Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Epilog

2016, Seoul

"Kyungsoo-ssi, bisakah kau menggantikanku mendampingi trainee sore ini?"

Pria yang dipanggil membenarkan letak kacamata dan mendongak. Seakan memastikan pendengarannya tidak salah. Selama ini, ia lebih banyak menghabiskan waktunya di kantor cabang maupun lapangan. Survei lahan-lahan yang akan dikembangkan oleh perusahaan. Tak sekalipun ia mendapatkan briefing mengenai pembekalan trainee yang sudah diseleksi semenjak tiga bulan lalu.

"Untuk apa? Sunbae 'kan tahu aku baru selesai —management trainee— tahun kemarin, belum ada yang bisa kuajarkan," tolak Kyungsoo defensif.

"Siapa yang minta kau mengajar. Apa aku gila memintamu membimbing mereka tanpa persiapan?"

Kyungsoo mengangguk samar. Lantas, ia menggulung ujung lengan kemeja sembari merapikan meja yang penuh oleh tumpukan dokumen hasil survei.

"Lalu?"

"Mereka mau makan galbi dan minum malam ini. Welcoming Party."

Refleks Kyungsoo berdecak. Sekalipun para trainee adalah juniornya, mereka bukan lagi anak di bawah umur yang harus didampingi saat pergi bersama. Apalagi untuk acara sekelas minum-minum.

"Kalau hari ini bukan anniversary—pernikahan-ku pasti aku menemani mereka. Kuharap kau masih ingat insiden temanmu tahun kemarin sampai kalian diinterogasi satu per satu. Kami hanya ingin mereka paham culture perusahaan ini. Bagaimana?"

"Baiklah."

Tak ada lagi penolakan dari pria itu. Kyungsoo memahami concern koleganya mempertimbangkan salah seorang teman sekampusnya yang membuat keributan dengan pengunjung lain hingga mengacaukan kedai orang. Segera ia menghampiri sekelompok muda-mudi sebayanya yang berada di lobi.

Seperti periode sebelumnya, jumlahnya tak banyak, kurang dari dua puluh. Memungkinkannya untuk menyusuri wajah-wajah baru satu per satu, termasuk sesosok gadis dengan rambut sebahu berwarna ash brown. Gadis yang sangat dirindukannya setahun kebelakang. Terutama tawa renyah milik gadis itu.

"Permisi, apakah Anda Sunbae Do?" tanya seorang pria yang mengejutkan lamunan Kyungsoo.

"Oh— ya."

Jawaban Kyungsoo nyaris tergagap dan tentunya mencuri atensi orang-orang di sana.

Mata gadis yang diperhatikannya tadi membulat sempurna kala bersirobrok dengan milik Kyungsoo. Rasa yang selama ini disimpan rapat membuncah perlahan dan pasti.

Namun, keduanya punya pengendalian diri untuk hanya tersenyum ramah dan saling menyapa dengan sopan. Bicara pada yang lain meskipun sesekali mencuri pandang. Di jarak aman hingga lawan tak menyadari. Membiarkan belasan orang membatasi ketika hidangan mulai tersaji.

"Ini adalah inisiasi keakraban yang baik. Kuharap kalian bisa mempertahankan tradisi ini tanpa mengesampingkan norma-norma sosial di dalamnya. Aku titip nama baik management trainee," pungkas Kyungsoo sebelum mengangkat gelas sloki di dekat tangannya dan menghabiskannya dalam sekali teguk, diikuti oleh para trainee.

Makan malam dan pesta minum kali ini yang paling sulit untuk dinikmati. Berusaha tetap bungkam ketika bibirnya ingin bicara. Pria itu hanya mengungkap kata sebatas basa-basi sampai acara ini usai. Mengamati sosok yang justru terlihat sibuk dengan kawan-kawan barunya. Bagaimana bisa gadis itu seakan hilang ditelan bumi setelah kelulusan? Ia hanya ingin memberi waktu Jihyun untuk menjaga jarak, bukan menghilang dari pantauannya. Lalu, seakan Tuhan menjawab pertanyaannya selama ini, gadis itu hadir kembali.

***

Setelah menyelesaikan studi magister, sudah tak ada alasan lagi bagi Jihyun meninggalkan Korea Selatan. Pemberitaan buruk tentang dirinya pun tertutup kasus-kasus hangat di negeri ginseng yang silih berganti. Lantas, ia memutuskan untuk bergabung dalam program MT di sebuah perusahaan salah seorang alumni kampus. Berharap niatnya untuk berdamai dengan masa lalu akan semakin mudah.

Semua tinggallah angan, terlebih saat ia dan teman-temannya —juga Kyungsoo— minum bersama. Ia lebih dari sadar saat sepasang mata monolid terus mengekori. Namun, hanya dengan berinteraksi dengan kawan-kawannya, ia bisa tetap bersembunyi.

"Kau ke mana saja?"

Jihyun terhenyak ketika mendengar pertanyaan dengan suara murni yang begitu khas. Teman-temannya sudah beranjak, menyisakannya yang berjalan seorang diri ke arah parkiran di Selatan pertokoan. Gadis itu tahu, pertanyaan tersebut tidak lain ditujukan hanya untuknya. Lantas, ia menoleh ke belakang dan mendapati wajah berbentuk hati yang sejak tadi mengusik ketenangan.

"Oh, ak— aku maksudmu?" tanya Jihyun pura-pura bingung.

Pria itu melangkahkan kaki mendekat dengan percaya diri. Jihyun ingat, pria itu sudah tak pernah berjalan ke arahnya semenjak charity night. Sekalipun klarifikasi disampaikan, matanya seolah enggan melihat Jihyun. Ya, Jihyun sering bertanya pada diri, bukankah seharusnya ia yang tunggang langgang dari Do Kyungsoo? Namun, kenapa justru pria itu yang tampak jengah?

"Siapa lagi? Memang ada orang lagi di sini selain kita?"

"Kupikir...."

"Bisa kita bicara?"

Jihyun mengangguk samar sebelum membersamai langkah Kyungsoo meninggalkan kedai yang mereka kunjungi. Ia pikir, tak ada salahnya membuka obrolan dengan pria itu sekarang. Waktu sudah berlalu, banyak hal telah berubah. Bukankah hal yang sama berlaku pada apa yang pernah dirasa?

Keduanya terus berjalan mengabaikan udara dingin yang menusuk tulang dan sesekali mencuri pandang satu sama lain.

"Selama ini, kau tidak di Korea 'kan?" tanya Kyungsoo memulai percakapan.

"Tahu dari mana? Aku ke London."

Pantas saja, Kyungsoo tak menemukan berita apapun tentang Jihyun dari teman-temannya di Seoul. Ia tak bisa menelusur keberadaan gadis itu dari media sosialnya, mengingat Jihyun menghapus semua akun setelah klarifikasi yang dibuat oleh Kyungsoo.

Kyungsoo tak menjawab pertanyaan Jihyun dan ia hanya berujar, "Aku pikir, kau benar-benar meninggalkan Seoul dan tidak kembali."

"Menurutmu, aku pecundang?" decak Jihyun diikuti tawa hambar.

"Bukan. Kejadian itu begitu mengguncangmu. Jadi, akan sangat mungkin kalau kau memutuskan untuk meninggalkan Seoul."

"Benarkah? Sayangnya aku mau kembali ke sini. Even though you've already given your statement, I still want to prove that I wasn't a whore and hide behind the status of a fiancé. I'm Nam Jihyun, an ICL* graduate who will have a promising career in SK Group."

Mungkin Kyungsoo tidak punya maksud apapun, tapi sentimen Jihyun cukup terusik dengan pernyataan pria itu sebelumnya. Pria itu selalu tak pandai berbasa-basi. Apalagi, di depan seorang Nam Jihyun. Baiklah, sudah bukan waktunya untuk menunda karena entah kapan ia akan memiliki kesempatan kedua. Hanya satu hal yang ia inginkan katakan ketika melihat wajah Jihyun sedekat ini ....

"Maaf."

"Untuk?"

"Aku tidak tahu bagaimana harus memulainya," ucap Kyungsoo berusaha mengendalikan kekhawatirannya.

"..."

"Ehm. Kita pernah ... dekat. Berteman maksudku. Sebelum insiden itu terjadi. Aku menjauhimu dan kemudian kau yang menjauhiku. Bahkan, aku tak sempat meminta maaf atas tindakan ibuku, juga sikapku padamu sebelum kau pergi."

Jihyun terdiam beberapa saat. Ucapan Kyungsoo sedikit membuka luka lama yang sudah dikuburnya rapat-rapat.

Kyungsoo menarik napas dalam-dalam sebelum kembali berbicara, "Aku tahu, semua itu bukan tanpa sebab. Sebabnya terlalu jelas ... Mungkin, kau akan menganggapku tak tahu malu. Tapi, aku tak bisa selamanya bersembunyi dan menyerah untuk mendapatkan maafmu."

"..."

"Dulu aku pikir, apa yang kau katakan di media sosial hanya untuk menyelamatkan nama baikmu, tapi memang ayahku seberengsek itu. Aku sangat berterima kasih kau telah menolongnya di kelab waktu itu dan bahkan masih menyembunyikan perilaku tidak bermoralnya. Sungguh, ibuku juga merasa bersalah sudah memperlakukanmu dengan tidak seharusnya."

"..."

"Klarifikasiku pun ternyata tak berarti banyak. Ya, aku sadar, aku yang sudah merusaknya sendiri."

Jihyun masih terdiam. Haruskah ia turut minta maaf? Untuk apa? Sejak awal, memang Kyungsoo dan keluarganya yang harus memohon maaf sedalam-dalamnya pada Jihyun atas semua ketidakadilan yang didapatkan. Saat itu, ia sempat kecewa karena merasa permohonan maaf yang disampaikan Keluarga Do sekedar formalitas.

"Kalau kau tak mau memberikan maaf, aku bisa mengerti. Aku terlalu lama memberi jarak. Di satu sisi, aku juga takut akan perasaanku. Bodohnya, aku harus membayar dengan waktu yang lebih lama untuk bisa kembali melihatmu. Such a coward."

"Aku memaafkanmu," lirih Jihyun singkat. Tak pernah terbesit jika Kyungsoo ingin bicara dengannya. Ia terlanjur membangun dinding. Saat itu, hatinya diselimuti kekecewaan setelah mendengar peringatan Nyonya Do.

"Maaf?"

"Kenapa kau takut dengan perasaanmu?" tanya Jihyun mengingat kalimat yang mengusik bantinnya.

"Honestly, I was afraid the girl I like won't be able to forgive me."

Sejenak, Jihyun kembali teringat dengan penuturan Nyonya Do. Wanita itu pernah mengatakan, tapi ia tak pernah punya kesempatan untuk memastikan kebenarannya. Setiap peringatan wanita itu selalu menghantui hingga ia memutuskan untuk mengubur perasaannya bahkan menjauh dari putra wanita itu.

"Lalu, sekarang kau sudah tak menyukai gadis itu?"

"Bukan ... aku hanya lebih siap menerima konsekuensi."

"I see."

Rasanya Jihyun ingin memekik, haruskah ia menunggu untuk waktu yang sangat lama hingga ia berhak mendengarkan pengakuan seorang Do Kyungsoo? Di saat ia sudah mulai merelakan pria itu, setelah lelah berharap Nyonya Do berubah pikiran dan mengusahakan apa yang menjadi jangkauannya.

"Aku berniat menghubungimu lagi setelah hari kelulusan kita. Aku tak ingin merusak fokusmu dalam studi. Tapi, aku juga tak bisa memberikanmu waktu lebih lama untuk menjauh. My days felt empty without your presence."

Seketika tubuh Jihyun mematung. Belum cukup keterkejutannya, jantungnya terasa berhenti berdetak. Bagaimana bisa pria itu tak hanya menyukainya, tapi turut merasa hampa? Bukankah seharusnya ia yang merasakan hal itu?

Senyum tipis tersungging di bibir sang Gadis. Hatinya meleleh, tapi ia tak bisa menjadi begitu mudah. "Bagaimana kalau aku justru tak bisa memaafkanmu yang pernah takut pada perasaanmu?"

"Ya, itu terserah padamu. Sebenarnya, aku masih punya dua tiket yang harus kau kabulkan," jawab Kyungsoo enteng. Ekor matanya bisa menangkap guratan wajah Jihyun sekarang. Hatinya tak bisa berbohong kalau ia merasa lega.

"Itu sudah expired. Too old. Kalau aku punya persyaratan? Apa kau akan menurutinya?"

"Tergantung permintaanmu."

"Ya! Kau mau maaf dariku atau tidak sebenarnya?" ketus Jihyun sembari berkacak pinggang.

"I do want to. Lagi pula, kau sudah memaafkanku 'kan tadi, kecuali soal aku yang menjadi ... pengecut."

Bibir Jihyun mengerucut dan ia lantas membuang muka.

"Coba katakan dulu. Akan kupertimbangkan nanti."

Kening Jihyun mengernyit. Terbesit sebuah ide impulsif yang pernah terlintas ketika ia mengenang pria itu sendirian. Meskipun, ia tak yakin Kyungsoo akan menurutinya semudah itu.

"Baiklah. Berkencanlah denganku weekend ini," ucap Jihyun dengan pipi yang memerah bak tomat masak.

"Kencan? Bagaimana dengan Hyung?"

Sudah menjadi rahasia seluruh penduduk negeri kalau Jihyun adalah calon istri Choi Minho. Mana mungkin seorang Kyungsoo berani mendekati wanita yang sudah berkomitmen. Ia ingin hubungannya membaik, tapi masih waras.

Penuturan Kyungsoo membuat Jihyun berlari kecil hingga gadis itu berdiri beberapa langkah di depan. Tak lama, ia menoleh, "Kau butuh maafku atau tidak? Yang jelas, aku tidak akan mengajak orang berkencan saat aku masih menjadi tunangan orang lain."

Kelopak mata Kyungsoo mengerjap untuk sesaat, meyakinkan diri bahwa pendengarannya tak keliru. Ia hanya sibuk mencari Jihyun tanpa memastikan status gadis itu.

"Aku tak mau berkencan," teriak Kyungsoo dari posisinya berdiri.

Sontak Jihyun membelalakkan matanya sempurna. Tak percaya betapa Kyungsoo menolaknya dengan lugas. Apa semua yang tadi pria itu katakan hanya bualan? Jihyun mempertanyakan keseriusan pria bermarga Do itu dalam hati.

"How about starting over? I mean ... in a relationship."

Telinga Jihyun panas dan tubuhnya terasa lunglai. Ia butuh pegangan atau mungkin tamparan untuk meyakinkan bahwa ini bukan mimpi. Do Kyungsoo saat ini adalah pria yang tiba-tiba dan penuh kejutan. Entah bagaimana Jihyun akan menanganinya.

"Pardon? Kita baru bertemu setelah sekian lama dan kita belum pernah in relationship seperti yang kau bilang tadi."

"Sepertinya itu hanya dalam imajinasiku. Tapi, aku masih punya satu lagi tiket permintaan yang belum kau kabulkan setelah pertandingan kita," debat Kyungsoo tak kurang akal.

"Kau sinting? Sudah kubilang dari tadi, itu sudah kadaluarsa."

"Kau bilang itu seumur hidup."

"Tidak bisa. Nonsense."

"Nam Jihyun...."

"Sekali tidak tetap tidak! Kau harus memulainya dari nol. Seperti orang baru kenal," teriak Jihyun mengakhiri.

Kyungsoo tertawa keras mendapati penolakan Jihyun. Ya, tak seburuk yang pria itu bayangkan. Memang Jihyun terus mengelak, tapi hatinya tahu kalau gadis menginginkan dirinya sama besarnya. Minho boleh bicara kalau saat itu adalah deadlock untuknya, tapi Tuhan punya rencana lain dan Kyungsoo tak akan lagi melewatkan kesempatannya. Ia belajar bahwa setelah mengupayakan segalanya, terkadang ia masih harus menunggu untuk menemukan jalan keluar tak kasat mata.

***

Catatan kaki:

ICL: Imperial College London

***

Hi! Akhirnya epilog ini release juga. Karena akhir Februari sudah ada target lain jadi terpaksa ku akhiri lebih cepat. Tbh, aku start bikin part ini sebelum nulis part 9. Kebayang nggak sih, aku udah mau fix sama endingnya tapi aku masih mencari jalan yang tepat untuk mencapai. Terus rombak2 lagi habis Part 21. Hahaha.

Jadi, kalau dulu ada yang nanya aku mau namatin atau ga? At the end, terjawab, ya. Meskipun kaya proyek mangkrak yang nggak kelar-kelar.

Atau, kemarin ada yang konfirmasi kalo Part 21 itu part final. The answer is yes. Harapanku, part tsb jadi opened ending dulu buat temen2. Masalah perselisihan mereka terungkap dan selesai. Mereka juga sadar punya perasaan satu sama lain, meskipun nggak bisa bersama saat itu.

Kalau permasalahan ayahnya aja yang kayanya buntu aja ada way out, apalagi hubungan mereka. Di epilog, aku mau menekankan kalau mereka masih muda, masih punya kesempatan. Jalan buntu itu akan selalu ada. Tapi, selama mereka berharap dan berusaha, dan setelah itu baru pasrah, chance bisa mereka ciptakan.

Sekali lagi mohon maaf buat teman-teman yang terpaksa ku PHP karena ide yang tak kunjung tercurahkan atau alur yang menurut kalian menyebalkan dan kurang uwu.

Makasih banyak sudah menemani mereka dari 2018, akhirnya wisuda juga story ini, guys.

Semoga messagenya diterima dan see you next time! Satu lagi, stay safe stay healthy, ya....

Salam dari Bapak Kyungsoo dan Ibu Jihyun yang tahun ini anaknya udah empat.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro