PART 3
by sirhayani
part of zhkansas
3
"Hai, anak baru!" Cowok berkumis tipis duduk di bangku yang berhadapan langsung dengan Dean. Dia cengengesan. Niatnya mendekati Dean tentu untuk mengajak cowok berambut pirang itu berteman. Berharap dengan begitu orang-orang akan terkesan kepadanya karena bisa berteman dengan seseorang yang berasal dari luar negeri.
"Nama lo Dean, kan?" Cowok itu menaikkan satu kakinya ke bangku. Satu temannya duduk dan sejak tadi tak mengeluarkan kata. "Kita sekelas! Gue duduk tepat di belakang lo, teman."
Saat cowok itu menepuk beberapa kali lengan Dean, Dean langsung memberikan tatapan tak sukanya kepada cowok itu.
Dean menatap cowok itu dingin. "Pergi."
Cowok itu tertawa. "Apa? Ini kan kantin. Gue mau duduk di sini, ah."
Dean memandang cowok itu tanpa mengatakan apa pun lagi.
"Cabut, yuk. Bentar lagi lo dijadiin makanan," bisik siswa lain. Cowok itu terpaksa pergi karena mendapatkan tatapan tak biasa dari Dean.
Dean kembali melihat seseorang yang memang dipandanginya sejak tadi. Dari jarak yang lumayan jauh, Dean terus memandang bagaimana Lucy tertawa kecil menanggapi teman-temannya yang sedang bergurau. Meski Dean tak memperlihatkan ekspresi apa pun, dia agak terganggu dengan kehadiran siswa dari sekolah lain yang menyusup ke kantin sekolahnya dan sekarang duduk berhadap-hadapan dengan Lucy. Siswa itu memang tak banyak bicara, tetapi pandangannya selalu tertuju kepada Lucy setiap kali Lucy bicara.
Dewa tak salah selalu melihat Lucy ketika bicara. Dean yang tiba-tiba tidak suka dengan keadaan itu.
Lucy bertopang dagu. Kembali dia tersenyum kecil menanggapi Zeline yang baru saja bicara. Tangannya berpindah mengambil gelas minuman, dia minum, lalu kembali bicara.
"Bisa-bisa lo bakalan ketahuan sama guru di sini," kata Lucy kepada Dewa. "Mending pergi, deh. Sekarang juga. Nanti ketemuannya sama Zeline kalau udah pulang sekolah."
"Kan gue masih k.a.n.g.e.n." Zeline memeluk lengan Dewa sambil mengedipkan matanya kepada Lucy. Lucy mundur dan refleks meringis.
"Gue agak nggak nyaman ada di antara dua orang yang pacaran." Clarissa mengambil makanannya, lalu berdiri. Lucy tersenyum paksa kepada Zeline dan mengikuti Clarissa.
"Bye. Nikmati pacarannya, ya. Nanti kalau udah selesai bilang." Lucy merapatkan bibir dan menaikkan kedua alis. Zeline agak panik ditinggal berdua. Dia hanya berani bertingkah ketika ada orang lain selain Dewa di sampingnya.
"Mampus dia," bisik Clarissa di depan Lucy. "Mati kutu, tuh, anak."
Lucy tersenyum kecil dan kembali mengedarkan pandangan. Tak ada tempat kosong selain satu; meja yang digunakan Dean. Lucy tak sadar dengan keberadaan Dean di kantin itu dan sekarang baru sadar bahwa jaraknya berdiri dari meja Dean tak lebih dari satu meter. Dia bahkan sudah berhenti karena terkejut sambil memegang mangkuk beserta gelasnya.
Dean tiba-tiba berdiri. "Duduk di sini aja," katanya datar.
Lucy memandang Clarissa yang sudah mendapatkan meja dan meja yang dipakai sahabatnya itu sudah penuh. Clarissa hanya bisa tersenyum kikuk. "Maaf, kayaknya ada yang mau bareng lo," kata Clarissa tanpa suara.
Lucy berusaha untuk tersenyum. "Gue udah selesai makan, kok," katanya, lalu berbalik meninggalkan Dean yang masih berdiri dan terus memandangnya dalam diam.
***
"Musim hujan sudah mulai terjadi di Indonesia. Beberapa malam ini hujan deras terus terjadi. Petir juga nggak lepas, ya, belakangan ini."
Sambil mendengarkan radio malam, Lucy telungkup di atas kasur dan membaca majalah keluaran terbaru. Kedua kakinya terangkat naik, ganti bergerak, sesekali mulutnya menggumamkan lirik lagu yang dia hapal di luar kepala.
Lucy terperanjat mendengar suara petir.
"Barusan petir lagi.... Bzztt.... Bzzt...." Radio tak lagi mendengarkan suara dua orang yang sedang berbincang. Lucy mematikan radio berwarna cokelatnya dan segera turun dari tempat tidur untuk menutup jendela kamarnya yang masih terbuka. Hujan deras disambut petir dengan suara kecil beberapa kali terdengar setelah sebelumnya ada petir dengan suara besar yang membuat siapa pun ketakutan.
Gorden kamarnya bergerak karena angin. Jendelanya pun bergerak sedikit. Lucy menyipitkan mata dari cipratan air hujan yang menyeruak masuk melalui jendela yang masih terbuka lebar. Dia hampir tiba di tepi jendela saat seseorang muncul dari luar jendela dan dengan gerakan cepat melompat memasuki kamar Lucy.
Lucy berdiri kaku menutup mulutnya.
Dean?
Lucy semakin merinding.
Cowok itu menarik Lucy mendekat dan mereka sama-sama duduk di dinding jendela. Lucy hampir teriak jika saja Dean tidak membekap mulutnya dengan cepat.
"Kalau lo teriak," bisik Dean penuh penekanan.
Mata Lucy sudah berkaca-kaca. Dean memang belum sempat dia menyelesaikan ucapannya dan sepertinaya tidak akan menyelesaikan perkataannya. Dean sudah memberikan tatapan mematikan. Tenggorokan Lucy tercekat. Dean perlahan melepaskannya.
"Tadi dia di sini bego!"
Lucy mengintip keluar dan melihat melihat dua orang berpakaian serba hitam saling teriak di bawah derasnya hujan tak jauh dari rumah Lucy.
"Ah, mampus! Kita bakalan dimarahin bos besar!"
Dean menarik Lucy dan kembali duduk bersandar di dinding jendela. "Ada orang-orang gila," kata Dean.
Lucy memastikan bahwa orang-orang berpakaian hitam tadi mencari Dean. Mereka seperti preman. Tubuh mereka besar dan berotot. Lucy menoleh. Dean sedang memandangnya dengan tatapan datarnya itu. "Lo ... kenapa?"
Dean hanya diam.
"K... kenapa lo tiba-tiba ada di dekat rumah gue?" Lucy ingin teriak, tetapi apakah suaranya akan menang dari suara air hujan di genteng? Lucy tak habis pikir. Ada banyak pertanyaan di benaknya termasuk mengapa Dean tiba-tiba muncul di rumahnya?
Dean menguntitnya.
Lucy berusaha untuk tidak larut oleh perasaan takutnya sendiri.
Setelah hening yang lama di antara mereka, Dean akhirnya mengeluarkan suara kembali. "Sepertinya, gue tertarik."
"T—tertarik?" Jantung Lucy berdegup kencang. Dia takut. "Apanya...."
Dean mendekatkan wajahnya. Ada senyum kecil yang nyaris tak terlihat baru saja tercipta. "You."
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro