Part 5
Langit senja membiaskan warna kemerahan di celah selimut awan keabuan, isyarat petang akan tiba. Di saat orang-orang berburu untuk kembali ke kediaman masing-masing, Jihyun justru bersiap di balik kemudi. Janji dengan timnya di salah satu gelanggang olahraga— berjarak belasan kilo dari kampus harus dipenuhi.
Sebagai ketua acara pengabdian, ia memang bertekad mengadakan kegiatan bonding secara berkala. Lagi pula, kepanitiaan ini bukan tim satu bulan atau satu minggu. Ini adalah tim yang akan bekerja selama enam bulan, dipotong dua bulan kemarin, masih ada empat bulan ke depan. Sebelumnya, beberapa kali ia mengajak timnya untuk makan di luar sembari melakukan brain-storming konsep acara. Semua ini ia lakukan untuk menjaga komunikasi yang baik antar personil.
***
Goal!
Teriak seorang gadis dengan posisi lutut menyapu lantai, menggema di satu sudut gelanggang olahraga kawasan Seongbuk-gu.
Sontak mencuri fokus penonton yang mulanya hanya tertuju di lapangan futsal masing-masing. Beberapa suporter lapangan lain bahkan ikut melongok ke asal suara. Sementara yang memancing keramaian, hanya berdiri dan membungkuk akibat malu.
"Namanya Im Sooyoung," teriak salah satu suporter berniat mempermalukan sang pencetak gol.
Gadis di tengah lapangan membalas dengan mengacungkan jari tengah sebelum kembali bermain bersama teman-temannya.
"Kau ini, bisa-bisanya meneriaki Sooyoung," tegur Jihyun menepuk punggung pria yang tadi berteriak.
"Siapa tahu setelah ini banyak yang mencari akun Instagram-nya untuk diikuti."
Jihyun mencebik. Ada-ada saja kelakuan teman-teman di tim kepanitiaannya. Kalau begini, mereka akan menambah daftar alasan perundungan yang sering dijadikan bahan bercanda. Awas, saja sampai menarik Jihyun untuk menyelesaikan masalah.
"Pokoknya, kalau Sooyoung marah. Aku tidak mau ikut campur," ujar Jihyun sembari berdiri. Ia baru ingat kalau ada beberapa pemain yang tak membawa botol minum. Gadis itu merasa punya tanggung jawab untuk menyediakan.
"Tidak bisa. Kau ketuanya!"
"Aku malas merusak persahabatanku. Kalau begitu, gantikan aku saja," jawab Jihyun yang sudah berlalu meninggalkan bangku kayu di pinggir lapangan. Ia berjalan tanpa menanggalkan pandangan dari ponsel. Seolah indra penglihatannya tertanam di ubun-ubun. Beruntung, tak ada seorang pun yang ditabrak.
"Ahjussi! Lima botol air mineral 500 mili, Choco pie 3 kotak," seru Jihyun sesampainya di kios dalam gelanggang.
Tidak butuh waktu lama untuk pria paruh baya tersebut menyediakan pesanan Jihyun dan menerima uang kertas yang diberikan. Gadis itu segera berbalik untuk kembali ke tempat teman-temannya.
"Agashi!"
Jihyun menoleh, mungkin ada yang tertinggal, "Ya, Ahjussi?"
Matanya justru bersirobrok dengan seorang pemuda berpakaian olah raga dengan beberpa tetes peluh di wajahnya. Berdiri di antaranya dan kios.
"Bagaimana kabarmu?"
Jihyun mematung, ia berusaha mengingat wajah tersebut. Terlalu tua untuk menjadi teman sebaya atau setidaknya senior di kampus. Mungkin yang dimaksud juga bukan dirinya.
"Sepertinya kau lupa, kita bertemu di stasiun pekan lalu," ucap pria itu seolah membaca isi kepala Jihyun.
Hampir Jihyun berteriak. Bisa-bisanya ia melupakan wajah pemuda yang menyelamatkan nyawanya saat insiden dalam kereta.
"Maaf, aku tidak mengenali. Sepertinya waktu itu aku belum mengatakan, terima kasih sudah membantu," ujar Jihyun menahan malu.
"Dengan senang hati."
Sebelum keadaan menjadi canggung, gadis itu membungkuk dan melangkah pergi. Pemuda tersebut memang menyelamatkannya waktu itu tapi bukan berarti Jihyun merasa nyaman berlama-lama dengan orang tidak dikenal.
"Siapa nama gadis itu?" tanya pria lain yang tak dikenali.
"Aku hanya bertemu dengannya sekali."
"Astaga, harusnya kau tanyakan namanya tadi."
Sekelebat Jihyun mendengar percakapan pemuda itu dengan temannya. Karena takut diajak bicara lebih jauh, kaki Jihyun melangkah lebih cepat dan meninggalkan mereka.
***
Selepas pertandingan futsal sore ini, Jihyun memberikan tumpangan untuk ketiga temannya. Salah satunya tentu Sooyoung. Sahabat Jihyun yang tak terpisahkan.
"Ada gosip baru," ujar salah seorang di kursi penumpang.
Jihyun yang baru menyalakan mesin mobil menoleh, sebelum ia mengarahkan mobil keluar, ia bisa mencuri pandang.
"Apa?"
"Katanya kau tadi bersama pria tampan," ucap seorang yang sama.
"Siapa? Rowoon?"
"Kalau curut itu bukan gosip, dia selalu menempel di manapun kita berada."
"Sekarang tidak."
Sooyoung mencebik. "Masa ia meninggalkan motor jutaan wonnya di sana, Agashi. Jangan mengalihkan topik! Kabarnya kau bertemu hot young guy dari lapangan sebelah."
"Kalau maksudmu pria berkulit kuning langsat dengan rambut auburn brown ...."
"Ya, mana aku tahu warna rambutnya, pokoknya siapa pria tampan yang kau temui barusan?"
Jihyun tidak yakin benar pria yang menyelamatkannya kapan hari yang dimaksud Sooyoung, tapi ia sedang tidak berminat membicarakan orang asing.
"Hanya kenalan. Aku sendiri juga lupa," jawab Jihyun, lantas merutuki kata-katanya yang terdengar tidak bersahabat.
"Astaga, Sunbae! Pria setampan itu hanya kau jadikan kenalan. Dia bekerja di Samsong. Kenapa tidak kau pacari saja?" celetuk salah seorang junior Jihyun dan Sooyoung yang duduk di bangku belakang. Anehnya, mengapa ia mengetahui detail pakaian kenalan Jihyun.
Sooyoung berteriak seperti mendapatkan jackpot, "Benar! Aku sudah bilang 'kan beberapa lalu. Kau butuh pacar dan punya seorang pacar tampan yang bekerja di perusahaan bonafit adalah impian para wanita."
"Jangan-jangan kau, ya, Bomi, yang menyebarkan gosip?"
Gadis berkuncir kuda di kursi belakang langsung mengelak, "Bukan aku, Hajin yang tadi mau menyusulmu."
Ternyata ini ulah gadis pendiam yang tadi membantunya membawa minuman dari kios. Jihyun melirik sekilas pada kaca spion dan menatap tajam, "Ya! Kau ini, diam-diam menggosipkan aku dari belakang."
"Maaf, Sunbae," satu patah kata keluar dari gadis bernama Hajin.
"Tak usah minta maaf Hajin. Kalau ada yang seperti itu memang kau harus memberi tahuku. Kalau Jihyun tidak mau, biar aku yang memacarinya," sela Sooyoung menengahi.
"Aku juga mau, Sunbae!" ujar Bomi tak ingin kalah.
"Ya bocah! Tahu diri, urutannya itu senior dulu. Jadi kalau Jihyun tak mau, ada aku yang jelas-jelas tidak menolak," cerocos Sooyoung yang sebenarnya juga belum tahu seperti apa wajah pria yang sedang mereka ributkan.
Risih dengan percakapan teman-temannya, Jihyun berdesis, "Kalau kalian masih berisik, aku turunkan di perempatan depan."
"Ini sudah gelap."
Merespon ucapan Sooyoung, Jihyun benar-benar menepikan mobilnya ketika mereka mendekati perempatan jalan.
"Aku serius, kalian turun semua!"
"Jihyun-ah, kau belum gila 'kan? Mana bisa kau menurunkan kami di tempat sepi jauh dari mana-mana. Aku bukan kau."
"Baiklah kami akan diam, Sunbae! Tapi tolong jangan biarkan kami di jalanan," rengek Bomi yang membuat telinga Jihyun sakit. Namun, Jihyun belum mau melunak. Gadis itu kesal saja hari ini. Sewa lapangan saja sudah ia yang bayar, kemudian masih mau mengantar mereka pulang, tapi ia tidak rela diceramahi di jalan.
Tiba-tiba muncullah ide brilian di otaknya, "Begini saja. Aku punya penawaran bagus. Berhubung acara kita tinggal sebulan lagi, kenapa tidak kalian cari lebih banyak relawan?"
Sooyoung yang tidak ingin ditelantarkan segera menjawab, "Nanti akan kami cari."
"Aku perlu bukti. Aku akan mengantarkan kalian pulang kalau masing-masing dari kalian mendapatkan 20 relawan atau kalau tidak kalian harus mendapatkan donasi sebanyak 500.000 won?"
"Kau sinting?" respon Sooyoung tak percaya.
"Terserah saja. Atau, mau menunggu taksi sampai lumutan?"
Sooyoung menggaruk kepalanya frustasi, "Menyesal aku memiliki teman sepertimu."
Tak seperti seniornya, Bomi dan Hajin mengiyakan permintaan Jihyun dengan cepat. Soal cara akan mereka pikir nanti.
"Tapi tidak bisa malam ini juga, Sunbae. Beri kami waktu."
"Baiklah karena aku ingin komitmen, sekarang tolong katakan kalau kalian masing-masing akan berjanji mendapatkan 20 relawan atau donasi 500.000 won. Aku akan merekamnya dan mengirim di grup," putus Jihyun dengan senyum penuh kemenangan.
Sayangnya, sahabatnya masih bergeming di sampingnya. Tak ingin menyanggupi hingga Jihyun pun semakin tak sabar bicara, "Kau tidak mau ikut Sooyoung?"
"Tuhan. Kau benar-benar gila. Dua bulan saja kita satu tim hanya mendapatkan 15 orang," bantah Sooyoung tidak mau menuruti. Ia tidak habis pikir saja Jihyun kesurupan apa sampai bertingkah menjengkelkan.
Sooyoung menarik handle pintu bersiap turun. Namun, saat melihat sekeliling, pikirannya berubah. Ia bukan Jihyun yang tidak punya rasa takut berkeliaran di bawah sinar rembulan. Lagi pula, kalau ia tidak bisa memenuhi, Jihyun tidak serta merta akan meninggalkannya.
"Terserah kau sajalah. Aku ikut."
Sebenarnya, Jihyun paling malas mengancam, tapi hal ini justru mendatangkan kesempatan.
***
Seharusnya malam ini, Kyungsoo pergi lagi ke kawasan Cheongdam-dong. Namun, rencananya batal karena Chanyeol dan Jongdae mengajaknya pergi makan dengan alasan surprise ulang tahun untuk salah seorang senior IDOL. Kyungsoo adalah anggota termuda dan terakhir IDOL dan ia hanya sempat beberapa kali bertemu dengan senior yang dimaksud karena berusia lebih tua tiga tahun darinya.
"Nanti kalau Minseok Hyung masuk, kita jangan langsung keluar. Tetap di sini saja, amati pergerakannya. Kalau ia sudah mulai terpancing oleh temanku baru kita menyanyi bersama," jelas Chanyeol kepada kelima temannya. Di kafe tempat yang direncanakan, sudah ada Baekhyun dan Junmyeon yang menyiapkan kue dan menyewa tempat.
"Kau yakin Minseok tak akan mengamuk?" tanya Baekhyun yang khawatir ide Chanyeol berlebihan.
"Hyung, itu sangat tenang. Bisa jadi kita harus menunggu sampai satu jam," ujar Jongdae.
"Terlalu lama, isu ini sensitif. Lima belas menit pasti ia naik pitam," ucap Junmyeon menengahi.
Tak lama kemudian, Minseok datang dan seorang pria yang dikenalkan Chanyeol sebagai Jaewook segera mendekati Minseok dan mendorong pelan tubuh Minseok dengan telunjuknya. Postur Jaewook yang cukup tinggi membuat Minseok mendongak dengan tatapan bingung.
"Aku ada urusan denganmu?"
Jae Wook menatap Minseok sinis, "Aku dengar kau mendekati Yoona. Kau tidak tahu kalau ia sudah punya kekasih?"
"Siapa kau? Sepertinya salah orang."
"Aku bicara soal Lee Yoona, teman sekantormu."
Minsoek menyipitkan mata,"Aku tidak mendekati wanita manapun bernama Lee Yoona. Dan, aku tidak punya teman sekantor dengan nama itu. Kau salah orang. Aku sudah punya pacar, namanya Lee Yoora"
Ucapan Minsoek membuat pria-pria di balik tembok menatap Chanyeol nyalang. Tanpa aba-aba lagi, Baekhyun segera bernyanyi sebelum suasana menjadi awkward.
"Happy Birthday Happy Birthday! Happy Birthday to you!"
"Selamat ulang tahun, Hyung," ujar Junmyeon memeluk tubuh Minseok yang sedikit bingung.
Sementara Kyungsoo memukul lengan Chanyeol, malu terhadap ulah teman sepermainannya. Chanyeol ternyata salah memberikan nama, bukannya membuat Minseok marah. Yang ada, Minseok kebingungan. Belum lagi Jaewook, teman Chanyeol yang mati kutu di tengah kafe.
"Maafkan ulah Chanyeol Hyung, happy birthday!" ucap Kyungsoo menyalami seniornya yang sudah tertawa mendapati kegagalan surprise teman-temannya.
"Terima kasih kalian masih ingat. Walaupun surprise kalian gagal"
Chanyeol pun menyelamati Minseok dan meminta maaf. Saat ia akan mengenalkan Jaewook sebagai teman yang sudah membantu. Ia tak menemukan batang hidung temannya. Merasa tak nyaman, beberapa menit kemudian Chanyeol beranjak mencari Jaewook.
Ia mendapati Jaewook berdiri di dekat pintu masuk dengan wajah masam.
"Ayo masuk kukenalkan pada, Hyung!"
"Sebentar, aku sedang kesal."
"Kenapa kau?"
Jae Wook menggaruk kepalanya frustasi, "Kekasihku baru menelpon. Ia merengek meminta bantuan, ia harus mencari puluhan relawan kegiatan sosial kampus bulan depan di Gyeongju. Kalau tidak bisa ia harus mencari donasi yang nilainya fantastis."
"Kegiatan sosial apa MLM? Kejam sekali," tanya Chanyeol yang terkejut.
Chanyeol mengernyitkan kening, tampak berpikir sejenak, "Ah, kau bisa daftarkan kami berlima kalau mau."
"Daftarkan apa memangnya? Jangan macam-macam kau Park Chanyeol," teriak Baekhyun yang tak sengaja mendengar sedikit percakapan mereka.
Karena Jaewook tak kunjung bicara, Chanyeol jadi menjelaskan panjang lebar. Baekhyun melirik Chanyeol, mereka seperti ada di frekuensi yang sama. Kemudian keduanya tersenyum dan tanpa sepengetahuan teman-temannya yang lain, keduanya memberikan nama dan nomor induk anggota IDOL untuk mendaftar sebagai relawan.
"Kalian yakin mereka mau."
"Tentu, kau sudah membantu acara ini. Kalau temanmu butuh ide, ada Kyungsoo, jiwa sosialnya sangat tinggi. Ia akan dengan senang hati memberi masukan."
"Sekarang kau ikut kami saja, kita makan-makan!"
***
Btw, aku awalnya pingin banget beresin part ini abis maraton 100 Days My Prince dulu. Wa gela seh banget. Chemistry mereka berdua bikin greget.
Ternyata harus ke-postponed setahun lebih karena nggak ada ide yang sreg. Semoga suka ya. Please comment :)
Oh iya, di tengah wabah COVID-19 yang sedang merebak, ingin kembali mengingatkan untuk stay safe at home ya guys! Entah baca wattpad, kuliah online, atau yang bisa work from home, masak, olahraga ringan atau refleksi diri. Banyak lah aktivitas yang bisa dilakukan kalau mau lebih peka.
Dengan keputusan tanpa usaha besar kaum rebahan kaya kita, diharapkan bisa efektif menghambat penyebaran penyakit dan mengurangi beban tenaga medis Indonesia. Kalau ada rezeki lebih, ayo ikutan donasi!
Temen-temen bisa akses link berikut atau platform lainnya:
https://kitabisa.com/campaign/indonesialawancorona
https://kitabisa.com/campaign/bisakasihsembako
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro