Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

9


"Kamu melamun sejak awal berangkat tadi Yana, ada apa?"

"Eh iya Kak, apa? Ada apa?"

Dan Dayana kaget, ia menoleh sekilas lalu menatap jalanan lagi. Abi mengemudikam mobil dengan kecepatan sedang.

"Kan, kamu mikir apa? Jika pernyataan cintaku bikin kamu terganggu nggak usah kamu pikir Yana, cinta kan nggak harus berbalas, aku sudah pernah mengalami bahkan lebih sakit lagi."

Dayana masih saja diam.

"Kamu punya orang yang kamu cinta Yana?"

Lama tak ada sahutan hingga akhirnya ...

"Iya Kak."

Jawaban lirih Dayana membuat Abi mengembuskan napas berat.

"Siapa?"

"Masa lalu tapi aku sulit lupa, dan kayaknya nggak akan pernah lupa, tapi aku akan mencoba berjalan sama Kak Abi, siapa tahu bisa lupa."

"Tapi nyatanya kamu makin tersiksa kan? Matamu sembab, pasti semalaman kamu kurang tidur, mikir pernyataan cintaku, iya kan Yana?"

"Nggak Kak, aku nggak mikir Kak Abi, aku menghabiskan malam yang menyedihkan sekaligus selalu aku inginkan dengan Pandu." Dayana hanya bisa bergumam dalam hati.

Dan mata Dayana memanas, ia merasa jadi orang yang plin plan, di satu sisi ingin lepas dari Pandu tapi di sisi lain ia ingin hidup bahagia dengan laki-laki yang ia cintai.

"Nggak usah nangis Yana, maaf kalo pernyataan cintaku bikin kamu bingung."

Dayana menghapus air matanya, ia benar-benar dilema.

"Yah aku benar-benar bingung Kak, ingin lepas dari jerat masa lalu tapi sulitnya bikin aku susah tidur."

"Sudahlah nggak usah kamu pikir pernyataan cintaku, anggap saja angin lalu biar kamu santai, kalo kamu bisa jalan sama aku ya ok, kalo ternyata kamu nggak bisa lupa sama cowok kamu ya sudah, aku terima dengan lapang dada."

Dan Dayana semakin merasa bersalah pada Abi.

.
.
.

Sementara itu Pandu terlihat enggan saat orang tua Syila, terutama mamanya yang kali ini mengajaknya ke butik mama Pandu agar memilih bahan model untuk pengantin, ia menelepon mama Syila.

"Maaf saya sedang sibuk Tante, saya pasrahkan saja sama Tante dan Syila, mama saya juga tahu selera saya kok."

"Wah ya lebih enak bareng to Nak Pandu."

"Maaf sekali Tante, hari ini jadwal saya padat sekali."

"Oh ya sudah Tante tak bareng Syila saja berdua."

Terdengar suara ketua orang tua Syila. Pandu mengempaskan badannya ke sandaran kursi. Sesil yang baru masuk ke ruangan Pandu hanya bisa geleng kepala.

"Lu mending jujur deh Ndu, daripada banyak korban yang sakit hati gara-gara perbuatan lu, gue kasihan pada Dayana juga sama adek lu, dia laki-laki yang layak bahagia, apa lagi kata lu dia pernah disakiti juga sebelumya masa ini lagi sih."

Pandu menggeleng pelan.

"Lu kan gue ajak ke rumah Syila, kalo lu jadi gue gimana? Papanya Syila kondisinya mengkhawatirkan, nanti dia mati semua nyalahin gue lagi."

"Mending sakit di awal Ndu daripada semakin banyak yang tersakiti saat semua masalah semakin besar, dan lu nggak mikir Dayana bisa hamil kalo lu goyang dia terus."

"Goyang, emang ember bisa digoyang? Perbendaharaan kata ancur lebur lu."

"Gue gak tahu lah pokoknya ya dia anu bolak-balik sama lu, kalo dia hamil gimana?"

"Ya gue nikahin."

"Lalu Syila?"

Pandu diam.

"Gue nggak tahu Sil, gue pusing, gue mau nikahin Dayana dan bawa dia lari dari semua ini."

"Mending gitu, lu bawa dia jauh ke mana, lu cerdas, gue yakin lu gampang dapat kerjaan, bisa kasih dia makan."

"Lalu orang-orang itu, mama, Abi, papa mamanya Syila juga Syila?"

"Biarin aja, kadang kita perlu berlagak gila saat kebahagiaan kita hendak dirampas oleh orang lain."

"Masalahnya ini adek gue Sil, masa iya  gue rebutan cewek sama adek gue?"

"Hmmm, kembar sih jadi samaan seleranya."

.
.
.

Saat Syila berdiskusi dengan Renata tentang bahan dan model baju pengantin yang akan ia kenakan saat ijab kabul dan pesta pernikahan, mata Syila menangkap kelebat tubuh Dayana. Ia pamit sebentar pada Renata dan mamanya lalu bergegas menuju Dayana.

"Hei, kamu, iya kamu."

Dayana yang sedang berjalan tergesa jadi menghentikan langkahnya. Ia diam saja saat Syila berjalan mendekat ke arahnya. Lalu saat dekat ia tatap Dayana dari atas ke bawah.

"Aku nggak nganggap kamu saingan aku karena aku tahu kita berbeda jauh, kamu bukan kelas aku sih hanya jangan coba-coba mencuri milikku, entah mengapa sejak awal aku merasa jika kamu ...."

"Maaf, saya juga tak mengenal Anda dan tak ingin Anda menilai saya, jika Anda takut saya mengambil milik Anda maka pertahankan apa yang Anda miliki, kita memang beda strata tapi setidaknya saya punya kekasih yang sangat mencintai saya dan sangat takut kehilangan saya, mari kita buktikan siapa diantara kita yang bisa menunjukkan laki-laki yang menggenggam erat tangan kita."

Dayana berbalik dan meninggalkan Syila yang masih berteriak memanggilnya.

Renata mendatangi Syila, ia menatap calon menantunya yang terlihat masih menahan marah.

"Kamu marah pada siapa? Setahu Tante di sini nggak ada yang kamu kenal."

"Anak angkat Tante, saya tetap penasaran sama dia, perasaan saya selalu tak enak sama dia."

"Kamu jangan selalu berprasangka pada dia, dia anak baik, kamu akan sakit sendiri saat selalu berpikir hal negatif, satu hal yang perlu kamu pikirkan bagaimana caranya agar Pandu bisa rileks menghadapi detik-detik akan menikah denganmu, Tante melihat dia kayak orang stres, Tante sampe bilang ke dia, siap apa nggak nikah? Kalo nggak siap ya nggak usah, digagalkan saja."

Dan wajah Syila semakin terlihat gusar.

"Tante ngga setuju kami nikah?"

"Bukan begitu, jika sekiranya dia kayak tertekan kan lebih baik dipikir ulang, kalian sudah lama pendekatan dan bahkan bertunangan harusnya kan bisa sangar dekat, ini malah Tante tak pernah melihat kalian mesra."

"Dia yang tak berusaha Tante, saya sering mencoba tapi dia malah mengusir saya saat saya mencoba bersikap mesra dengan duduk di pangkuannya."

"Mungkin waktunya nggak tepat, di mana itu? Apa saat kalian di apartemen berdua?"

"Nggak, di kantornya."

"Ya bener lah dia sibuk kamu malah gangguin, lalu di apartemen kalian ngapain aja?"

"Dia sibuk nelepon terus sama temannya yang cewek tapi kayak cowok itu, ya kami nggak ngapa-ngapain di apartemen Tante."

Tiba-tiba saja mama Syila hadir diantara mereka.

"Intinya gini Jeng Renata, pernikahan ini nggak mungkinlah nggak terlaksana karena kadung menyebar di mana-mana kalo nggak terlaksana maka kami pihak perempuan yang malu, semua sudah siap, undangan sebentar lagi disebar, baju pengantin sudah akan siap, hotel mewah sudah siap pula, catering sudah kami bayar lunas, jadi jangan lagi mundur saat semua persiapan sudah 90%."

🥀🥀🥀

7 Juli 2022 (04.09)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro