Prolog
Namaku Tian. Anggap saja seperti itu. Aku tak suka nama panjangku. Andai bisa memilih, aku akan katakan pada kedua orang tuaku, nama apa yang kuinginkan. Sayangnya, saat terlahir dulu, tak mungkin seorang bayi mampu menamai dirinya sendiri. Seperti itulah yang kualami.
Orang tua hanya bisa menentukan berdasarkan apa yang mereka suka dan inginkan. Nama bisa berarti doa dan harapan bagi anak-anaknya kelak. Seperti itulah yang juga terjadi padaku. Tapi namaku, apa yang bisa kuharapkan. Mereka tak pernah cerita padaku. Apa arti namaku. Yang kutahu, aku terlahir saat kegelapan menyertai.
Hujan disertai petir. Gelap dan kelam. Sore yang benar-benar kelabu. Aliran listrik terputus. Angin kencang menerpa dan menerjang segalanya. Pohon tumbang. Sampah-sampah berterbangan. Badai seolah tak mau berlalu.
Namun aku tak pernah membenci kegelapan. Aku justru suka warna-warna gelap. Terutama hitam. Meski aku terlahir di saat kegelapan melanda. Kegelapan yang juga merenggut segalanya dariku. Termasuk orang tuaku.
Perjuangan panjang itu bermula saat badai tak kunjung berakhir. Angin yang terlalu kencang. Petir yang menyambar-nyambar. Hujan yang terlalu deras. Sementara ibu sudah mulai mulas-mulas. Tak mungkin terus menunggu badai reda. Ayah nekad membawa ibu ke rumah sakit bersalin.
Perjalanan yang seharusnya sekejap saja, terasa lama karena sulit mengendalikan mobil. Ayah berjuang sekuat tenaga menghindar dari sampah-sampah yang menghalangi jalan. Papan-papan reklame yang tumbang. Berbalik arah karena jalan tertutup batang pohon yang tumbang. Kondisi jalan yang gelap dan penglihatan yang samar akibat air hujan yang mengguyur deras. Dan kemacetan yang tak bisa dihindari di beberapa titik.
Perjuangan menuju rumah sakit belum berakhir. Tapi perjalanan seolah berakhir. Kecelakaan terjadi. Tiba-tiba dahan pohon tumbang saat kendaraan melaju agak cepat. Ayah berusaha menghindar. Naas bagi mereka, kendaraan lain yang juga sedang melaju beriringan juga menghindar. Sama-sama terkejut. Keduanya bertabrakan. Kejadian begitu cepat hingga segalanya tak lagi bisa dihindari.
Pertolongan tidak tiba begitu saja. Badai hampir reda, saat mereka tiba di rumah sakit. Kondisi kritis bagi penumpang naas kecelakaan tersebut. Termasuk kedua orang tuaku. Aku tak tahu bagaimana kondisi mereka. Karena nyawaku pun sedang diperjuangkan.
Kondisi ibu yang tidak memungkinkan lagi untuk melahirkan secara normal. Juga air ketuban yang nyaris kering. Dokter memutuskan menolong ibu dengan operasi. Aku tahu, ibu pasti pasrah saat itu. Hanya berharap yang terbaik untukku. Ayah.. aku tak tahu di mana.
Saat aku akhirnya terlahir dengan penuh pengorbanan. Dan kondisi ibu yang terlalu lemah. Bahkan semakin melemah. Dokter dan suster yang sudah memandikanku, mempertemukanku pada ibu kandungku, saat itulah namaku diberikan. Jika aku sudah mengerti, mungkin momen itu menjadi kenangan yang sangat menyedihkan. Sayangnya, aku hanyalah seorang bayi yang baru dilahirkan dan tak tahu harus berbuat apa.
Kata-kata terakhir ibuku yang terucap lirih yang didengar oleh para dokter dan perawat itulah yang mereka gunakan sebagai namaku. Mereka menganggap itulah permintaan terakhir ibuku yang harus dilaksanakan.
"Nama...," ucap ibu lirih saat bayinya di dekatkan.
Kurasa saat itu para dokter tahu bagaimana kondisi ibu. Juga kondisi ayah. Mereka memang sedang mempersiapkan operasi lain untuk ibu. Demi menyelamatkan nyawanya yang juga kritis.
Mereka sudah menyelamatkan satu nyawa. Aku. Mereka masih memperjuangkan nyawa ayah yang aku sendiri tak tahu bagaimana.
"Pen.. nan.. nti.. an..," ucap ibu perlahan. Nyaris seperti bisikan. Para perawat menyimak dengan seksama. "Pa.. anja.. aang."
Seiring lafal terakhir, seiring itu pula napasnya terhenti. Detak jantung berhenti. Tangannya terkulai lemas dari sentuhan bayinya. Matanya menutup.
Gerak cepat dan cekatan para dokter dan suster segera terlihat. Menjauhkanku dari ibu. Alat kejut jantung di pasang. Aba-aba terdengar. Semua bersiaga di posisinya masing-masing. Pertolongan pertama dilakukan.
Sayang, nyawa ibu tak tertolong lagi. Napasnya berhenti berembus saat melafalkan kata-kata terakhirnya. Kata-kata yang diyakini petugas paramedis yang sedang bertugas saat itu sebagai nama pilihan ibu untukku. Penantian Panjang.
***
Catatan Penulis
Saat publish cerita jumlah katanya 611, itu yang tercantum di wattpad HP (612 itu karena ada revisi typo)
Tapi ternyata saat dicopy paste ke word, angka yang tertera 597
Yang sudah ke submit, 611 kata...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro