PART 28 (end)
(edit, tambahan info: awalnya cerita ini tokoh utamanya adalah Lusi-Zena dan judulnya Goresan. Kisah Lucy-Dean itu cuman flashback makanya singkat banget dan to the point. Tapi karena Lusi-Zena aku pindahkan ke akun lain, jadi lapak ini aku jadikan khusus cerita Lucy-Dean dengan judul Deal With A Possessive Boyfriend dan bagian yang ada Lusi-Zena aku hapus. Kisah Lusi dan Zena bisa kalian baca di akun wattpadku yang lain, yaitu northaonie dengan judul DELUSI)
🤍
by sirhayani
part of zhkansas
28-end
"Mama...."
Lucy sedang memasak di dapur saat mendengar suara teriakan Lusi yang melemah. Lucy mematikan semua kompor yang menyala dan diam mendengar sesuatu yang mencurigakan di luar sana.
"Lusi?" gumam Lucy ketakutan. Dia mengambil sebuah pistol yang selama ini dia sembunyikan dalam lemari kamar yang terkunci. Dia mengirimkan pesan kepada Zeline dan Clarissa, lalu ditaruhnya pistol di saku celana belakang dengan tangan gemetar sambil terus melangkah ke ruang tamu.
Tubuh Lucy melemas saat dilihatnya Dean berjongkok di depan Lusi. Bukan hanya Dean yang ada di sana, tetapi para bodyguard Dean juga ada menghalangi pintu keluar.
"Kamu buat Lusi ketakutan, Dean," gumam Lucy saat melihat anaknya hanya bisa berdiri mematung. "Kamu bikin dia takut! Anak sekecil itu tiba-tiba dihadapkan dengan orang-orang seperti kalian jelas dia ketakutan!"
"Mama...," gumam Lusi sambil terisak.
Lucy menangis menatap Dean. "Aku mohon lepasin dia, Dean...."
Dean memejamkan matanya sesaat. "Aku nggak ngapa-ngapain dia."
"Kamu bikin dia nangis!" teriak Lucy histeris.
"Lucy," gumam Dean lemah, dipandanginya Lucy yang sedang gemetar di tempatnya. Lusi berlari ke hadapan Lucy dan memeluk mamanya itu sambil ketakutan.
"Ayo, kita pulang...." Dean mengulurkan satu tangannya, menatap Lucy dan Lusi bergantian. "Ini Papa, Lusi," kata Dean kepada Lusi. "Lucy, kalau kamu nggak mau ikut, aku akan mengambil anak kita secara paksa," ancam Dean, sedikit berbisik. Harapannya dengan begitu, Lucy akan luluh dan menyerahkan diri.
"Papa?" tanya Lusi.
"Iya." Dean tersenyum. "Kamu nggak kangen sama Papa?"
"Ternyata Papa, ya? Yang waktu itu!" seru Lusi, menghapus air matanya, lalu tersenyum. Baru akan melangkah dia ditahan oleh Lucy.
"Jangan ke mana-mana, Lusi," gumam Lucy. Lucy menutup mulutnya dengan tangan. Satu tangannya yang tiba-tiba memegang pistol mengarah tepat ke arah Dean.
Lusi tidak melihat itu karena berada di depan Lucy. Lusi hanya berdiri memandang Dean, melihat betapa miripnya rambut dan mata mereka.
Dean tiba-tiba berdiri dan menatap Lucy marah. "Ngapain kamu?"
"Nggak. Nggak. Lebih baik aku dan Lusi mati daripada harus kehilangan Lusi." Lucy menggeleng. "Jangan pisahkan kami!" gumamnya penuh tekanan.
"Lucy, dengarkan dulu," kata Dean penuh kehati-hatian.
"Aku udah capek berurusan sama kamu." Lucy mengarahkan pistol itu ke kepala Lusi. Lucy tidak serius melakukan itu. Dia tidak pintar menggunakan pistol. "Pergi sekarang atau aku dan Lusi pergi dari dunia ini."
Dean mematung di tempatnya. "Kamu nggak mungkin bisa pakai pistol. Pistol itu kosong, kan?"
Lucy terisak. Dia menarik pelatuk, lalu suara tembakan terdengar.
Peluru itu hampir mengenai jantung Lucy.
Baru saja Dean mengambil pistol dan menembakkan peluru ke dada Lucy hingga Lucy terjatuh ke lantai bergelimang darah. Pistol yang dipegang Lucy pelurunya kosong.
Lusi melihat semua itu dan ketakutan. Dia baru saja melihat sosok monster di hadapannya, yang menyebut diri sebagai papa. Lusi menatap mamanya yang sedang menahan sakit. Lusi menangis memegang tangan mamanya dan takut melihat darah di lantai.
"MAMA!" teriaknya kencang. Ditatapnya Lucy sambil terisak.
"Lusi, lari! Lari dari mereka, Lusi!" Lucy memejamkan matanya saat bernapas saja dia sulit. "Kamu harus lari. Kamu harus lari...."
"Jauhkan anakku dari sana. Bawa dia ke mobil." Perintah Dean dengan suara serak. Hatinya sakit melihat Lucy terbujur penuh darah di lantai. Dia melepaskan pistol dari tangannya dan berjalan lunglai. Pikirannya sedang tidak tenang.
Sementara Lusi menangis berontak dari tangan penjaga. Terus menangis sambil memanggil mamanya.
"Siapkan mobil!" teriak Dean sambil membawa Lucy ke dalam gendongannya. "Bertahan, Sayang...," gumamnya parau.
"Tapi, anak Anda baru saja menghilang. Dia berhasil kabur," kata seorang penjaga dengan panik. "Ah, sial. Cari dia sampai ketemu. Jangan berani muncul di hadapan saya kalau anak itu belum ketemu juga," kata Dean marah.
Dia masuk ke mobil bersama Lucy dan memeluknya. "Cepat ke rumah sakit," perintahnya sambil mencium Lucy yang masih bernapas. "Tahan sebentar saja," gumamnya, menangis.
Lucy perlahan membuka mata dan memandang Dean lemah.
"Jangan apa-apakan Lusi," kata Lucy lemah.
Dean menggeleng. "Enggak. Dia anakku dan aku nggak akan melukainya."
Lucy tersenyum lemah. "Dean, sekali psikopat tetap psikopat. Kamu ... bisa berubah pikiran ... kamu...."
"Bukan aku yang bunuh mereka. Bukan aku yang bunuh kedua orangtua kamu, Lucy," gumam Dean serak. "Aku mohon bertahan. Selama ini kamu menjauh karena itu, kan?"
"Lalu, bagaimana dengan Marina?"
Dean hanya bisa menangis.
"Kamu bunuh dia, kan?" Lucy kesakitan. "Padahal kamu ... sudah janji."
"Itu karena dia kurang ajar jauhin kamu sama aku."
"Aku selalu takut sama kamu, Dean," bisik Lucy di sisa-sisa hidupnya. "Selama ini yang kamu rasakan itu bukan cinta. Itu... obse... si."
"Bukan aku yang bunuh orangtua kamu, Lucy. Ayahku yang bunuh orangtua kamu. Bukan aku. Hari itu... saat di mobil... itu adalah hari terakhir aku di Indonesia sebelum ke Jepang. Bukan aku yang bunuh orangtua kamu. Aku ... aku sudah mengakhiri hidup ayah dan .. dan aku sudah membalas dendam kamu. Kamu ... kamu percaya, kan, sama aku?" bisik Dean, merasakan dadanya sakit sambil terbata karena isakan tangisnya. "Dan... aku sangat mencintaimu, Lucy. Itu ... itu bukan obsesi."
Lucy berusaha memegang pipi Dean dan menatap Dean dengan pejaman mata yang terbuka sendu. "Lalu, apa bedanya kamu dengan ayah kamu, Dean?"
Dean merasakan dadanya sangat sakit. Suaranya serak dan tenggorokan yang tercekat. Dean mencium wajah isterinya sambil terisak.
"Maaf," kata Dean penuh sesak. "Jangan pergi aku mohon.... Sebentar lagi kita sampai ke rumah sakit. Aku mohon bertahan sebentar saja...."
Lucy tidak menjawab bersamaan dengan tangannya yang jatuh tak berdaya.
"Aku mohon jangan pergi." Dean terus menangis. "Ayo bangun. Kamu mau membangun keluarga kecil yang bahagia, kan?"
Lucy tidak menjawab. Napasnya tak berembus lagi.
Lucy meninggal dalam pelukan Dean.
DEAL WITH A POSSESSIVE BOYFRIEND, SELESAI
**
CATATAN TAMBAHAN:
udah, gitu doang? iya. dari awal cerita ini memang hanya flashback dari cerita utama yang judulnya Delusi di akun northaonie
VERSI HAPPY ENDING:
aku pernah buat versi happy ending dari deal with a possessive boyfriend, tapi secara garis besar sama tapi dalam versi bahagianya dan diedit sana sini. bagi yang pengin baca versi happy endingnya bisa di https://karyakarsa.com/zhkansas
lihat caranya di bawah:
cat: Adegan di Extended Part 13 ada juga dalam another version dwapb. jadi bagi yang sudah beli another version dan belum beli extended part 13, nggak usah beli extended part 13 lagi.
UCAPAN TERIMA KASIH: Untuk semuanyaaa. terima kasih sudah baca cerita ini ❤️❤️
dan bagi yang pengin baca cerita lain dan pengin ngikutin dari awal, silakan follow akun wattpad sirhayani biar langsung tahu kalau ada cerita baru nantinya
love,
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro