hujan di atas daun talas
Ujung jemari kakiku mulai membeku. Di jalanan aspal yang penuh lubang ini entah berapa jauh aku berjalan sendirian. Dalam hati yang terdalam terlalu banyak kicauan keluhan yang tiada habisnya. Begitupun dengan tetes air hujan yang terus saja membasahi semuanya.
Sekolah sudah berakhir dua jam yang lalu. Hampir saja kusesali kecerobohanku menaruh sebuah buku, kalau saja ketemu dari awal aku tidak akan begini. Bisa kubayangkan petugas perpus seperti abang sally, sedikit-sedikit rotan. Aku tidak ingin menjadi seperti jarjit.
Tapi datangnya hujan yang deras secara mendadak juga tidak terlalu buruk. Karena tasku cukup untuk dikantung plastik aku tidak perlu khawatir lagi dengan bukunya. Hal yang lebih tak terduga adalah aku mencuri daun talas milik seseorang di belakang sekolah. Daun talas yang cukup lebar untuk dijadikan payung.
Aku tersenyum miris. Betapa akan sangat banyak keirian kalau aku pulang lebih awal. Melihat teman-teman yang dijemput membuatku sedikit iri ... hanya sedikit. Hal baiknya sekarang aku sendirian melihat jalanan yang cukup sepi. Beberapa pengendara lewat dengan jas hujan yang beragam.
Kutengok kanan kiri hanyalah persawahan yang padinya hampir tak terlihat karena tergenang air terlalu banyak. Langitnya pun berwarna putih, kalau kata orang mendung putih akan membawa hujan lebih lama. Aku sedikit khawatir terjadi banjir, melihat rumah yang agak menjorok lebih rendah dari sekitarnya membuatku ketar-ketir.
Kusadari ketakutan mulai menjalari diriku. Tanpa pikir panjang kubawa kakiku berlari sekencang-kencangnya. Perasaan ganjil yang terus saja menggangguku membuatku tak tenang. Aku sudah tak peduli dengan payung daun talasku yang patah leher.
Samar-samar kudengar bunyi kecipak air, seperti suara langkah kaki yang berlari. Suaranya tak seirama denganku.
Ada yang mengikutiku
Kutambah kecepatan berlari seraya berteriak. "AAAAAAA PERGI PERGIII."
Lantas tiba-tiba lenganku dipegang oleh seseorang, tanganku refleks memukunya bertubi-tubi. Aku tak berani melihatnya karena terlalu takut.
"Berhenti, Kak! Tenang!" sesuatu itu bersuara.
Perlahan kubuka mataku dan aku terkejut. Dia hanyalah seorang bocah SD yang sedang menenteng kantung plastik besar. Tampak familiar.
"Kakak ini bagaimana, sih? Kupanggil daritadi tidak menyahut. Aku hanya ingin mengembalikan ini." Ia menyodorkan kantung plastik itu dan aku tanpa sadar menerimanya. "Sudah ya, Kak. Aku mau pulang dulu," ujarnya. Lantas ia berlari pergi, meninggalkan kecipak air yang membasahi seragamnya.
Aku masih saja termangu. Kubuka sedikit kantung itu dan ternyata isinya adalah tasku. Sepertinya tidak sengaja kubuang saat berlari tadi.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro