PART 10
by sirhayani
part of zhkansas
10
"Gi ... gimana bisa?" Lucy menahan isakannya yang selalu tak bisa dia tahan jika menyangkut tentang Dean. "Lo ada di sini?"
"Kunci pintunya dan ke sini." Dean mengulurkan tangan ke arahnya. Lucy melakukan perintah itu, lalu berjalan ke arah Dean dengan perasaan takut. Digapainya tangan dingin Dean yang kemudian menggenggamnya lembut. Lucy tak bisa menolak saat Dean mendudukkannya di pangkuan cowok itu.
"Gue denger lo cewek kuat. Kenapa lo suka nangis di depan gue?"
Lucy menggeleng tanpa bisa mengatakan apa pun.
"Jangan nangis," kata Dean sembari menghapus air mata Lucy di pipi. Lucy semakin terisak. Bibirnya sampai bergetar tak bisa berhenti. "Gue nggak suka lihatnya," lanjut Dean, menarik Lucy ke dalam rengkuhan dinginnya.
Lucy sesenggukan di ceruk leher Dean. "Gue ... gue mohon jangan berbuat aneh-aneh lagi."
"Apa gue berbuat sesuatu?"
Lucy semakin sesenggukan. "Gue mohon Dewa juga jangan. Gue mohon."
Dean mengernyit. "Kenapa kalau soal Dewa lo khawatir banget?"
"Karena dia pacar sahabat gue. Zeline. Gue ... huk." Lucy merapatkan bibirnya agar isakannya bisa berhenti.
"Jadi, lo masih mikir gue yang bunuh dua manusia bodoh itu?" Dean mengarahkan wajah Lucy di depannya. "Jawab."
Lucy mengangguk-angguk.
"Jangan nangis. Gue kan nggak ngapa-ngapain lo. Gue cuma ngingkirin orang-orang yang mengganggu lo," bisik Dean semakin membuat cewek di hadapannya terisak. "Gue nggak suka denger orang nangis. Berhenti." Dean memelankan suara karena dia sadar ada orang lain yang mendekat ke kamar Lucy.
Semakin Dean menyuruhnya berhenti, semakin dia menangis. Lucy menggeleng-geleng tak mengerti dengan respons yang dialaminya sekarang.
Ketukan pintu terdengar bersamaan dengan suara mama memanggilnya. "Lucy, kamu kenapa?"
Dean memandang Lucy seolah memaksanya untuk segera mengatakan sesuatu yang bisa membuat mamanya tak khawatir lagi dan berhenti mengetuk pintu.
Lucy menggigit bibirnya karena gemetar. Dia khawatir dengan mamanya. Apalagi Dean ada di sini. "Ak... aku aku nggak ada masalah.... hik... aku... nanti aku cerita, Ma." Lucy terus terbata saat Dean memandangnya seolah dia baru saja mengatakan sesuatu yang salah. "Ma ... maksud aku, aku nggak enak ... hiks... nggak enak badan, Ma."
"Oh, ya udah. Makanya kamu langsung pulang? Mau cerita-cerita bareng Mama?" tanya mama di luar. Lucy menggeleng tak mampu bicara langsung saat tatapannya dengan Dean bertubrukan. "Kamu lagi datang bulan? Kesakitan? Soalnya tadi Mama beres-beres kamar kamu. Di seprai kamu ada darah haid kamu. Sakit banget, ya, Nak?"
Lucy semakin terisak dengan apa yang terjadi semalam. Takut, sesal, rasa bersalah.
Dean yang tersenyum tipis di atas tangisan pilu Lucy yang merasa bersalah kepada kedua orangtuanya karena tak bisa menjaga diri dan justru membiarkan Dean melakukan apa pun kepadanya tanpa bisa melawan. Termasuk mengambil yang paling berharga dalam dirinya.
Lucy tak bisa berhenti terisak karena rasa takut. Dean kemudian mencium bibirnya agar cewek itu bisa berhenti menangis, agar bisa berhenti mencuri perhatian dari mama Lucy yang masih berusaha membujuk Lucy untuk membuka pintu sesegera mungkin karena terlalu khawatir.
Tangis Lucy perlahan reda dan tak ada lagi suara ketukan pintu kamarnya.
"Lo udah jadi milik gue seutuhnya, kan?" bisik Dean, lalu kembali mencium miliknya.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro