Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

PART 21

by sirhayani

part of zhkansas

21

"Dari tadi dia ngelihatin lo." Marina memandang Haikal dari jauh dengan pandangan curiga. "Kayaknya gue perlu ke sana."

Belum sempat Marina melangkahkan kaki, pergelangan tangannya dipegang erat oleh Lucy. Perempuan itu memandang Lucy heran.

"Nggak perlu." Lucy tersenyum kecil. "Gue rencana mau ngasih tahu lo sepulang kerja, tapi sepertinya lo bakalan tahu sekarang."

Marina mengangkat alisnya, bingung.

"Gue mulai membuka hati buat siapa pun yang pengin deket, ya tentu dengan berbagai pertimbangan." Lucy memandang Haikal. "Dan sepertinya Haikal laki-laki yang tepat. Marina, dia nungguin gue selesai. Hari ini kami bakalan pergi, eum, ya, date...."

"Oh?" Marina lalu diam setelah hanya bisa membulatkan bibir dan ber-oh pelan. Lucy mengangguk dan kembali bekerja.

Sementara Marina berdiam diri, memikirkan sesuatu di kepalanya.

***

"Permisi."

Lucy selalu tidak melihat jelas wajah-wajah pelanggannya. Dia hanya sekilas dan tidak hapal setelah itu. Seperti yang baru saja dilakukannya. Seperti sekarang, dia tidak sadar pria yang dia antar minumannya adalah pria malam itu yang membuat onar.

Setelah Lucy menaruh semua pesanan pria itu, tangan Lucy langsung ditarik paksa. Lucy terkejut dan memandang pria yang memegangnya sekuat tenaga. Sebuah botol minuman diambil pria itu, dipecahkannya di lantai, lalu bagian-bagian runcing diarahkannya ke leher Lucy yang tak bisa bergerak sama sekali.

Pria itu mabuk dan sedang mengancam Lucy saat ini.

"Gara-gara cewek sialan ini gue dipecat di pekerjaan gue! Gue jadi pengangguran!" Pria itu berteriak kesetanan. "Jangan mendekat atau gue bunuh cewek sialan ini!" teriaknya saat Haikal dan Marina mengambil ancang-ancang untuk maju.

"Apa salah gue? Kita nggak saling kenal dan lo tiba-tiba nuduh gue jadi penyebab lo dipecat?" tanya Lucy sambil tertawa miris dengan suara serak.

"Iya, salah lo!" seru pria itu. "Gue terus mikirin lo di kantor dan gara-gara itu gue dipecat. Gara-gara lo juga, hari-hari gue makin sial!"

Lucy tertawa. "Apa? Lucu banget."

"Diam!" seru pria itu lagi. "Atau lo mati sekarang."

Lucy bertahan untuk bisa menahan tangan pria itu disaat tubuhnya lemas karena terlambat makan. Disaat kepalanya sangat pusing dan dia harus masuk kerja untuk menghidupi kehidupannya yang tak pernah bahagia.

Lucy menangis dan memikirkan selama ini dia salah apa sampai harus selalu berurusan dengan kesialan?

Lucy menunduk pasrah kali ini. Dia tak mendengar dengan jelas apa pun di sekitarnya karena terlalu berat memikirkan semuanya. Dia mendengar suara sesuatu yang pecah. Dia merasakan tubuhnya terlepas dari sanderaan pria itu. Dia jatuh ke lantai menghantam beberapa pecahan kaca di tubuhnya hingga membuatnya berdarah.

Dia tak mampu lagi membuka mata dengan jelas, tetapi ada hal yang paling dia ingat; sepasang sepatu pantofel mendekatinya, sepasang tangan mendekap tubuhnya dan mengangkatnya ke dalam gendongan, dan wajah yang tak bisa Lucy lihat dengan jelas sampai matanya tertutup rapat.

Lucy hanya berharap laki-laki itu adalah Haikal.

***

Pejaman mata Lucy terbuka pelan. Interior kamar yang indah pertama kali tertangkap di iris mata hitamnya. Cat putih di dinding, berbagai ukiran indah di plafon, lampu hias yang cantik. Lucy tak tahu di mana dia berada. Kamar itu jauh lebih luas dibanding rumah petak yang dia sewa sejak beberapa tahun lalu.

Selimut tebal berwarna putih susu menyelimuti seluruh tubuh Lucy sampai sebatas dada. Lucy meringis menahan beberapa area tubuhnya yang sakit bekas pecahan kaca yang terkena di lantai bar. Luka-luka itu tertutupi perban. Pandangan Lucy kembali teralihkan ke sekeliling kamar hanya untuk memastikan di mana dia saat ini.

Tidak ada petunjuk. Tak ada satu pun foto yang bisa dijadikannya petunjuk. Apakah ini rumah Haikal? Semoga Clarissa atau mungkin Zeline? Lucy bangun dari tempat tidur berukuran king. Kemudian dia melangkah pelan-pelan ke arah pintu yang tertutup rapat. Perhatian Lucy diambil alih oleh beberapa pedang yang terpajang di dinding. Ada juga pistol berbagai ukuran yang sepertinya semua asli.

Glek.

Ini tidak mungkin rumah Clarissa.

Lucy terkejut ketika pintu kamar itu terbuka. Lucy mematung saat melihat seseorang yang membuka pintu.

"Marina?" gumam Lucy.

Ada sesuatu hal yang membuatnya bingung. Marina memakai setelan jas yang tak biasa.

"Nyonya Lucy, Tuan Dean menunggu di ruang makan."

"Marina, kenapa lo bisa ada di sini?"

Mereka bicara di waktu yang sama dan saat itu Lucy mematung. Lucy menegang di tempatnya. "Si... siapa? Barusan?"

Mata Lucy berkaca-kaca. Dadanya sesak. Nama itu sudah lama tak dia dengar secara langsung. "Ap... apa? Tadi ... it... itu...." Lucy sampai memegang dadanya dan menangis. "LO BARUSAN BERCANDA, KAN?"

Lucy mundur dan terjatuh karena tak mampu menahan bobot tubuhnya sendiri. "Lo ... lo bercanda, kan, Marina? Jawab.... Lo pasti bercanda, kan?"

Lucy terisak. Ingatannya kembali berputar ke masa lalu.

"Lucy, kamu kenapa?" Suara itu muncul dari luar kamar. Lucy memeluk dirinya sendiri dan menangis.

Dean datang, berjongkok di hadapan Lucy dan berusaha menggenggam tangannya.

"Pergi. Pergi!" Lucy berteriak tak ingin disentuh sedikitpun.

Namun, seperti bagaimana Dean di masa lalu, laki-laki itu tidak menghiraukan penolakan dari Lucy. Dean mendekap Lucy erat, menumpahkan semua kerinduannya disaat Lucy tak lagi memiliki perasaan apa pun kepadanya selain kebencian.

"Aku merindukanmu, sweetheart."

***


 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro