Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 3

Satu per satu para karyawan kembali ke mejanya. Wajah-wajah ceria kembali menghiasi perjalanan kerja hari ini. Wajah-wajah ceria yang hanya akan muncul ketika jam masuk kerja, setelah jam istirahat, dan jam pulang kerja. Namun tidak buatku saat ini. Aku masih penasaran dengan siapa pengirim paket-paket hitam itu.

Aku melirik lagi ke arah vas bunga hitam di dekatku. Siapa orangnya, yang begitu mengerti apa kesukaanku. Hitam. Ya, warna hitam. Bunga mawar hitam yang kuterima hari ini. Lalu minggu sebelumnya, vas bunga hitam yang kini kugunakan untuk meletakkan dua tangkai mawar hitam di mejaku.

Sebuah kotak terbungkus kertas pembungkus berwarna hitam dengan pita berkilau yang juga berwarna hitam, terduduk dengan manisnya di mejaku pagi itu. Pagi itu, tepat seminggu yang lalu. Lenna yang memberi tahu padaku saat aku lewat di sebelah mejanya.

"Ada paket di mejamu tuh," tunjuk Lenna.

Aku melirik mejaku, lalu mendapati paket itu di sana menungguku. "Makasih," kataku sambil menepuk lengan Lenna. "Siapa yang taruh di sana?"

Lenna mencibir. "Sudah ada di sana pas aku datang. Coba tanya yang lain," usulnya padaku.

"Ya," kataku seraya meninggalkan Lenna.

Apa lagi itu, batinku bertanya-tanya. Aku tidak sedang berulang tahun. Kenapa masih ada kado yang kuterima, pikirku saat itu. Dan ketika itu, aku tidak pernah berpikir akan menerima kado lainnya.

"Sen," kupanggil Seny yang meja kerjanya paling dekat denganku.

Seny menoleh. "Apa?"

"Lihat nggak siapa yang taruh ini di sini?" Kutunjuk kotak hitam di atas meja kerjaku.

Seny menggeleng. "Aku datang, sudah ada itu di sana."

Kutarik kursiku lalu aku duduk. "Dari siapa kira-kira, ya?" Kuletakkan tas tanganku di laci meja.

"Coba tanya satpam, mungkin mereka tahu," saran Seny. "Mereka kan yang biasanya ngantar surat-surat dan paket."

Aku mengangguk. Lantas tersenyum pada Seny. "Iya," jawabku singkat. Kuacungkan jempolku ke arah Seny. Ganti Seny yang tersenyum padaku.

Kuraih kotak hitam itu, lalu kutarik ikatan pitanya. Kubuka kertas pembungkusnya. Dan.. "Wow! Vas bunga hitam," kataku ketika itu. Aku terpana dengan motif merahnya. Sangat cantik menurutku. Bahkan boleh kusebut anggun. Juga mewah. Terserah apa kata orang, tapi aku benar-benar mengaguminya.

"Apa isinya?" tanya Seny yang melihatku terpana. Diam tak berkedip namun wajah terlihat terkagum-kagum.

Aku seolah tersadarkan dari lamunan tak bertepi. Mengeluarkan vas bunga itu dan menunjukkannya pada Seny. "Lihat! Cantik, ya?" pamerku padanya.

Mungkin selera kami berbeda. Aku yakin Seny tidak sependapat denganku. Namun dengan cepat dia mengangguk. Dan tersenyum singkat. Lalu kembali fokus pada pekerjaannya.

Aku pun tidak ingin mengganggu pekerjaan orang lain. Sama sepertiku yang juga tidak mau diganggu saat sedang dikejar target oleh si bos. Kumasukkan kembali vas bunga tadi ke dalam kotak hitamnya. Kuikat lagi dengan pita hitam berkilaunya dan kumasukkan ke dalam laci atas mejaku. Saat itu, aku tidak tahu harus memajangnya di mana. Jadi, lebih baik aku menyimpannya rapat-rapat dalam laci yang terkunci. Siapa tahu, vas bunga itu akan berguna suatu masa kelak. Itu pikiranku waktu itu. Tak tahu kalu sekarang, vas hitam itu menjadi wadah bagi dua tangkai mawar hitam yang kuterima.

Saat istirahat makan siang, aku mampir sebentar ke pos keamanan. Aku bertanya pada pak satpam yang sedang bertugas jaga di sana. "Pak, tadi pagi ada paket buatku. Bapak tahu siapa yang antar? Atau bapak tahu dari siapa paketnya?"

"Oh, paket hitam itu, ya?" tebak pak satpam menduga-duga.

"Betul, Pak. Bapak tahu siapa pengirimnya?" tanyaku penuh antusias. Berharap kalau si bapak mengetahui jawabannya.

"Tidak tahu, Mbak. Tadi yang terima Pak Aldi. Yang antar ke atas juga Pak Aldi. Saya kebetulan cuma lihat waktu Pak Aldi antar paketnya ke atas." Tidak ada raut kebohongan di wajahnya. Yang terlihat hanya kejujuran dalam sorot matanya di sana.

"Terus Pak Aldinya sekarang di mana, Pak?" Aku menoleh ke kiri dan ke kanan mencari sosok Pak Aldi.

"Lagi istirahat, gantian kami, Mbak."

"Oh...." Aku mengangguk-anggukkan kepala. "Kapan kira-kira kembalinya, Pak?" tanyaku penasaran.

"Mungkin sebentar lagi." Dilirik jam tangan rantai di tangan kirinya.

Aku kembali mengangguk-angguk. "Ya, sudah. Aku istirahat dulu. Permisi, Pak."

"Ya, Mbak," jawabnya ramah.

Selesai makan siang, aku kembali ke pos keamanan mencari Pak Aldi. Rupanya Pak Aldi sudah ada di sana. Melihatku datang, dia langsung tersenyum.

"Mbak Tian, ya?" tanya Pak Aldi ramah menyambutku.

"Iya, Pak. Mau nanya," ujarku langsung.

"Iya, Mbak. Tadi Koko bilang, Mbak Tian nanya-nanya tentang paket."

"Bapak tahu siapa pengirimnya?" tanyaku penasaran.

"Tidak, Mbak. Anak muda tadi yang antar. Mungkin kurir atau orang suruhan. Bukan dari pengiriman paket. Dia juga nggak sebut dari siapa. Katanya, Nona Tian pasti tahu. Jadi, saya nggak tanya-tanya lagi."

"Laki-laki atau perempuan?"

"Laki-laki, masih muda, kira-kira seumur Mbak Tian gitu," kata Pak Aldi sambil mengingat-ingat.

"Apa dia memakai seragam?"

"Tidak, Mbak. Pakaian bebas. Tak ada tanda pengenal, nama atau identitas di bajunya."

Aku manggut-manggut. "Jadi, nggak ada petunjuk sama sekali, ya."

"Mbak nggak tahu siapa yang kirim?" Pak Aldi tampak penasaran.

"Iya, nggak ada kartunya. Tulisan sepatah pun nggak ada."

"Si mbaknya punya pengagum...," goda Pak Ali seraya tersenyum.

Aku ikut tersenyum. "Bisa aja, Bapak. Ya, sudah, aku permisi dulu. Mau kembali ke atas."

"Ya, silakan, Mbak."

Aku kembali ke mejaku. Pandangan menatap komputer, namun pikiran melayang entah kemana. Aku teramat penasaran. Siapa yang kirim paket itu. Apa maksud dan tujuannya. Begitu banyak pertanyaan yang melintas ketika itu, namun tak ada yang bisa menjawabnya. Haruskah aku pasrah?

**

Catatan Penulis

Saat publish cerita jumlah katanya 878, itu yang tercantum di wattpad HP
Di wattpad komputer 786 kata
Tapi di word, angka yang tertera 858
Yang kusubmit, 858 kata...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro