Bab 3 : Dangerous Zone
"Berdasarkan pertimbangan yang telah dilakukan, pihak pengadilan memutuskan untuk menolak banding yang telah diajukan oleh terdakwa. Dan berdasarkan semua bukti-bukti yang telah dikumpulkan, pengadilan memutuskan bahwa terdakwa diputuskan bersalah. Dan dengan ini pengadilan memutuskan bahwa Terdakwa Lee Minhyuk dijatuhi hukuman mati atas kejahatan yang telah ia lakukan ... dengan ini, kasus pembunuhan berantai warga pemukiman elit, resmi ditutup!"
Dok! Dok! Dok!
Semua orang berdiri setelah hakim memukul palu sebanyak tiga kali, menandakan bahwa persidangan telah berakhir. Dan pria bernama Lee Minhyuk itu pun bangkit dengan wajahnya yang terlihat begitu tenang meski dia baru saja dijatuhi hukuman mati. Tatapan tenang yang mengintimidasi itu lantas bertemu dengan sang pengacara yang telah melakukan usaha terbaiknya demi mengurangi hukuman yang akan diterima oleh klien-nya.
Alih-alih menundukkan kepala sebagai sebuah bentuk atas rasa terima kasihnya, Minhyuk justru menyunggingkan senyumnya. Memberikan tatapan meremehkan. Dia pun pasrah ketika seorang sipir menarik bahunya dengan lembut. Dia dengan suka rela mengangkat kedua tangannya untuk kembali diborgol di belakang tubuhnya.
Para petugas dari penjara itu pun membawa Minhyuk keluar ruang persidangan. Raut wajah yang sama sekali tak menunjukkan kekhawatiran apapun. Seakan vonis hukuman mati baginya hanyalah jalan untuk menuju surga.
Tepat setelah Minhyuk keluar dari gedung persidangan, pandangannya langsung mengarah pada hamparan langit biru yang begitu cerah dan karena dia yang tidak berhati-hati, dia tersandung kakinya sendiri ketika hendak menuruni tangga dan di detik selanjutnya tubuhnya jatuh berguling menyusuri anak tangga yang kemudian berakhir dengan dia yang meringkuk di ujung tangga. Tak lupa dengan mulut yang berkomat-kamit mengeluarkan umpatan, di saat para petugas yang membawanya segera menghampirinya lalu menarik bahunya hingga dia berdiri.
"Akh ... sudah mau mati, kenapa masih begini?" gerutu Minhyuk dengan dahi yang mengernyit.
"Apa yang kau lakukan? Apa kau sengaja melakukannya agar bisa di bawa ke rumah sakit dan kabur?" tuntut salah satu petugas.
Minhyuk mendengus sebal sembari sekilas memalingkan wajahnya dengan gigi yang gemeretak. Di detik selanjutnya, dengan gemasnya ia menginjak kaki petugas tersebut.
"Akh! Ya!" hardik si petugas, tak terima.
"Siapa yang sengaja melakukannya? Harusnya aku yang marah ... kenapa kalian menyiksaku di saat aku akan mati?!" geram Minhyuk.
"Kau sudah bosan hidup?"
"Kau ingin membunuhku? Tidak perlu, dua minggu lagi aku juga akan mati."
Minhyuk pun segera berjalan pergi. Bukannya untuk kabur, tapi malah menghampiri mobil polisi yang sebelumnya membawanya ke sana.
"Buka pintunya!" ujar Minhyuk yang tampak seperti seorang bos yang tengah menyuruh bawahannya. Seorang polisi pun membukakan pintu dengan suka rela, dan dia pun masuk ke dalam mobil polisi dengan suka rela.
"Dia benar-benar tidak waras," cibir petugas yang sebelumnya berdebat dengan Minhyuk.
"Dia tidak waras, oleh sebab itu dia membunuh orang ..." sahut salah satu rekannya.
"Jika hanya satu tidak akan masalah, tapi masalahnya mereka semua adalah kumpulan orang gila ..."
"Sudahlah, sebentar lagi mereka juga akan dieksekusi. Dia yang terakhir masuk persidangan, bersikap baiklah kepada orang yang sebentar lagi akan mati." Rekannya tersebut menepuk bahunya dan keduanya pun segera masuk ke dalam mobil untuk mengembalikan Lee Minhyuk ke dalam penjara sebelum di eksekusi dalam dua minggu ke depan.
★★★★
"Apa tidak masalah membiarkan dia di dalam sana?" tanya salah seorang petugas.
"Biarkan saja ... mungkin dia ingin merenungi dosa-dosanya," sahut yang lain.
Sebelum kembali ke kantor polisi, Minhyuk lebih dulu meminta agar mereka mengizinkannya untuk bersinggah di sebuah gereja. Dan seperti inilah yang terjadi saat ini. Laki-laki berusia 30 tahun itu kini tengah duduk bersimpuh di barisan terdepan dengan tangan yang terborgol mengatup di depan wajahnya.
"Tuhan ... jika ini memang sudah saatnya, tidak ada yang bisa aku lakukan. Aku tahu aku hina, tapi kabulkan satu permintaanku ..."
"Tuhan sedang tidak ada, dia tidak akan mendengarkan doamu," sahut orang di samping Minhyuk.
Wajah memelas Minhyuk sebelumnya tiba-tiba berubah menjadi datar. Perlahan ia menolehkan kepalanya dan bertemu pandang dengan sang pengacara yang telah membelanya dalam persidangan kali ini. Pria berkacamata itu sekilas membenahi letak kaca matanya, tampak kekesalan di garis wajahnya.
"Sejak kapan kau menjadi asisten Tuhan?" tegur Minhyuk.
"Sejak hari ini," celetuk pria yang tampak seumuran dengan Minhyuk tersebut. Ia kembali menghadap ke depan dan melakukan hal yang sama dengan Minhyuk. Akan tetapi ia berbicara dengan suara yang cukup lantang ketika tengah berdoa.
"Tuhan ... jangan ampuni manusia di hadapanmu ini. Sungguh, dia bukanlah orang yang pantas untuk mendapatkannya. Bukan hanya di dunia ini, bahkan di kehidupan yang lain, jangan pernah memberikan pengampunan pada pendosa ini."
"Kau sedang berdoa untuk dirimu sendiri?" celetuk Minhyuk.
Si Tuan Pengacara menurunkan tangannya dan kembali memandang Minhyuk dengan perasaan kesal yang semakin bertambah. Sebelumnya dia sudah bekerja keras untuk mengajukan banding dalam kasus Minhyuk ini, akan tetapi Minhyuk justru menghancurkan kerja kerasnya dengan mengakui semua tuntutan yang diberikan padanya. Sebagai seorang pengacara, tentu saja pria itu merasa bahwa Minhyuk telah menginjak-injak harga dirinya.
Mendapatkan tatapan yang seakan ingin mengeksekusinya detik itu juga, Minhyuk berucap, "kau juga berada di hadapan Tuhan saat ini, kita berdua."
"Bajingan ini!" geram si Tuan Pengacara, ia mengangkat tangan kanannya dan berniat untuk memukul kepala Minhyuk. Namun pergerakannya terhenti ketika Minhyuk telah mengantisipasi serangan yang akan datang.
"Apa itu? Kau mengumpat di dalam gereja?" Minhyuk menurunkan kedua tangannya.
Tuan Pengacara beranjak berdiri dan dengan sangat kesal ia menunjuk Minhyuk menggunakan jari telunjuknya ketika berbicara. "Ini yang terakhir! Jangan pernah muncul di hadapanku atau aku akan membunuhmu! Kau mengerti?!"
"Eih ... bicara omong kosong. Kau tidak dengar tadi? Tanggal eksekusiku sudah ditentukan, bagaimana aku akan muncul di hadapanmu kecuali jika kau bergabung bersamaku?"
"Orang gila ini!" gumam si Tuan Pengacara penuh penekanan. Dia hampir menendang Minhyuk sebelum meninggalkan gereja dengan langkah kaki yang terdengar sangat jelas.
"Setidaknya belikan aku sesuatu jika dia merasa menyesal," gumam Minhyuk.
Tak ingin membiarkan waktunya terbuang sia-sia, Minhyuk kembali melanjutkan doanya yang sempat tertunda. Dia kembali dengan wajah yang memelas.
"Tuhan, aku tahu Kau ada di sini. Tolong dengarkan manusia hina ini. Sekali ini saja, aku tidak akan kembali lagi setelah ini."
Pintu di belakang Minhyuk terbuka ketika ia belum sempat mengucapkan permohonan terakhirnya karena ia sudah menghabiskan waktu lima belas menit di dalam gereja. Dia panik ketika melihat dua polisi datang ke tempatnya.
"Tuhan, ini benar-benar mendesak. Aku akan mati dalam dua minggu lagi ... jika aku mati nanti, jangan pertemukan aku dengan ibuku ..."
"Apa yang sedang kau lakukan? Waktumu sudah habis?" Kedua polisi itu menarik bahu Minhyuk dan menyeretnya keluar dengan paksa.
"T-tunggu dulu ... aku belum selesai ..."
"Percuma kau berdoa, Tuhan pun sudah muak padamu."
Minhyuk meratapi nasibnya. Dia pun berteriak hingga akhir, "Tuhan ... jangan pertemukan aku dengan ibuku. Jika kau mempertemukan aku dengan ibuku, lebih baik aku tidak usah mati dulu ... Tuhan ... aku mohon ... aku benar-benar tidak bisa bertemu dengannya. Tolong, Tuhan, aku mohon! Argh ..."
Suara yang kemudian termakan oleh waktu dan tergantikan oleh suara jeruji besi yang kembali menutup ketika borgol di tangannya terlepas bersamaan ia yang kembali menempati ruangan pengap tersebut.
Berhenti di depan sel tahanan yang ia tempati, satu helaan napas Minhyuk membimbing pandangannya terangkat dan menemukan saudara-saudara angkatnya yang berada di ruangan itu.
"Bajingan Lee Minhyuk."
Minhyuk menghentikan seorang sipir yang hendak membuka pintu ketika ia melihat Kim Taehyung, salah satu adik angkatnya baru saja mengutuknya. Tertua nomor dua, didaulat sebagai orang dengan gangguan jiwa terparah.
Pria yang tengah duduk berjongkok dan baru saja melemparkan kartu ke lantai itu melanjutkan, "bisa-bisanya dia mengkhianati kita."
"Dari mana dia mendapatkan uang untuk menyewa pengacara? Aku dengar dia lahir di keluarga miskin." Tertua nomor empat dan mengaku yang paling tampan serta paling waras, Park Seonghwa turut menyahut.
"Katakanlah jika kalian iri." Yang terlihat paling normal, tertua nomor tiga. Jeon Wonwoo turut menyahut.
Yang ukuran tubuh paling kecil, anggota termuda. Sosok yang apa adanya, Kim Hongjoong, tanpa ada niat apapun menoleh ke pintu dan langsung tertegun begitu mendapati Minhyuk sudah berdiri di sana.
"Dia sudah ada di sini," celetuk Hongjoong dan langsung menarik perhatian semua orang.
Mereka serempak memandang ke pintu. Sama-sama tertegun, saling bertukar pandang dan di detik berikutnya mereka berdiri sembari membuang kartu di tangan mereka untuk menyambut kakak senior mereka tanpa rasa malu meski baru saja menggunjingnya. Sang sipir pun lantas membuka kunci pintu sel dan Minhyuk masuk dengan raut wajah seperti seorang bos bandit.
"Hyeong, bagaimana?" Seonghwa menjadi yang pertama.
"Jika ditunda lagi, aku akan membunuh Hyeong sekarang juga," celetuk Taehyung.
"Ditunda lagi?" sahut Hongjoong.
"Aish ... aku sudah muak dengan ini, bunuh saja dia sekarang," Wonwoo kehilangan rasa simpatinya.
"Kalian baru saja menggunjingku?"
Mereka kecuali Hongjoong berwajah pucat. Namun tiba-tiba Taehyung datang membawa kejutan dengan suara bersinnya yang seakan ingin merobohkan sel tahanan.
Taehyung kemudian berkata, "tentu saja ... kami sangat mengkhawatirkanmu, Hyeong. Bagaimana mungkin kami tidak membicarakanmu."
"Kau memang bermuka dua," gerutu Minhyuk.
"Jadi bagaimana, Hyeong? Apakah bandingnya diterima?"
Senyum Minhyuk tiba-tiba melebar tanpa sebab. Dia kemudian berucap, "dua minggu, satu hari sesudah eksekusi Kim Taehyung."
"Sungguh?" Semua orang menunjukkan reaksi keterkejutan di waktu yang sama sebelum tawa itu terdengar saling bersahutan. Sebuah pesta dimulai secara tiba-tiba.
Mereka serempak menghampiri Minhyuk dan bersama-sama mengangkat yang tertua dan melemparnya ke udara beberapa kali. Merayakan vonis yang sudah mereka tunggu-tunggu sejak beberapa minggu yang lalu. Karena di antara mereka semua, Minhyuk lah yang menjalani persidangan paling akhir karena mengajukan banding.
"Mereka benar-benar sekumpulan orang sinting!" cibir pria di sel seberang yang berdiri di balik pintu sel tahanan.
Taehyung yang saat itu bertanggung jawab atas kepala Minhyuk segera pergi mendekati sel seberang dan membuat kepala Minhyuk terjatuh ke lantai, disusul oleh suara kesakitan.
"Akh! Kim Taehyung!" geram Minhyuk, tapi Taehyung sudah pergi.
"Ya! Kalian dengar itu pecundang? Kakak kami akan dieksekusi ..." Taehyung tertawa seperti orang dengan tingkat kewarasan yang rendah. Tak cukup sampai di situ, dia lantas menendang pintu di hadapannya.
"Lihatlah, siapa yang akan pergi ke surga dan siapa yang akan membusuk di sini!"
"Bocah kurang ajar!" geram pria itu yang turut memukul pintu, berniat memulai kembali perkelahian yang sempat tertunda.
Melihat hal itu, kedua kubu segera menghalangi keduanya dan nahas Minhyuk yang dibiarkan tergeletak di lantai oleh adik-adiknya yang kini menahan Taehyung.
"Lepaskan aku! Akan aku patahkan leher bocah itu!"
"Ya! Kemarilah pak tua ... kau pikir aku takut denganmu ..."
"Aish ... Hyeong! Jangan mulai lagi ..." protes Hongjoong.
"Tutup mulutmu! Siapa yang berbicara tadi?"
Pria di seberang kembali menantang, "kemari kau, bocah tengik! Kau pikir kau hebat hanya karena membunuh lima puluh orang dalam satu bulan."
"Ya! Kau sedang menghinaku?" Taehyung mencoba menendang jeruji besi yang menjadi bagian teratas dari pintu. Namun saat itu seseorang mengapit lehernya menggunakan lengan dan orang tersebut tidak lain adalah Minhyuk.
Minhyuk lantas menyeret leher Taehyung, tak peduli meski hal itu membuat Taehyung tercekik. Dan apa yang dilakukan oleh para sipir yang berjaga di depan sel tahanan dalam situasi semacam itu?
Mereka hanya menyaksikan keributan yang lagi-lagi disebabkan oleh para narapidana dari sel yang ditempati oleh para pembunuh bayaran yang telah diputuskan bersalah dan menunggu eksekusi.
"Setelah mereka dieksekusi, aku akan berlibur ke pulau Jeju," ujar salah satu petugas yang memperhatikan keributan di sel tahanan itu.
Rekan di sampingnya menyahut, "kau harus menunda liburanmu."
"Kenapa?"
"Kau tidak tahu? Aku dengar ada wabah mayat hidup," ucap rekannya itu yang kemudian pergi.
Si petugas itu menyunggingkan senyumnya tak percaya. "Mayat hidup? Ayolah ... ini dunia nyata, bukan fiksi ... konyol sekali."
"Ya! Keparat! Datanglah kemari! Akan aku hancurkan kepalamu! Ya!!!" Suara Kim Taehyung menggema di sepanjang lorong hingga tergantikan oleh suara gonggongan anjing yang tengah berkeliaran di luar penjara.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro