Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Perfect

Well, I found a girl, beautiful and sweet
Oh, I never knew you were the someone waiting for me

ⓟⓔⓡⓕⓔⓒⓣ

'Baiklah, kalau begitu janji, kita berjuang untuk mewujudkan mimpi masing-masing. Sebelum mimpi itu terwujud tidak boleh ada hubungan diantara kita.'

'Lalu kalau tidak terwujud?'

'Jangan bilang begitu dong! Pesimis sekali..'

'Ups, maaf.'

'We will meet again soon, okay? Haiji.'

'Aku tidak tau artinya loh, Rin.'

ⓟⓔⓡⓕⓔⓒⓣ

'Cause we were just kids when we fell in love
Not knowing what it was


Rinka tak percaya, sekarang ia berada disini, ruang yang diidamkan para wanita,

Ruang rias pengantin.

"Rinka-san, kau sangat cantik! Ia beruntung bisa menikahi gadis sepertimu!!" Hana, sang putri pemilik toko sekaligus sahabatnya memekik senang.

"Hana-chan, kau ini bisa saja." Rinka tersipu.

"Tidak, aku sungguh-sungguh kok! Sebentar ya, Sora-san memanggil, sepertinya soal kue pernikahan."

Hana pun pergi menghampiri gadis yang dimaksud, meninggalkan Rinka sendirian, duduk menghadap cermin.

'seharusnya aku yang merasa beruntung' batinnya kemudian.

ⓟⓔⓡⓕⓔⓒⓣ

Well, I found a woman, stronger than anyone I know
She shares my dreams, I hope that someday I'll share her home


Tok tok.

Suara ketukan di pintu menyadarkan ketiganya.

"Apakah mempelai wanitanya sudah siap?" tanya suara di balik pintu.

Tanpa menjawab, Sora pun membukakan pintu dan mempersilahkan penyelenggara acara memasuki ruangan.

ⓟⓔⓡⓕⓔⓒⓣ

I found a love to carry more than just my secrets
To carry love, to carry children of our own


'Dokter bilang untuk tidak memaksakan dirimu, ingat?'

'Ingat..'

'Dan hal ini hanya aku, kau, dan dokter yang tahu. Kau memintaku untuk merahasiakannya dari Kakeru dan yang lainnya, karena itu kuminta kau untuk hati-hati.'

'Mengerti~'

'Walaupun obat penahan rasa sakit sudah diperbolehkan dalam lomba. Tetap, kau tidak boleh ceroboh.'

'Iya.'

'Jangan memaksakan dirimu, jangan lupa ingat tubuhmu, jangan lupa jaga jarak dengan pelari lain.'

'Aku hanya akan berlari, bukan mengikuti perang, Rin.'

'Hei, terakhir aku meninggalkanmu untuk pulang ke London, kau memaksakan diri dan hampir tidak bisa berjalan karenanya.'

'Tapi sekarang aku sudah merasa baikkan-'

'Tetap saja kan. Dengar, besok aku ada penampilan besar, dan aku tidak ada disana untuk mengasuhmu, untuk melihat perlombaan kalian. Bahkan, mungkin aku tidak akan tiba tepat waktu untuk melihatmu berlari.'

'Sifat cerewetmu itu tidak pernah berubah ya.'

'Ini namanya kepedulian, Kiyose Haiji-san.'

'Iya iya, terima kasih atas perhatiannya, mama Rinka.'

ⓟⓔⓡⓕⓔⓒⓣ

We are still kids but we're so in love
Fighting against all odds
I know we'll be alright this time


Gadis itu tidak membalas, melainkan hanya menatap nelangsa pemuda disebelahnya.

Haiji yang sadar akan tatapan itu ikut menatap, dan,

'Kau ingat, di taman ini, dulu kau pernah terjatuh dari ayunan lalu menangis kencang.'

Rinka yang tersadar kemudian mengucap 'duh' pelan, kepalanya kemudian menengadah, menatap langit malam.

'Kalau ingat hal itu rasanya aku lebih baik pingsan saja daripada harus menangis.'

Haiji tertawa pelan, kepalanya ikut menengadah.

Tanpa mereka sadari, mereka pun mulai larut dalam obrolan santai, membahas semua kejadian dalam hidup mereka, mulai dari yang lampau, kini, hingga rencana esok hari. Tim Haiji, karir Rinka, sekolah mereka, kehidupan masing-masing, bagaimana Rinka saat tidak ada Haiji, dan sebaliknya.

Serta, apa rencana mereka di kemudian hari nanti.

Keduanya saling melepas candaan, bertukar cerita, tertawa lepas.

Dan tawa Rin, seakan menghipnotis dirinya, di lubuk hati yang terdalam ia bertanya, pertanyaan yang sudah ada sejak mereka bertemu kembali, apakah ini saat yang tepat?

Ia rasa begitu.

Tanpa berkata apapun lagi, Haiji berpindah posisi, berlutut di hadapan Rinka yang sedang duduk.

'dengar, waktu kita kecil kau pernah bilang kan? Bahwa tidak boleh ada hubungan diantara kita sampai mimpi kita tercapai, dan kurasa semua sudah tercapai sekarang.'

Rinka yang polos, bukannya diam mendengarkan ia malah membalas.

'Tidak semuanya, mimpimu belum terwujud, Hai-'

'sebentar lagi akan terwujud, aku yakin. Jadi kumohon, dengarlah aku sebentar saja.'

Haiji tak mau kalah, ia memotong kalimat Rinka dan menghela napas panjang.

Jantung Rinka berdegup kencang, meski ia tak tahu apa yang akan Haiji katakan.

'Kalau universitas Kansei menang di perlombaan besok. Kumohon, menikahlah denganku.'

'....hah?'

Tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar, Rinka melongo, menatap Haiji tak percaya. Saking kagetnya, ia bahkan tak sadar bahwa ia sudah berdiri tegap.

Haiji lantas menggenggam kedua tangan Rinka, genggamannya hangat, namun juga bergetar dan terasa basah, akibat gugup yang dirasa.

'Rin, will you marry me?', ulangnya.

Terjadi keheningan sesaat, sebelum Rinka mulai menangis.

Satu, dua tetes air mata mulai turun, salah satu tangannya lepas dari genggaman Haiji, menutupi mulutnya yang mulai mengeluarkan suara sesenggukan.

Masih bergelimang air mata, Rinka mengangguk pelan.

Walau tanpa kata-kata, Haiji pun sudah tahu apa maksudnya. Lantas, ia memeluk erat gadis yang baru saja dilamarnya, menghirup aroma sampo yang dikenakan sang pujaan hati.

'Maaf, itu terlalu tiba-tiba ya?'

'Bodoh, tentu saja.'

ⓟⓔⓡⓕⓔⓒⓣ

Darling, just hold my hand
Be my girl, I'll be your man
I see my future in your eyes


Alunan musik terdengar diseluruh gereja, musik klasik sebelum memulai pemberkatan pernikahan, Haiji berdiri disana, tampak gugup dengan situasinya saat ini. Matanya menyapu seisi gereja, dan disana semua orang yang ia kenal duduk menatapnya. Ayahnya, ibunya, kakak iparnya Rinka, Alice beserta keluarganya, teman-teman Rinka, bahkan seluruh mantan tim larinya dan kolega teater Rinka.

Oh, andaikan saja ada alat pengukur rasa gugup, pasti punyanya sudah mencapai angka tertinggi.

Ya, lebih tinggi ketimbang saat ia melamar pujaan hatinya beberapa bulan lalu.

Little did he know, Rinka yang ada di luar juga sama gugupnya dengan ia.

Gadis itu berulang kali menghela napas, dan menggenggam erat buket bunga yang ia bawa.

"Uh, apa pemberkatannya tidak bisa diundur?"

"Rin, kita sudah bicarakan hal ini sejak pertama kau memasuki ruang rias.."

Keluh Sora.

"Rinka-san, dia menunggumu di dalam, kau pasti bisa."

Tambah Hana menyemangati.

"Kau sudah siap?" tanya Satoshi, menghampiri adiknya.

Yang ditanya hanya tersenyum kaku, ia kemudian membetulkan tudungnya dan mengeratkan pegangannya pada buket bunga.

Setelah menghela napas panjang, ia mengangguk mantap dan menerima uluran tangan yang sedari tadi kakaknya tawarkan.

Melihat mempelai wanita sudah siap, kedua penyelenggara acara itu membukakan pintu gereja untuk mereka.

ⓟⓔⓡⓕⓔⓒⓣ

When I saw you in that dress
Looking so beautiful
I don't deserve this
Darling, you look perfect tonight


Dan alunan musik Treulich Geführt atau yang dikenal sebagai Bridal Chorus mulai dimainkan ketika mempelai wanita dan walinya berjalan di lorong gereja.

Di ujung sana, Haiji berdiri menatap mereka. Atau lebih tepatnya, menatap gadis yang dalam beberapa menit lagi akan menjadi istrinya.

Walau hanya menatap dari balik tudung, jantung Haiji tetap berdegup kencang. Beberapa detik perjalanan Rinka terasa memakan waktu yang begitu lama.

"Jangan biarkan aku jatuh, okay?" bisik Rinka kepada kakaknya.

"Not in a million years." balasnya tersenyum singkat.

Ketika Rinka dan kakaknya sudah berdiri dihadapannya, senyuman Haiji kian melebar.

Namun sebelum Haiji sempat mengambil tangan Rinka dari genggaman kakaknya, sang kakak berbisik pelan di telinga Haiji.

"Jangan sia-siakan ia, jika ada hal buruk terjadi dengannya dan penyebabnya karenamu, aku akan merebutnya kembali.", bisik Satoshi yang lebih terdengar seperti ancaman.

Dengan susah payah, Haiji menelan ludah, ia yakin sesaat calon kakak iparnya itu sempat mengeluarkan aura tidak enak.

"Tenang saja, dia aman bersamaku."

Meskipun takut, ia mampu menjawab dengan mantap.

"Dengan kaki pincangmu itu aku merasa tidak yakin, tapi terserah."

Balas Satoshi sinis.

"Kakak." tegur Rinka.

Satoshi menghembuskan napas kasar sebelum menyerahkan Rinka kepada Haiji. Ia kemudian mundur beberapa langkah untuk menyaksikan proses pemberkatan.

Setelah berada dalam genggaman masing-masing, keduanya kemudian menaiki beberapa anak tangga, menghampiri pendeta.

Dan kini mereka berdiri berdampingan, pendeta pun memulai kegiatannya, tiap menitnya terasa lama, tiap kalimat yang diucapkan seperti sedang mendengarkan pidato dari kepala sekolah.

Sampai pada akhirnya, tiba waktu untuk kedua mempelai mengucap sumpah nikah, kini berdiri berhadapan, keduanya saling menatap mata lawannya.

"Kiyose Haiji, apa kau bersedia menyayangi dan melindungi istrimu melalui suka dan duka, sehat dan sakit, untuk sekarang dan selamanya?", tanya sang pendeta.

"Aku bersedia"

Tanpa sedikit pun keraguan, Haiji menjawab sumpahnya dengan mantap. Ia kemudian mengangkat jari manis Rinka dan menyematkan cincin pernikahannya.

"Kurobane Rinka, apa kau bersedia menyayangi dan melindungi suamimu melalui suka dan duka, sehat dan sakit, untuk sekarang dan selamanya?", tanya sang pendeta, kali ini pada mempelai wanita.

"Aku bersedia."

Jawaban yang Rinka berikan juga tak kalah mantapnya dengan Haiji. Kini giliran Rinka yang mengangkat jari manis Haiji dan menyematkan cincin pernikahannya.

Detik itu, Rinka bersumpah ia sempat melihat kakaknya mengusap air matanya.

"Kini kunyatakan kalian berdua sebagai suami istri, kau boleh mencium pengantin wanita."

Mengangkat tudung yang digunakan Rinka, mereka bertatapan sesaat sebelum Haiji mendekatkan wajahnyabdan mengecup singkat bibir istrinya.

Hanya kecupan singkat, namun itu semua membuat wajah Rinka menjadi semerah stroberi kesukaannya.

Dan dengan itu, seisi gereja bertepuk tangan, siulan dan teriakan 'selamat' terdengar riuh diseluruh penjuru gereja.

ⓟⓔⓡⓕⓔⓒⓣ

I have faith in what I see
Now I know I have met an angel in person
And she looks perfect

Epilog

"Apa kau kelelahan?" bisik Haiji di tengah pesta.

"Sedikit, sepertinya nanti malam aku akan langsung tidur pulas." jawabnya mengangguk mantap.

"Ehhh, tidur? Tidak boleh!" protes Haiji.

"Memangnya kenapa? Kejam sekali kau menyuruh istrimu bangun semalaman." protesnya balik.

Haiji menepuk jidatnya, menghela napas panjang, ia lupa bahwa istrinya ini level tidak pekanya terlalu tinggi.

"Kau lupa atau apa? Malam ini kan malam pengantin kita. Harusnya kau tahu apa yang dilakukan pengantin baru di malam itu kan?", bisiknya ke telinga sang istri.

Butuh waktu satu menit untuk Rinka supaya bisa mengerti apa yang Haiji maksud, dan seketika wajahnya menjadi merah padam.

"Haiji, kau bodoh!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro