Part 4
Stasiun Dobong-dong pagi ini dipenuhi oleh penumpang yang akan pergi bekerja dan belajar. Mayoritas penumpang sudah menggunakan pakaian kerja rapi dengan make up tebal. Beberapa dari mereka masih sibuk berdandan. Jihyun berdecak kagum menatap gadis-gadis yang mampu berdandan di kereta yang penuh sesak. Menurutnya, memerlukan keahlian khusus untuk berdandan di dalam kendaraan yang berjalan. Apalagi ini kendaraan umum, tapi bukankah negerinya memang tersohor dengan keahlian penduduknya merawat diri dan berhias?
"Minggir!"
Seorang gadis mendorongnya hingga hampir tersungkur. Syukurlah, gerbong yang penuh sesak mengkondisikan tubuhnya tertahan oleh tubuh penumpang-penumpang lain. Bahkan Jihyun tidak perlu memegang handrail untuk tetap berdiri. Bukannya Jihyun tak menyukai kendaraan umum, tapi hal ini selalu membuat keringatnya bercucuran dan mengacaukan mood-nya.
Tempatnya berdiri kali ini bahkan lebih sempit dari sebelumnya. Ia mengomel saking kesalnya, mengumpati gadis yang membuatnya tersisih ke sini. Pandangannya teralihkan pada seorang pria di hadapannya. Manik matanya seperti tersihir mengikuti gerakan tangan pria itu. Hampir saja Jihyun memekik melihat aksi tidak senonoh. Tapi dalam kondisi seperti ini, pasti tidak banyak yang menghiraukan. Sebisa mungkin ia bersikap tenang dan memalingkan wajah. Beberapa sumpah serapah dilontarkan dalam hati. Ia bahkan berjanji untuk tidak naik MRT lagi. Apapun yang terjadi.
"Apa yang kau lakukan? KAU BUKAN LAKI-LAKI!"
Jihyun nekat meneriaki pria yang sudah membuka risleting dan menurunkan celana di hadapannya. Demi Tuhan, ia ketakutan dengan jenis kejahatan seperti ini. Memang bukan rahasia umum kalau pervert berkeliaran di mana-mana, jalanan bahkan MRT dengan penuh penumpang. Namun, bukan berarti Jihyun pernah terpikir hal ini akan terjadi padanya. Kenapa dari kesekian keberuntungannya, harus kemarin orang tuanya menemukan penyok pada bumper depan mobilnya? Sehingga teman kesayangannya resmi menginap di bengkel mulai semalam. Kenapa juga, dari sekian jadwal perjalanan, pria ini memilih pagi hari? Kenapa di antara berjejal penumpang di gerbong, ia beraksi di depan matanya?
Kebanyakan penumpang akan diam ataupun mengambil gambar pelaku untuk dilaporkan jika mengalami tindakan kurang menyenangkan di dalam MRT. Untuk Jihyun, itu bukan tindakan. Menurutnya hanya melawan solusi yang tepat. Pandangan matanya beradu dengan pria itu. Mengesampingkan rasa jijiknya, tangan gadis itu mengepal kuat.
Bug!
Sebuah tonjokan mendarat di pipi pria itu. Bukan Jihyun. Seorang pria bertubuh tegap dengan berani mengambil alih. Jihyun hanya bisa melongo menyaksikan baku hantam di depannya sebelum pihak keamanan stasiun melerai. Ia berjanji akan membela si penonjok kalau sampai keamanan menyidangnya.
***
"Bapak tidak bisa menyalahkannya. Dia justru menolong saya," bela Jihyun pada pihak keamanan yang mengintrogasi pria berkulit sedikit tan dengan rambut hitam legamnya.
"Saksi, mohon tunggu giliranmu berbicara."
Jihyun mendengus, "Ini bukan kantor polisi. Aku tidak harus mengikuti prosedur seperti itu."
"Tapi kau punya tata krama 'kan?" tegur pihak keamanan.
"Yang jelas, kalau bertanya, jangan sudutkan orang ini!"
Permintaan pihak keamanan stasiun dituruti Jihyun walaupun berulang kali ia ingin menjawab bahkan menyanggah pertanyaan yang diajukan. Ia menyibukkan diri dengan ponselnya.
Tak akan mudah untuk Jihyun melupakan pengalamannya hari ini. Satu lagi, ia tak akan pernah membiarkan kejadian ini terulang. Termasuk untuk orang lain. Segera ia membuat postingan panjang lebar tentang kejadian tadi. Tidak lupa dengan peringatan dan saran untuk menangani hal semacam ini. Dalam beberapa menit, sudah banyak komentar yang masuk. Bahkan berhasil menjadi trending topic di forum kampusnya.
Tiba saat Jihyun untuk diinterogasi. Tentunya, ia tidak menyianyiakan kesempatan untuk bercerita sedetail mungkin pada petugas keamanan itu. Sampai-sampai, ia merekam interogasi ini diam-diam. Berjaga kalau menjadi angin lalu. Ceritanya justru membuat pria pervert tertawa cekikikan seperti orang gila. Pasti gila, karena orang waras tidak akan bertindak sepertinya.
"Tutup mulutmu, anjing!" umpatnya kasar. Jihyun tidak bisa menahan mulut. Setidaknya ia sudah berhasil menahan tangannya untuk tidak menghancurkan wajah orang itu.
Saking kesalnya, ia sampai tak peduli soal reaksi orang-orang di sana. Setidaknya, ia puas bisa memaki orang gila itu dan membuatnya mendekam di tahanan mulai malam ini.
"Terima kasih, Tuan," ucap Jihyun masih bisa bersikap sopan pada pahlawannya.
Namun, Jihyun segera membalikkan tubuhnya dan berlalu. Tangannya mengibas di depan mata. Netranya mulai berkaca-kaca. Sabuk hitam karate tak menjamin keberanian seseorang. Buktinya, Jihyun melemah saat teringat bagian tubuh seseorang yang tidak seharusnya dilihat.
"Nona, apa kau baik-baik saja?"
Pria yang menolongnya menyusul saat melihat tingkah Jihyun, terutama jalan gadis itu yang agak limbung. Tanpa basa-basi ia segera menawarkan bantuan, "Ke mana saya bisa mengantar Nona?"
Refleks, Jihyun menarik mundur tubuhnya beberapa langkah. Mana mungkin ia bisa percaya pada pria asing sekarang.
"Aku tidak bermaksud apapun. Hanya khawatir terjadi apa-apa padamu di jalan."
Jihyun menggeleng jelas. "Tidak perlu. Aku bisa sendiri."
Sekalipun ini adalah orang yang menolongnya tadi, Jihyun semakin sulit percaya pada orang asing. Ia menunduk untuk pamit dan meninggalkan pria itu.
***
Selepas dosen menutup kelas pagi ini, teman-teman sekelas Jihyun dan Sooyoung beramai-ramai membicarakan konten yang Jihyun bagi. Walaupun gadis itu belum tiba di kampus, topiknya sudah menjadi topik hangat untuk teman-temannya. Sooyoung jadi kewalahan menjawab pertanyaan yang tidak kunjung henti. Tak menyangka kejadian malang itu akan menimpa salah seorang teman mereka. Padahal, Sooyoung sendiri baru mendengar sedikit kabar dari sahabatnya. Itu juga hanya lewat pesan singkat.
Hoosh hoosh hoosh.
Deru kasar napas seseorang menarik perhatian kerumunan di sekitar Sooyoung. Selebriti hari ini sudah tiba. Melihat gadis itu yang masuk dengan wajah pucat pasi, tentu tidak ada satupun yang berani mendekatinya. Takut ia berubah menjadi serigala seketika. Mereka berhamburan meninggalkan Sooyoung yang segera menyerahkan air minumnya.
"Kau naik apa ke sini?"
"Taksi."
Mana mungkin Jihyun naik kendaraan umum lagi setelah insiden tadi. Ia hampir mati berdiri karena ketakutan. Jihyun masih mengatur napasnya. Ia belum tenang sebelum tiba di tempat yang dirasa aman.
"Apa kau mau diantar pulang?"
Tidak mungkin Jihyun meninggalkan kuliahnya hari ini. Siang nanti ia punya kuis yang harus dituntaskan. Belum lagi rapat rutin dengan tim panitia. Ia harus tetap berada di kampus dan memulihkan kondisi dalam waktu sesingkat-singkatnya.
"Kau ini, besok-besok jangan melakukan aksi nekat ya. Pikirkan nyawamu!"
"Sudah ku perhitungkan."
Dengan kondisi Jihyun yang pucat dan terlihat lemah Sooyoung tidak mau ambil resiko terjadi apa-apa dengan temannya, "Nanti malam kau menginap di tempatku saja."
"Tidak, aku akan baik-baik saja sore ini."
"Harusnya kau punya pacar di usiamu yang menginjak 21 akhir tahun ini. Jadi ada yang bisa menjemputmu atau setidaknya bersedia mengurus mobilmu."
Jihyun hanya menyeringai. Setidaknya, temannya sudah memberikan solusi. Walaupun solusi itu tidak relevan untuknya. Ia tidak membutuhkan seorang pria untuk menyopirinya dan mengurus urusannya yang bersifat kelaki-lakian dan memberikan title pacar. Untuk Jihyun, apapun yang menjadi urusannya harus diselesaikannya sendiri. Kalaupun ia mau mencari pacar, ia tidak yakin ada pria yang masuk kriterianya.
"Iya ... iya .... Nanti aku cari pacar."
***
Seorang pria berjalan di pelataran gedung perkantoran dengan satu cup kopi hangat di tangan kanannya. Ini hari pertamanya bekerja tapi tubuhnya sudah berpeluh keringat dan tangannya sedikit keram. Ia sudah lama tidak menggunakan tangannya untuk memukul, apa lagi batang hidung seseorang. Sesekali ia melirik ke kaca bangunan untuk merapikan rambutnya walaupun ia masih berniat untuk pergi ke toilet merapikan penampilannya.
Ia masih tidak habis pikir terhadap kejadian tadi, ada saja orang yang nekat melakukan aksi tidak senonoh di tempat umum apalagi dalam kondisi penuh sesak. Di pikirannya, berita seperti itu hanya hoax yang diciptakan oknum tertentu untuk membuat ketakutan masif. Namun, setelah kejadian tadi, ia harusnya tidak terlalu mengabaikan berita-berita kejahatan yang sering dibicarakan. Setidaknya, ia bisa menilik lagi dengan akal pikirannya.
Kalau diingat-ingat gadis yang ditolongnya tadi cukup berani. Menantang orang gila itu walaupun tanpa perbekalan apapun. Hal itu juga yang membuatnya tidak menunda untuk melayang satu pukulannya. Apalagi ia merasa mengenali gadis itu. Namun, sampai saat ini tidak terbesit di pikirannya kapan dan bagaimana mereka bisa bertemu. Atau ini hanya halusinasi.
"Harusnya aku tetap memaksa mengantarnya pulang."
So receh ya ceritanya? Ada yang ngikutin ga sih cerita ini.
Mau jajak pendapat dulu. Untuk namja di MRT bakal ketemu Jihyun lagi di part selanjutnya. Ada yang mau request nama dan visual?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro