Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

24th Day


Menyerah untuk tahu dan bertumpu pada sebuah kata "kebetulan" tidak jarang membuat kita abai terhadap hal-hal yang sengaja dicipta untuk menjadi alasan.

📷📷📷

Entah hanya perasaan Adis atau memang suasana hati Jati berubah drastis. Meski pembawaan pria itu selalu tenang dan terkesan kaku, tetapi kali ini ada yang terasa berbeda. Adis merasa banyak kegelisahan yang ditanggung pria di sebelahnya, hingga gadis itu enggan membuka suara.

Kini, mereka sudah berada di dalam mobil, dengan pakaian yang telah berganti. Untungnya, mereka memang membawa pakaian cadangan. Meski tadi harus berjalan jauh menuju tempat terparkirnya mobil dengan seluruh tubuh lembab, karena kain-kain yang hendak dipakai ditinggal di mobil.

Seperti kegiatan yang sudah beberapa kali dilakukan sejak memasuki mobil, Adis kembali melirik ke arah Jati. Dia berhasil menangkap wajah pria itu yang tengah menatap jalanan lurus-lurus. Pemandangan yang sama sejak empat puluh menit Jati memegang roda kemudi.

Selain karena tidak tahan dengan keheningan, sekarang Adis memiliki satu lagi alasan untuk berbicara. Perutnya lapar. Sesi makan di pantai tadi sama sekali tidak bisa dinikmati karena yang dilakukan Jati hanya menatap lurus ke lautan, menggigit sandwich tanpa minat, dan menikmati semilir angin dan terik matahari yang menguapkan basah yang tersisa. Tentu saja, Adis jadi tidak berselera.

Namun, kini dia menyesal sendiri sudah mengabaikan berbagai sajian. Adis lapar, dan mengatakannya kepada Jati di saat pria itu terlihat tidak ingin diajak bicara merupakan kombinasi yang sukses membuatnya merutuk berkali-kali.

Detik ini, entah harus bersyukur atau semakin merutuk ketika suara rusuh dari perutnya menguar begitu saja, mewakili rasa lapar yang terus melilit. Refleks, kedua tangannya memeluk perut, sedang matanya melirik penuh waspada ke arah Jati. Pria yang sedari tadi tidak menunjukkan tanda-tanda pegal sebab selalu menyorot ke depan, sekarang ini justru menatap Adis, membuat kedua mata itu bertubrukan.

Dua pasang netra itu belum saling teralih, ketika bunyi menggelikan yang serupa kembali terdengar. Adis pun tidak tahan untuk tidak meringis, sedang di hadapannya Jati masih menyorot dengan binary datar.

Seperti déjà vu. Namun, kini Adis bukanlah pihak yang bisa dengan enteng mengumbar tawa. Gadis itu justru mencengir dan sangat ingin mengubur diri ke bumi. Apalagi ... oh, tatapan datar Jati sungguh membuatnya salah tingkah.

"Hehe. Laper, Kak," ujarnya yang membuat Jati mengalihkan wajah ke depan.

Di tempatnya, Adis menunduk dan merapatkan mata. Bersyukur apanya? Suara perut itu justru membuat keadaan semakin canggung saja.

Tidak berselang lama, pejaman mata pun terbuka saat menyadari kendaraan yang ditumpangi berhenti. Adis mengangkat wajah, menatap ke depan dan mendapati sebuah ruko yang tidak beroperasi. Mencari penjelasan, dia menatap Jati yang baru selesai mematikan mesin.

"Kok berhenti?"

Jati menoleh dijatuhi pertanyaan seperti itu, mendapati Adis yang menatapnya penuh rasa ingin tahu. "Lapar, kan?"

Anggukan ragu Adis menyambut tanya itu. Apa hubungannya dengan lapar? Tidak ada penjual makanan di sini, batinnya tidak memiliki ide.

"Mau ikut turun atau di sini saja?"

"Hah?"

"Ambil bekal di bagasi, Adisa. Mau ambil sendiri atau saya saja?"

Tanpa sadar, Adis membulatkan mulut. Baru mengerti apa yang dimaksud Jati. Namun, responsnya itu membuat pria di hadapannya mengangkat alis. Ah, benar. Gerakan Adis tidak menjawab apa pun.

Menyadari hal tersebut, cengiran tipis kembali terukir di wajah Adis, sebelum gadis itu melontarkan kalimat. "Drive thru aja boleh, Kak? Pengin burger."

Lama, tidak ada jawaban dari Jati. Sebelum akhirnya pria itu kembali mendaratkan tangan di roda kemudi, lalu terdengar deruman halus.

"Oke."

Perlahan, Adis menarik rutukannya, sebab berkat suara menggelikan dari perutnya itu, dia bisa mendengar suara Jati. Yah, meski setelah kata "oke", tidak ada lagi yang terdengar. Namun, baginya sudah cukup.

Gadis itu menepuk perutnya singkat, sambil tersenyum selayaknya ibu hamil yang berdialog dengan janinnya. Kemudian sibuk dengan kamera, memperhatikan gambar-gambar yang tertangkap di sana. Sebagian besar foto Pantai Ngrawah, hingga matanya sampai pada tubuh Jati yang berjalan membelakangi. Ah, itu saat Jati menaruh tas berisi kamera analog di dalamnya ke tepi pantai, tepat saat pemotretan baru akan dimulai.

Semakin lama menggeser, senyum Adis semakin terkembang saat menemui foto-foto candid Jati lainnya. Hingga dia tidak sadar bahwa mereka sudah tiba di depan outlet pemesanan sebuah restoran fast food ternama.

"Mau yang paket?" samar, suara penjaga outlet terdengar.

"Boleh."

Adis tersenyum. Mulai membayangkan setangkup cheese burger teraup dengan nikmat.

"Coke-nya yang satu diganti fruit tea, ya."

Ungkapan dari Jati itu membuat Adis cepat-cepat memfokuskan mata ke arah Jati, sementara yang ditatap menyimak perkataan penjaga outlet yang sedang mengonfirmasi pesanan. Mata gadis itu melebar, menyadari sesuatu yang salah. Tidak menunggu waktu lama, dia menepuk pundak Jati.

"Kak, aku juga ganti fruit tea."

Jati menatapnya datar, lalu bergerak menjalankan mobil karena antrean memanjang di belakang. Mendapati perkataannya tidak bersahut, Adis kembali bersuara, bahkan nada putus asa melekat di sana. "Aku nggak bisa minum coke, Kak. Gimana, dong? Udah telanjur, nggak bisa diganti lagi, ya?"

"Ya sudah, coke-nya buat saya."

Adis melotot menanggapi perkataan santai Jati, yang kini sudah menghentikan mobil di depan outlet untuk mengambil pesanan, tetapi wajahnya tetap lurus ke depan.

"Tapi kan itu punya Kakak. Pasti Kakak juga nggak suka coke," ujar Adis kesal, sambil mencebikkan bibir "Ih, lagian kok nggak bilang dulu, sih, aku mau ganti atau enggak? Kakak mah, nyebelin."

Adis menyandarkan tubuhnya kesal. Minuman bersoda sama sekali tidak bersahabat dengan tubuhnya. Mulai dari lidah yang merasa aneh dengan sensasi krenyes-krenyes-nya, juga rasa mual dan pusing yang menyusul kemudian.

"Lupa," ujar Jati setelah beberapa lama ruang di antara mereka hanya terisi kesunyian.

Adis menoleh, mendapi lelaki itu sedang menatap ponsel. Menghela napas, Adis mulai berpasrah. Ya sudahlah. Masih ada air putih yang bisa dia minum.

Tidak berselang lama, Jati mengulurkan tangan ke luar jendela untuk menerima pesanan mereka, lalu menyerahkannya kepada Adis karena mobil harus segera dijalankan.

Sementara Jati mencari tempat untuk menepikan mobil, Adis sibuk mengeluarkan cheese burger juga french fries. Matanya berubah sendu dengan bibir dicebikkan ketika melihat sebotol fruit tea di sana.

"Ini punya Kakak. Oh iya. Mau lihat struknya, dong, Kak. Harganya naik, nggak? Biasanya, sih empat puluh ribu," cerocos Adis sambil menyerahkan makanan Jati yang langsung disambut pria itu, setelah mobil berhenti.

Namun, alih-alih menyerahkan struk, Jati justru mengulurkan botol fruit tea, membuat Adis kebingungan.

"Eh?"

"Buat kamu," kata Jati sambil semakin mendekatkan benda itu.

Adis membagi tatap antara Jati dan minuman itu. "Nggak, nggak. Itu kan punya Kakak. Air putih masih ada, kok."

"Saya nggak suka," ucap Jati lagi. Kini, sambil meletakkan benda di tangannya ke pangkuan Adis, kemudian fokus pada paper bag di pangkuannya sendiri.

"Terus kenapa dibeli?"

Satu kalimat tanya. Hanya satu dan seketika itu Adis menangkap gerakan Jati langsung terhenti.

"Sudah, makan." Dua kata itu keluar dari mulut Jati setelah sebuah dehaman.

Satu kalimat tanya, dan sampai akhir tetap tidak bersambut hingga mereka berpisah di depan gedung indekos Adis. Sebuah tanya yang mulai beranak pinak di kepala Adis, seiring kesadaran yang menepuknya.

Minuman itu memang untukku? Bagaimana dia tahu apa yang aku suka? Aku ... juga nggak nyebutin soal cheese burger. Dari mana Kak Jati tahu menu itu yang kumau?

Berulang kali sebuah kata kebetulan bersarang di kepala Adis. Namun, berulang kali pula sangkalan terus timbul. Pria itu menyimpan banyak hal yang pantas dicurigai alih-alih dipercayai dengan sebuah kebetulan. Kebaikannya selama ini, ujaran di pantai, cheese burger dan fruit tea, juga ... satu hal lagi yang harus dia konfirmasi.

First Publish: February 10th 2021.
Revision: February 28th, 2024.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro