Part 11
Tindakan disiplin yang diambil oleh kedua orang tuanya membuat kepala Jihyun pening. Bagaimana tidak, sudah tak ada lagi mobil kesayangan di garasi mobilnya dan satu akses rekeningnya sudah ditutup dengan alasan yang sama. Meskipun gadis itu punya gaya hidup yang hemat, tetap saja keputusan kedua orang tuanya bukan hal yang mudah.
Gadis itu sampai bertindak impulsif dengan mendaftarkan diri sebagai pelatih karate untuk kelas pemula dari poster yang terpampang di beberapa sudut kampus. Berbekal dari kredibilitas informasi tersebut, Jihyun menghadiri sesi interview yang akan berlangsung di salah satu kantin tak jauh dari gedung kuliahnya.
"Jongdae Sunbae?"
"Kau? Nam Jihyun yang mendaftar—sebagai pelatih karate?"
Jihyun mengangguk mengiyakan. Staf administrasi tata usaha sudah menyampaikan kalau narahubung publikasi tersebut adalah mahasiswa kampusnya. Namun, dari ribuan mahasiswa, ia tidak menyangka kalau itu adalah Kim Jongdae.
"Wow, aku tidak menyangka kalau ini profilmu," tukas Jongdae seraya menunjukkan print out CV yang gadis itu kirimkan. Ia mengenal Jihyun sebagai sosok yang tangguh, tapi juga bukan pemilik dan*).
"Ya, itu aku. Kurasa karena aku lupa melampirkan foto dan sertifikatku."
Tak banyak gadis bernama Nam Jihyun di kampus atau mungkin, ia satu-satunya yang punya kemampuan bela diri.
Jongdae menawarkan Jihyun untuk memesan minum sebelum ia mulai menjelaskan jobdesk yang akan Jihyun kerjakan. Gadis itu mendelik tatkala Jongdae menyampaikan siapa sebenarnya objek yang akan menjadi muridnya. Ia pikir, pemula yang dimaksud adalah anak-anak atau setidaknya pelajar sekolah menengah.
"Kau benar-benar punya projek di daerah prostitusi?" tanya Jihyun tak percaya.
Hanya ringisan yang pria itu pamerkan. Menurutnya, sekarang yang paling penting adalah mendapatkan persetujuan Jihyun. Ia percaya hanya dengan sekali lihat sertifikat-sertifikat asli yang dibawa oleh gadis itu. Hanya saja, dari sesi interview sebelum-sebelumnya, applicant menolak ketika mendengar lokasi dan calon murid mereka.
"Bagaimana? Kau bersedia?"
Jihyun tak langsung menjawab, gadis itu tampak berpikir. Fee yang akan didapatkannya memang tidak banyak, tapi cukup untuk menambah uang saku ataupun uang belanja online-nya.
"Ini projekmu 'kan? Bukan kau sebagai pihak ketiga?" tanya Jihyun khawatir.
"Tenang saja, aku yang menangani projek ini. Kalau ada apa-apa, kau bisa menghubungiku tanpa perantara."
Gadis itu tampak berpikir. "Tapi, aku sekarang sudah tidak ada kendaraan dan tidak mungkin aku minta diantar jemput temanku setiap kali latihan. Apa aku bisa dapat uang transport?"
Jongdae terdiam sesaat. Lantas, senyum terkembang di bibirnya. Ia baru saja mendapatkan ide brilian. "Kalau uang transport, kurasa tidak, tapi kau bisa diantar olehku atau temanku yang menangani projek ini juga."
"Sungguh?"
"Ya, bukankah lebih baik seperti itu?"
Jihyun mengiyakan dan menjabat tangan Jongdae. Tidak sulit baginya untuk menyetujui penawaran ini.
***
"Oppa!"
Kyungsoo mengenali suara tersebut sebagai suara Kim Jennie. Gadis yang berusia 2 tahun lebih muda darinya dan merupakan adik dari seniornya di kampus. Tidak banyak yang tahu kalau gadis yang sedang mempersiapkan kuliah di Australia, cukup dekat dengannya. Junmyeon sendiri hanya tahu kalau Kyungsoo akan selalu menjadi teman yang dapat dipercaya untuk ikut menjaga adik satu-satunya.
"Aku dengar kau punya projek baru dengan Jongdae Oppa?"
"Betul. Ada apa memang, Jennie-ya?"
Bibir gadis itu mengerucut, tanda ia tak suka mendengar apa yang diucapkan Kyungsoo. Kedua tangannya ditaruh di atas meja, menopang wajah cantiknya.
"Kenapa aku harus dengar ini dari orang lain. Seharusnya kau bilang padaku langsung," keluh Jennie yang kecewa.
"Akhir-akhir ini pekerjaanku cukup banyak, jadi aku tak sempat main ke rumah Hyung."
"Astaga. Padahal kau bisa langsung menelpon ponselku. Apa susahnya, sih?"
Kyungsoo hanya meringis. Gadis yang sudah dianggap seperti adiknya sendiri ini selalu bersikap posesif padanya. Lantas, ia mengambil posisi duduk di bangku kosong depan ruang sekretariat grupnya.
"Aku pikir, ini tidak akan menarik untukmu. Tidak ada art-nya," kilah Kyungsoo berusaha meredam emosi Jennie, "lagi pula, kenapa pagi-pagi kau sudah di kampusku? Bukankah kau ada preparation class?"
Jennie menggeleng pelan. Ia kabur dari kelasnya semenjak mencuri dengar dari Junmyeon kalau Kyungsoo sedang sibuk dengan projek barunya di Cheondam-dong. Tentu saja, ia ingin tahu lebih jelas, tapi dari mulut Kyungsoo sendiri.
"Libur. Coba ceritakan tentang apa, mungkin aku berminat."
Tak banyak berpikir, Kyungsoo langsung menjelaskan, "Aku beberapa kali melihat satu sudut Chendam-dong yang dipenuhi wanita malam. Kupikir akan lebih baik kalau mereka punya sumber penghasilan lain. Harapannya, mereka bisa berhenti bekerja sebagai wanita malam. Asal kau tahu, pekerjaan itu sangat berisiko terhadap keselamatan mereka."
"Hmm... begitu, ya. Tapi ... bukannya selama ada demand, supply akan mengikuti? Kalau kau ingin menghentikan dunia prostitusi, kau harus cuci otak para pejabat dan konglomerat yang mendewakan selangkangan," tukas Jennie polos.
Meskipun Jennie lebih muda dan blak-blakan, Kyungsoo menyukai kepribadiannya. Gadis itu tidak berbelit-belit dan apa adanya dalam berpendapat. Satu lagi, Kyungsoo sering sependapat dengan pemikiran gadis itu.
"I know, tapi untuk sekarang menghentikan bisnis prostitusi bukan rencana jangka pendekku, itu hampir impossible. Lagi pula, yang paling terdampak adalah para pekerjanya. Mereka orang kecil, butuh diselamatkan. Salah satunya dengan memandirikan mereka."
Senyum terulas di bibir Jennie, gadis itu senang mendengar penuturan Kyungsoo. Menurut gadis itu, Kyungsoo bukanlah Hades di dalam IDOL. Pria itu justru berhati seluas samudera.
"I like you, Oppa."
"I like you, too," jawab Kyungsoo ringan, "jadi, tidak marah lagi 'kan? Ayo cepat pulang ke rumah, sebelum tutormu menunggu terlalu lama."
Senyum di bibir Jennie perlahan sirna. Kyungsoo selalu tahu cara melemahkannya, padahal ia tidak ingin ikut kelas hari ini. "Well, you just gave me the benefit of the doubt."
Pria itu menatap Jennie dengan sabar dan menjawab, "Hyung bisa marah kalau tahu kau di sini. Bagaimana kalau orang tuamu tahu?"
"Tinggal jawab saja, aku mau kuliah di Seoul bukan di Melbourne."
"Kau ini ... " desis Kyungsoo seraya mengusap ubun-ubun Jennie, "aku belikan es krim vanilla, tapi setelah ini kau harus pulang, okay?"
Jennie menyipitkan mata dan menatap teman kakaknya sinis. Ia pikir, ia tak boleh kalah pintar dari Kyungsoo. Sudah susah-susah ia merayu supir pribadinya untuk menyetir sampai tempat ini. "Es krim vanilla oke, tapi tidak dengan pulang."
Kyungsoo hanya mengangguk. Ia bersyukur Jennie tak memaksakan diri untuk terlibat. Pria itu berjalan terlebih dahulu menuju kantin agar Jennie mengikutinya.
***
Mata Jihyun terpaku pada sekelompok wanita yang bergerombol tak jauh dari tempatnya berdiri. Boleh jadi mereka memiliki wajah yang lebih cantik ataupun tubuh yang lebih ideal, tapi tidak dengan privilege pendidikan ataupun harta yang dimilikinya. Mereka tak pernah memilih untuk dilahirkan dalam kondisi seperti itu, begitu juga dengan dirinya. Ada rasa iba terbesit dalam diri, tapi mungkin, itu bukan rasa yang tepat ia tunjukkan sekarang.
Jihyun sudah siap dengan karategi*-nya ketika ia berdiri di tengah-tengah hall. Tak lama setelah ia memperhatikan sekumpulan wanita di sisi lain ruangan, atensi wanita-wanita itu tertuju padanya, menatap dengan pandangan was-was.
"Jadi kau yang akan melatih?" tanya seorang wanita yang keluar dari gerombolan.
Seulas senyum ramah Jihyun terkembang. Ia sudah berniat untuk tak hanya menjadi pelatih, tapi teman untuk mereka.
"Benar. Perkenalkan saya Nam Jihyun. Panggil saja Jihyun, senang berkenalan dengan kalian."
Sayangnya, perkenalannya belum bisa mencairkan suasana, mereka tetap menatap Jihyun dengan waspada. Seperti Jihyun adalah sosok yang mengancam. Gadis itu jadi mati gaya. Apa ia sudah salah berekspresi? Ia menggigit bibir bawahnya saking bingung harus berbuat apa. Tidak ada sapaan hangat yang diperkirakan.
"Bisa kita mulai?"
"..."
"..."
"Ehm."
"..."
Hampir merutuki hari ini jauh lebih buruk dari bertemu Kyungsoo, Jihyun membatalkan niatnya. Tampak sosok yang tak kalah mempesona masuk ke dalam ruangan dan menjadi magnet untuk yang lain.
"Ayo kita mulai, Senpai*."
***
Kyungsoo membenci apapun yang memicu sentimennya. Terlebih pada gadis berpeluh dengan pakaian karate yang berjalan ke arahnya. Selama dua tahun ini, ia bisa dengan mudah menghindari gadis itu. Namun, dalam beberapa bulan ke belakang, frekuensi bertemu gadis itu sudah tak bisa dihitung jari. Ia membencinya. Setiap bertemu gadis itu, rasa bencinya semakin besar. Apalagi, ketika perasaannya mudah tergoyahkan.
"Aku rasa, teman berkaca-mata yang Jongdae katakan akan menjemputku, itu kau," ucap gadis itu seraya memperbaiki ikatan rambutnya. Benar, di tempat ini hanya ada dirinya yang merupakan teman Jongdae dan ... menggunakana kaca mata. Benda yang hampir tak digunakannya selain di dalam kelas.
"..."
Lantas, gadis itu membuang napas kasar. Tatapan Kyungsoo bicara banyak. Pria itu tampak terkejut dan ...masih tidak suka.
"Mungkin, Jongdae tak bilang padamu kalau yang perlu jemputan adalah aku. Aku sendiri juga tidak tahu kau atau bukan, tapi tak ada lagi yang pantas disebut temannya setelah setengah jam aku menunggu. Kalau kau keberatan, aku bisa pulang sendiri."
"..."
Pria itu kembali tak bicara hingga sang Gadis berbalik dan siap beranjak pergi. Sudah cukup ia mendapat mental breakdown saat penyambutannya tadi. Kalau Kyungsoo akan ikut, hal pertama yang dilakukannya adalah pura-pura buta dan tuli.
"Jihyun Senpai!" sapa seorang wanita dengan pakaian ketat berperawakan bak gitar Spanyol.
Jihyun refleks menghentikan langkahnya untuk merespon sapaan tersebut.
"Terima kasih untuk hari ini. Meskipun tidak mendapatkan Senpai* tampan bertubuh gempal, kupikir gerakanmu mudah dipahami," ucap wanita tersebut yang merupakan salah satu peserta pelatihannya hari ini sekaligus bos dari yang lainnya.
Lantas, Jihyun menanggapi ucapan wanita itu. Cukup untuk mengalihkan perhatian dari Kyungsoo. Gadis itu senang, setidaknya ada yang bahagia dengan kehadirannya di sini. Lagi pula, orang-orang yang dilatihnya tak benar-benar enggan, mereka hanya sempat merasa asing dengan kehadiran Jihyun.
"Lain kali, akan kubawa Senpai tampan datang kemari. Eonni tunggu saja, ya."
"Benar, ya! Awas kau bohong. Tapi, aku ragu dapat izin dari Oppa satu ini," tukas wanita itu seraya mengedipkan mata pada Kyungsoo. Jihyun yakin, mereka belum lama mengenal, tetapi dari sedikit interaksinya dengan Kyungsoo, ia bisa menangkap seberapa strict pria tersebut.
Namun, Kyungsoo ikut tertawa. Jawaban-jawaban yang wanita cantik itu berikan justru membuat tawa Kyungsoo melebar. Pemandangan ini tampak aneh di mata Jihyun. Pria itu sama sekali tak terlihat jahat, apalagi angkuh.
"Selama mata pria itu tidak jelalatan, pasti akan kuizinkan."
"Kau posesif," ujar wanita yang mereka kenali dengan nama Park Bora. Seorang pekerja malam yang paling antusias mengikuti program-program yang Kyungsoo dan Jongdae canangkan selama beberapa bulan kedepan.
Kemudian, wanita itu berlalu, tetapi mata Jihyun masih mengekori langkah kakinya hingga ia meninggalkan ruangan.
"Aku kasihan pada Bora Noona. Ia cantik, pintar, dan berani. Kalau saja, nasib baik berpihak padanya, mungkin ia tak perlu menjadi wanita malam," tutur Jihyun berempati.
Sementara itu, Kyungsoo tersenyum sinis. "Kenapa harus kasihan? Mereka profesional."
"Maksudmu?"
Jihyun pikir, Kyungsoo punya alasan yang sama dengan Jongdae. Iba pada para wanita malam yang terpaksa menjajakan diri. Begitu juga dengan dirinya tadi. Namun, sepertinya tidak.
Ketika gadis itu menoleh, ia sudah mendapati wajah Kyungsoo yang berada lebih dekat dengannya. Mata itu menatap Jihyun lekat-lekat.
"Mereka tak pakai hati. Jadi, mereka hanya mencari nafkah, tak akan merusak rumah tangga orang lain."
Jihyun terdiam. Meskipun tak banyak percakapan yang pernah melibatkan keduanya, ia paham, pria itu mencoba menyampaikan sesuatu secara implisit. Tapi, apa?
***
Catatan Kaki:
Dan: Sabuk Hitam
Karategi: Pakaian karate
Senpai: Pelatih Karate
***
Kalau kita pakai MBTI, nih, ya. Menurut kalian karakter Kyungsoo sama Jihyun kategorinya apa aja?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro