Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 2 : The Red Zone

Di bagian barat Korea Selatan tepatnya di pesisir bagian barat Incheon. Jembatan memanjang di atas permukaan laut lepas yang menghubungkan Incheon dan Pulau Yeongjong tampak padat oleh orang-orang yang tengah melintas. Terlihat beberapa anggota Militer berjaga di ujung jembatan dan beberapa lainnya memberikan arahan pada para pejalan kaki.

Hari itu adalah evakuasi pertama yang dilakukan setelah negara menetapkan bahwa Pulau Yeongjong berada dalam zona merah. Terdapat wabah mengerikan yang tidak di ketahui dari mana asalnya, yang jelas beberapa orang berubah menjadi mayat hidup dan menyerang orang-orang di sekitarnya.

"Jangan berhenti di tengah jalan, semuanya tetap berjalan!" himbauan itu kembali terdengar di antara para pejalan kaki.

"Argh ...." sebuah teriakan muncul dari barisan belakang yang seketika menarik perhatian semua orang.

"Lari ..." satu suara yang kemudian bersahutan dengan suara teriakan dari orang-orang yang berhamburan tanpa mempedulikan keselamatan yang lainnya, dan bahkan tak ada yang peduli meski ada seorang anak kecil yang menangis karena kehilangan ibunya. Semua menjadi tak terkendali.





††††






Badan Keamanan Negara.

Seorang wanita cantik memasuki ruang rapat di mana telah menanti beberapa pria berjas yang sudah duduk mengelilingi meja. Wanita itu menyerahkan berkas di tangannya ke hadapan Direktur Badan Keamanan Negara.

"Korban meningkat. Insiden pagi tadi melukai ratusan orang," ucap wanita yang membawa identitas Jeon Somi dalam Nametag yang melekat di jasnya dan menarik perhatian dari semua Ketua Divisi yang hadir di sana.

"Pulau Yeongjong berada dalam zona merah ... tidak ada lagi waktu untuk menunda evakuasi," celetuk salah satu Ketua Divisi.

"Kita harus mengabari Presiden tentang hal ini," ucap Direktur dengan raut wajah yang resah.

Wanita bernama Jeon Somi itu menyahut, "kita tidak bisa melanjutkan evakuasi melalui jalur darat."

"Apa maksudmu?" Direktur tampak tak setuju.

Salah satu Ketua Divisi menyahut, "hancurkan jembatannya dan evakuasi menggunakan kapal."

"Mengevakuasi menggunakan jalur laut akan memakan waktu yang lama."

"Tapi kita tidak bisa mengulang kesalahan untuk yang kedua kalinya." Perdebatan di ruang rapat lantas tak terelakkan, di mana terdapat beberapa orang yang berselisih.

"Jika kita mempertahankan jembatan, para mayat hidup itu akan sampai ke Incheon, dan semua akan berakhir saat itu juga."

"Kau seharusnya tahu berapa banyak uang yang dikeluarkan untuk membangun dua jembatan itu."

"Dua jembatan tidak lebih berarti dari pada nyawa semua orang."

"Tidak ada pilihan lain ... jembatan itu harus segera dihilangkan sebelum wabah menyerang Incheon."

"Nona ... bicaralah! Bukankah kau yang membuat keributan ini?" Seseorang mencoba untuk memprovokasi Jeon Somi.

"Cukup, hentikan semua!" Direktur yang merasa cukup frustasi akan hal itupun menengahi. "Laporkan situasi terbaru secepatnya, aku akan membicarakan ini dengan Presiden ... dengan ini rapat ditutup!"

Direktur meninggalkan ruang rapat, begitupun dengan para ketua dari divisi yang sempat berselisih.

"Hwang Minhyun," tegur Somi dan berhasil menghentikan langkah seorang pria yang baru saja melewati tempatnya. Keduanya lantas saling berhadapan.

"Kau ingin ke mana?"

"Aku akan melihat keadaan di Incheon."

"Kau tidak perlu pergi ke manapun. Pergilah ke Cyber Room, kau bisa melihat apapun di sana." Jeon Somi kemudian berjalan meninggalkan ruang rapat.

"Kau terlalu keras pada dirimu sendiri," gumam Minhyun yang kemudian menyusul wanita muda itu dan menjadi orang terakhir yang meninggalkan ruang rapat. Dan keduanya melanjutkan pembicaraan dalam perjalanan.

"Situasi benar-benar kacau, apa yang akan kau lakukan sekarang?" tegur Minhyun.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang?" Somi memberikan tatapan menghakimi. "Memangnya negara ini milikku? Aku bukanlah satu-satunya orang yang harus bertanggungjawab di sini."

"Maaf, bukan itu maksudku."

Hwang Minhyun segera mengerti suasana hati Somi yang memburuk setelah meninggalkan ruang rapat.

"Kita harus segera menghubungi pihak militer. Kita membutuhkan dukungan penuh dari mereka," ujar Somi kemudian. Keduanya memasuki ruang kerja Somi.

"Mengevaluasi menggunakan kapal, kau yakin akan melakukan hal itu?"

Somi yang telah duduk di balik meja kerjanya langsung memandang Minhyun dengan tatapan yang sama. "Kita masih akan menggunakan jembatan jika orang-orang itu tidak melarikan diri. Sekarang apa yang kau harapkan? Menyuruh orang-orang menjaga jembatan dan menunggu sampai penduduk melewati jembatan itu? Apa artinya zona merah jika mereka masih bisa pergi ke manapun dengan bebas?"

"Aku hanya berusaha memahami jalan pikiranmu. Kau tidak perlu melampiaskan amarahmu padaku."

Jeon Somi memalingkan wajahnya dan menghela napas singkat hingga perhatiannya teralihkan oleh dering telepon di meja kerja. Wanita itu pun segera menerima panggilan itu.

"Kepala Cyber Room, Jeon Somi. Silahkan berbicara," ujar Somi, menunjukkan identitasnya.

"Direktur menginginkan kehadiranmu di ruangannya, Ketua," suara seorang wanita menyahut dari seberang.

"Aku mengerti, aku akan segera ke sana sekarang."

Somi menaruh kembali telepon di mejanya dan beranjak berdiri.

"Kau akan pergi?"

"Bersiaplah untuk kemungkinan terburuk. Jika kau tidak memiliki kesibukan lainnya, tinggallah di sini untuk menggantikan aku."

"Aku akan tinggal sampai kau kembali."

"Jika terjadi sesuatu, segera hubungi aku."

Minhyun mengangguk, "pergilah dengan tenang."

Somi kemudian meninggalkan ruangannya, melewati Cyber Room yang tampak sibuk sejak beberapa hari yang lalu. Wabah mayat hidup telah mengambil perhatian seluruh orang di negeri itu. Setelah negara merasa aman ketika empat pembunuh berantai telah ditangkap, mereka justru menghadapi krisis yang lebih berat. Siapa yang bisa menuntut mayat hidup yang melakukan pembunuhan berantai.

"Aku tidak ingin mati konyol seperti ini," gumam Jeon Somi, membimbing langkahnya memasuki ruangan Direktur.



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro