Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

PART 5

by sirhayani

part of zhkansas

5

Pria bersetelan jas menunduk saat membukakan pintu mobil untuk Dean.

"Minggir. Gue sendirian. Lo nggak usah." Dean menggerakkan kepalanya, menyuruh sopirnya itu untuk menyingkir.

"Tapi, Tuan. Nanti saya dihukum Bos besar." Pria itu langsung diam saat mendengar decakan dari Dean. "B—baik."

Pria itu menyodorkan kunci mobil kepada Dean takut-takut. "Sa—saya tidak bertanggung jawab. B—Bos besar mengawasi Tuan dari balkon."

Dean mengambil kunci mobil itu, lalu mendongak ke atas balkon.

Daren, ayah Dean, berdiri di atas balkon sembari menatap anak tunggalnya yang sedang berinteraksi dengan sopir pribadi Dean. Laki-laki berperawakan campuran itu sedang menikmati kopinya di pagi hari. Dua penjaga juga ada di balkon menjaga Daren dari bahaya yang terkadang mengintai.

"Bagaimana dia di sekolah barunya?" tanya Daren kepada informan yang ditugaskan untuk mencari tahu apa pun yang dilakukan Dean di sekolah. Informan itu adalah remaja laki-laki berumur 18 tahun yang merupakan siswa baru di sekolah Lucy dua bulan lalu. Semuanya sudah Daren persiapkan sejak awal untuk memasukkan Dean ke sekolah umum karena selama ini Dean bahkan tak pernah menginjakkan bangku sekolah.

Daren baru kembali ke Indonesia malam tadi dan baru sempat bertanya mengenai anaknya.

"Dia melakukan satu kesalahan fatal." Aldy sedikit mendekat. "Tapi, saya tidak bisa ikut campur lebih jauh."

"Kesalahan fatal?" Daren memandang Dean di bawah sana. "Memangnya apa yang sudah anak itu lakukan?"

***

Setelah sarapan pagi, biasanya keluarga kecil Lucy akan melakukan aktivitas harian masing-masing. Mama akan menyiram tanaman di sekitar halaman rumah dan merawat tanaman-tanaman itu penuh cinta, papa sibuk mengurus merpati-merpatinya dengan setelan kantornya itu sebelum berangkat, dan Lucy siap-siap berangkat sekolah menggunakan sepeda kesayangannya yang sudah menemaninya sejak kelas 1 SMP dan tak pernah absen dia gunakan jika ingin ke sekolah.

Kecuali pagi ini.

"Loh, sepeda kesayangan nggak diangkut?" tanya Papa. Langkah Lucy pun terhenti di belakang pagar. Dengan gerakan pelan dia menoleh.

"Hari ini nggak naik sepeda. Ada jemputan." Tak sadar, Lucy sudah bergerak gelisah.

Mama ikut menatapnya heran. "Jemputan? Temen?"

"I... ya," balas Lucy pelan.

"Kok gugup gitu?" Papa berdiri menghampiri anak satu-satunya itu, meninggalkan merpati-merpatinya yang sedang makan. Papa memegang ujung kepala Lucy kemudian mengacak-acak rambutnya. "Hayo, siapa yang jemput?"

"Papa habis pegang Merpati!" Lucy segera membuka pagar sambil berusaha menghindar. "Bauuu!"

Lucy mengambil langkah seribu.

"Hati-hati jangan lari-lari!" teriak mama. "Nanti jatuh, Lucy."

"Mana jemputannya mana? Mana?" teriak papa. "Mau sembunyi dari papa, ya? Jangan-jangan pacar kamu?"

"Bukaaan!" teriak Lucy dari jauh sambil berbelok ke persimpangan. Dia menabrak sesuatu yang keras dan berakhir jatuh di tanah.

"Bukan pacar?" tanya Dean, seseorang yang baru saja Lucy tabrak. Lucy langsung ketakutan. Rasa takutnya sedikit reda saat tangan Dean terulur di depannya. Lucy membalas uluran tangan dingin itu, lalu berdiri saat Dean menariknya kuat.

"Pa ... car, kok. Cuma, ya," Lucy tersenyum kaku, "belum saatnya buat jujur ke mama papa."

Lucy merasakan pinggangnya ditarik. Dean membukakan pintu untuknya. Lucy segera masuk dan melihat Dean memutari mobil. Dean, cuma cowok itu berkendara mobil ke sekolah. Sebenarnya, siapa dia?

"Padahal sekolah deket banget." Lucy tersenyum menatap siswa-siswi lain yang sedang berjalan kaki menuju sekolah. "Kenapa kita harus naik mobil?"

"Besok mau jalan kaki?" tanya Dean.

"Y—ya. Biar nggak narik perhatian."

Mobil Dean berhenti di depan sekolah. "Nanti lo capek. Gue jemput naik sepeda?"

Pipi Lucy memerah. Baru membayangkannya saja sudah memalukan. "Nggak. Makasih."

Lucy merasakan tangannya digenggam sebelum cewek itu keluar.

"Baik-baik di sekolah." Dean menatapnya datar. "Gue bakalan merhatiin. Jadi anak baik-baik. Oke?"

Lucy mengangguk dengan penuh beban di pikiran.

"Cuma gue cowok yang boleh ada di dekat lo." Dean memegang pipi Lucy. "Paham?"

Lucy mengangguk. Matanya berkaca-kaca. Semalam, setelah Dean membisikkan kata-kata yang membuat Lucy merinding, dia semakin tak berani melawan. Dean bahkan tak ingin pulang sebelum tanda-tanda hujan deras mereda. Dean tak ingkar janji. Dia pergi setelah hujan hampir reda.

Alasan Dean tentang hujan adalah karena saat hujan deras di malam hari, orang-orang akan memilih untuk berada di dalam rumah. Anak-anak kecil yang biasanya senang berada di bawah hujan tak akan mungkin keluar rumah di malam hari.

Satu hal lagi yang membuat Lucy takut; Dean akan selalu ke rumahnya disaat hujan deras atau tanda-tanda hujan akan turun. Sementara bulan ini baru awal dari musim hujan.

Mereka berpisah di depan sekolah. Lucy melangkah lebar memasuki gedung sekolahnya. Berbeda dengan Dean yang masih duduk di balik kemudinya sembari terus memperhatikan Lucy dari jauh.

"LUCY!" Zeline mengagetkan Lucy seperti biasa dan kali ini Zeline yang terkejut karena untuk pertama kalinya dia melihat Lucy kaget karenanya. Cewek yang sering diejek anak laki-laki itu merangkul sahabatnya sambil tersenyum. "Kaget banget? Tahu gue yang masih shock karena dianterin sama pangeran sekolah. Lagian lo tiba-tiba banget dan ... uhhuk .. mau aja dianterin sama cowok? Biasanya kan lo nolak. Lucy! Denger gue nggak, sih?"

"Ah?" Lucy mengerjap. "Ya. Denger."

"Pokoknya kita harus double date!"

Lucy langsung tegang.

Zeline cemberut. "Lo kenapa sih kayak nggak seneng gitu?"

"Seneng, kok."

"Ada sesuatu?"

"Apanya?" Lucy menepuk kepala Zeline hingga Zeline mengaduh. "Diem!" seru Lucy.

Zeline menjitak kepalada Lucy. "Dewa bakalan ke sini lagi istirahat nanti."

Dewa. Lucy langsung takut. Semalam Dean juga memberikan ancaman kepadanya. Salah satu cowok yang harus jaga jarak dengan Lucy adalah Dewa. "Lama-lama ketahuan guru tahu rasa," kata Lucy.

Zeline menjulurkan lidah. "Bodo. Eh, eh. Dean. Lo pokoknya harus ajak dia makan bareng di kantin. Pacaran kan kalian?"

Lucy hanya diam.

"Masa pacaran, sih." Zeline menggaruk pelipisnya. "Baru kenal sehari, kan?"

"Nggak ada salahnya langsung pacaran. Tujuannya kan buat saling kenal," kata Lucy dengan penuh keraguan. Juga sesal setelahnya. Kata-kata itu tak seharusnya dia ucapkan.

"Iya, juga, ya." Zeline mengangguk-angguk.

***

Dean langsung menarik tangan Lucy ketika cewek itu menghampirinya di depan perpustakaan. Entah ke mana Dean akan membawanya. Lucy menahan tubuh dan balik menarik satu tangan Dean dengan kedua tangannya.

"Temen-temen gue pengin makan bareng di kantin. Lo juga diajak." Lucy meneguk ludah ketika Dean hanya diam memandangnya saat berbalik.

"Mau, ya?" pinta Lucy ragu-ragu.

"Ayo." Dean setuju. Cowok itu tak berhenti melepas genggaman tangannya dan tak luput jadi perhatian yang lain. Lucy menunduk ketika beberapa orang menggoda kebersamaan antara dirinya dengan Dean. Langkah Dean terhenti setelah masuk ke kantin itu. Dia bertatapan dengan Dewa.

"Lo nggak bilang kalau dia ada," kata Dean dingin.

"Siapa?" tanya Lucy gugup.

"Serangga itu." Tatapan Dean tak lepas dari Dewa.

"Hai," sapa Dewa sembari mengangkat tangan kepada keduanya.

"Lihat, tuh," bisik Dean tak suka. "Mukanya aja kayak gitu."

"Memangnya mukanya kayak gimana?"

"Kayak serangga."

Lucy tak tahu harus tertawa atau semakin takut. Lucy tak mengerti kenapa Dean harus membenci Dewa disaat Dewa tak melakukan apa-apa kepadanya. "Dia itu emang ramah, tahu?"

"Ramah?" Dean berdecih.

Mereka mendekat, lalu duduk di bangku yang tersisa. Lucy dan Dean duduk berdampingan. Lucy pergi sebentar memesankan makanan untuk mereka.

"Dewa, Dewa. Kenalin ini Dean." Zeline menunjuk Dean dengan dagunya sambil tersenyum. Dia menggerakkan tangannya di samping bibir dan berbisik kepada Dewa. Hanya bercanda. Suaranya didengar baik Clarissa yang duduk tepat di samping Zeline, Dewa, apalagi Dean dengan jelas. "Anak baru sekaligus ehem ehemnya Lucy."

Dewa mengulurkan tangannya kepada Dean. "Dewangga."

"Dean." Dean membalas kaku. Bersamaan dengan datangnya Lucy di sampingnya. Lucy menggeser pesanan Dean di hadapan cowok itu.

"Dia Dean. Anak baru di sekolah ini," kata Zeline lagi. "Dan langsung pacaran aja sama Lucy padahal Lucy dari dulu anti pacaran tahu?"

Dean memperhatikan Zeline tanpa ekspresi. Zeline tak mengerti kondisi dan cewek itu sedang tertawa. "Lo jangan-jangan ngancem Lucy, ya? Ah, tapi nggak mungkin sih Lucy kan terkenal nggak takut sama apa pun. Kecuali Tuhan. Hehe."

Kecuali Dean, lanjut Lucy membatin.

"Tapi serius. Kepo gue. Gimana caranya kalian saling kenal?" tanya Zeline, niatnya ingin berusaha santai dan memang hanya dia yang paling banyak bicara di antara yang lain.

Lucy merasakan tangannya digenggam erat oleh Dean di bawah meja sampai Lucy hampir meringis kesakitan. Lucy tersenyum kepada Zeline. "Ada. Rahasia."

"Pelit banget, sih." Zeline menyeruput minumannya.

"Jangan banyak tanya, Zel," kata Dewa dan mulut Zeline langsung tertutup rapat.

"Lo kok jahaaat," kata Zeline pura-pura ingin menangis.

Di balik diamnya Dewa dan Clarissa sejak tadi, hanya mereka yang merasakan ada yang tidak beres di antara Lucy dan Dean.

***


 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro