi.
"Yapsi." Zeline mengangguk-angguk.
"Apa aneh di hari pertama udah jadian aja?"
"Cowok itu juga agak mencurigakan. Lucy nggak kayak biasanya," sambung Clarissa.
Zeline menatap Clarissa.
"Lo ngerasain hal yang sama?" tanya Dewa sehingga menambah kebingungan yang Zeline rasakan.
"Kenapa, sih? Kenapa? Kok cuma gue yang biasa aja?" tanya Zeline.
Clarissa menoyor pelipis Zeline. "Lo kan cuma mikirin Dewa."
"Tapi, tapi, bukannya perilaku Lucy wajar karena mungkin dia lagi terpananya sama Dean?" Zeline menunjuk dirinya dan Dewa bergantian. "Gue juga sama lo tahu? Kayak Lucy."
"Beda," balas Dewa.
"Ini beda." Clarissa menambahkan. "Kemarin gue merhatiin Lucy agak tertekan." Clarissa mengangkat bahu. "Dan dari gerak-gerik Dean, Dean ngelakuin sesuatu di bawah meja."
"Sampai buat Lucy kesakitan?" ujar Dewa.
"Nah."
Zeline mengaga. "Kalian berdua kenapa sih? Kok cuma gue yang nggak tahu apa-apa di sini."
"Udah. Jangan dipikirin. Itu cuma dugaan, tapi saran gue buat kalian berdua, perhatiiin sahabat kalian. Mungkin ada yang beda dari biasanya," kata Dewa, sebelum pamit meninggalkan kantin sekolah itu kembali ke sekolahnya. Kebetulan jadwal istirahat sekolah mereka sama dan jaraknya dekat.
**
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro