6
"Kamu sudah sehat Yana?"
Abi kembali mengantarkan Dayana, hanya kali ini ke butik baru yang rencananya hari ini akan dibuka oleh Renata, pagi-pagi sekali mereka berangkat karena Yana dan beberapa karyawan yang lain harus memastikan semuanya telah siap saat acara dimulai.
"Iya lumayan Kak, paling nggak sudah nggak pusing."
"Betul kan apa aku bilang, nggak usah diforsir, kerja semampu kekuatan tubuh kamu, kamu yang bisa ngukur mampu apa nggak, ini sudah aku siapkan makanan kecil buat kamu, takut kamu sibuk jadi bawa ya buat bekal."
Dan mata Dayana memanas, ia merasa tak layak mendapatkan kebaikan dari orang sesabar Abi.
"Nggak usah repot-repot Kak."
"Ini oleh-oleh dari aku buat kamu, kan aku ke luar kota kemarin, makan ya jangan sampe nggak, masa nggak kasihan, aku bawa jauh-jauh."
"Iya Kak, makasih."
"Sama-sama, eeemm kalo ada waktu kapan-kapan sebisa kamu aja, kita jalan-jalan ya Yana."
"Iya Kak, akan aku usahakan."
"Sekali lagi sebisa kamu, nggak usah dipaksain kalo nggak bisa juga nggak papa."
"Pasti aku carikan waktu, kalo misal nanti malam bisa ya nanti malam."
"Ok aku tunggu ya kabar dari kamu."
"Nanti aku hubungi Kakak, eh iya aku belum punya nomor hp Kakak."
"Ntar kita tukeran ya?"
.
.
.
Acara pembukaan butik baru Renata berjalan lancar dihadiri oleh para pecinta mode dan beberapa pelanggan Renata yang terbiasa berbelanja di butiknya, tak lupa Syila juga terlihat hadir dan matanya terlihat nyalang saat melihat wanita muda cantik yang selalu mengekor di belakang Renata, sering berbicara dan tampak gesit saat Renata memberi kode padanya.
"Aku benar-benar penasaran, siapa wanita ini, hatiku selalu tak nyaman tiap kali melihat dia."
"Syilaaa, Syila Sayang sini."
Renata melambaikan tangannya pada Syila yang duduk diantara para tamu, ia segera bangkit dan menemui calon mertuanya lalu duduk di berdampingan.
"Sama siapa?"
"Sendiri Tante, tadi maunya bareng Pandu tapi dia sibuk terus beberapa hari ini."
"Iyaaa dia sibuk karena perusahaannya sedang ada proyek besar kamu jangan merasa diabaikan ya Sayang."
"Nggak papa Tante, saya juga sibuk sih."
"Eh iya Syila ini kenalkan anak Tante."
Saat Dayana sedang lewat di dekat Syila dan Renata terhenti langkahnya karena tangan Renata meraih lengan Dayana.
"Anak? Bukankah setahu saya hanya ada dua anak Tante?" Kening Syila berkerut, ia mengabaikan tangan Dayana yang terulur maju hingga dengan wajah gugup Dayana menarik lagi tangannya dan hal ini cukup membuat Renata tak nyaman, ia merasa tersinggung dengan sikap Syila yang tak menganggap Dayana ada.
"Iya, ini anak angkat Tante yang juga tinggal di rumah, dia akan jadi istri Abimanyu, dan akan mewarisi kemapanan kami juga, jadi akurlah kau padanya karena ia akan jadi iparmu."
"Oh pernah kerja di cafe kan ya?" Lagi-lagi mata Syila memicing meremehkan Dayana.
"Tidak dia hanya kerja di butikku! Dayana Sayang silakan kau lanjutkan pekerjaanmu, butik ini juga akan jadi milikmu nantinya."
"Iya Ibu." Dayana segera menyingkir, ia tahu jika situasi menjadi tak nyaman.
"Tante harusnya jangan mudah percaya, tiba-tiba saja mengangkat anak, siapa dia? Bagaimana masa lalunya? Bagaimana keluarganya? Itu harusnya diselidiki, jangan dikemudian hari justru jadi penyakit di keluarga Tante."
Renata menatap wanita cantik yang entah mengapa ia baru sadar jika ada sisi lain dari Syila yang membuat dirinya jadi kurang simpati pada calon menantunya ini.
"Aku sudah lama merasakan asam garam kehidupan jadi jangan ajari aku untuk hal seperti itu."
"Eh iya maaf Tante, saya hanya khawatir saja, maaf sebelumnya ini pesan mama dan papa Tante, kapan Pandu siap menikahi saya, karena papa ingin segera istirahat dan menyerahkan perusahaan papa agar dikendalikan oleh Pandu."
"Kamu bicarakan dengan Pandu enaknya kapan."
"Nggak akan kepastian kalo sama Pandu Tante, nanti malam mama papa akan ke rumah Tante maaf kalo dadakan, saya sama mama papa dan Tante cukup sama Pandu aja nggak usah ada yang lain."
"Bisa bicara lebih halus kan? Aku calon ibu mertuamu!"
"Maaf Tante." Dan suara Syila merendah seketika.
.
.
.
"Mama kok nggak bilang kalo mereka akan ke sini dan nodong bulan depan kami akan dinikahkan."
"Maaf Sayang mama lupa, tadi pagi Syila juga mendadak bilang dan saat sibuk mama lupa nggak nelepon kamu, tadi kenapa juga kamu nggak nolak?"
"Aku masih punya hati Ma, mereka pihak wanita tapi duluan ke sini dengan alasan papanya yang akan segera ke Singapura untuk operasi jantung, tadi juga Om Teddy dipapah gitu langsung nodong tanggal dan semuanya sudah siap, aku merasa ditodong Ma, apa lagi besok aku disuruh menemui Om Teddy di rumahnya akan berbicara serah terima jabatan dari beliau ke aku aaargggghhh aku nggak ingin ini Ma."
Pandu meremas rambutnya dengan keras.
"Kamu bisa menolak Sayang."
"Bisa sih dengan mengorbankan nyawa Om Teddy."
"Jadi jalani saja, anggap ini sudah takdirmu!"
Renata dan Pandu menoleh saat melihat Abi dan Dayana berjalan masuk beriringan.
"Maaf terlambat pulang Ma, aku ngajak Yana makan di tempat biasanya aku makan sama teman-teman lalu ke mall sebentar jalan-jalan."
Renata tersenyum lebar, ia merasa bahwa pilihannya kali ini sangat tepat, paling tidak menghilangkan kegundahannya karena masalah Pandu dan Syila.
"Nggak papa masih jam sepuluh juga Abi, udah sana istirahat Yana, Abi."
Dayana hanya mengangguk dan menunduk saat ia merasakan tatapan menakutkan Pandu padanya.
"Ada apa kok Kak Pandu jadi tegang tuh wajahnya?" Abi menatap Pandu yang masih menatap Dayana dengan tatapan marah.
"Bulan depan dia nikah Abi, tadi ada orang tua Syila ke sini dan semuanya sudah siap."
"Selamat Kak, aku ikut bahagia."
"Ah udah yuk masuk kamar aja." Dan Pandu mengalihkan pembicaraan sambil memeluk bahu adiknya sedang Dayana ditarik duduk oleh Renata.
"Tadi ke mana aja?" Wajah Renata benar-benar bahagia sementara Dayana terlihat gugup.
"Makam malam Ibu, lalu jalan-jalan ke mall, saya dibelikan ini, saya sudah nolak tapi Kak Abi maksa dan saya jadi nggak enak untuk nolak."
Dayana memegang kalung yang kini melingkar indah di lehernya.
"Aaah cantiknya, nggak papa, kalung inisial namamu, D, Dayana, pakai terus ya Yana, kasihan Abi yang sudah memilih untuk kamu."
Dayana hanya mengangguk pelan.
.
.
.
"Kamu kayak bahagia banget Bi?"
Pandu menatap wajah adiknya saat mereka akan masuk ke dalam kamar masing-masing.
"Iyalah Kak, setelah bertahun-tahun aku mati rasa baru kali ini aku merasakan hidup normal lagi Kak, aku merasa mulai ada getaran lain sama Yana, kayaknya aku jatuh cinta sama dia Kak."
Dan jantung Pandu terasa diremas.
💔💔💔
5 Juli 2022 (13.02)
Double up 💗
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro