8. KISAH KELAM MASA LALU (PART 2)
Lagi-lagi aku mengalami perpindahan lokasi.
Aku berdiri disebuah bangunan besar beragaya belanda. Tak jauh berbeda dengan yang ada di desa, di sana suasana ramai nan mencekam telah berlangsung.
Terdengar suara tembakan saling berdesing membalas, bahkan suara yang tak asing yang pernah kudengar sebelumnya. Suara orang yang seolah menebas pohon pisang secara berulang-ulang.
Lagi kusaksikan pemandangan mengerikan. Namun orang-orang ini saling balas tebas-menebas, bunuh-membunuh tanpa ampun. Mereka bertikai. Tak bisa kubedakan lagi mana orang baik dan jahatnya. Kedua kubu saling beringas berseteru.
Ada hal-hal aneh yang kulihat. Beberapa diantara mereka tak mudah mati. Ada yang sudah ditebas berulang kali, namun tak luka sedikitpun. Hanya oleng atau terjatuh saja.
Beberapa orang tampak berulang kali menebas tubuh seorang pria tambun dengan kelewang, dibantu dengan temannya yang memegang parang berukuran besar, namun tak juga mempan.
Pria bertubuh tambun itu masih kuat bahkan membalas perlawanan dengan cukup imbang meski sudah dikeroyok dan ditebas sana-sini.
Tiba-tiba ia berhasil mencengkeram leher salah satunya, mencekik, lalu memutar kepala seorang pemuda jangkung hingga patah.
Hal itu membuat rekan-rekan sang pemuda jangkung murka dan kembali menyerangnya bertubi-tubi. Entah bagaimana, salah satu rekannya datang membawa sebuah tongkat rotan, dipukulnya si pria tambun hingga terjatuh.
Senjata tajam tak mampu menembusnya, namun sebuah tongkat rotan berhasil melumpuhkannya. Tak beberapa lama, kekuatan kebal pria bertubuh tambun itu menghilang.
Para pemuda itu akhirnya berhasil menebas dan melukai kulit bahkan menembus dagingnya. Pria tambun itu memekik kesakitan.
Lalu salah seorang lagi mencengkeram rambut atasnya hingga terdongak, digoroknya nadi leher pria tambun dengan mudah. Menyisakan darah yang mengucur deras berwarna pekat dibagian bawah lehernya. Didorongnya tubuh besar itu menelungkup ke atas tanah.
"Mati kowe PKI!"
(Mati kamu PKI!)
Dan benar kulihat sebuah kain merah berlambang palu arit terlilit disalah satu lengannya.
Kejadian lain kulihat lagi. Sekumpulan wanita tampak berkumpul bersembunyi disebuah ruangan. Mereka ketakutan, tampak menahan napas sekuat tenaga.
KLAKK! KLAKKKK! KLAAKKKK!
Sebuah kusen tampak bergerak kasar seolah mau dibuka paksa.
"Gerwani ne nang kene!!!!" Teriak salah seorang yang ada diluar.
(Gerwaninya ada di sini!!!)
Tak lama kemudian terdengar suara gebrakan, pintu didobrak dengan paksa dari luar. Para wanita itu mundur perlahan menempel didinding tembok paling belakang.
Wajah mereka tampak pucat pasi dan berkeringat. Tak butuh waktu lama pintu itu terpelanting, terbuka, membentur dinding dengan kerasnya. Suara teriakan kembali menggerus kasar gendang telingaku.
Sekumpulan orang yang berhasil menerobos masuk, menyeret beberapa gerwani.
Sebagian lagi dieksekusi di tempat yang sama. Kembali kulihat sajam-sajam yang mengayun bebas membelah nyawa-nyawa manusia. Darah muncrat dan potongan tubuh terlempar dimana-mana.
Tubuhku terasa berat, kaki melemas, terpuruk jatuh menyentuh tanah. Aku bergetar hebat. Otakku tak mampu menerima tangkapan visual hal mengerikan dengan apa yang terjadi. Aku berusaha mengatur nafas yang kian menderu, memaksa kinerja jantung memompa lebih cepat dari biasanya.
Mereka membunuh sesamanya bak membunuh seekor lalat. Dan perbuatan keji itu dilakukan secara terang-terangan. Tanpa sungkan. Tanpa belas kasihan.
Lagi kulihat, mata para sang penjagal. Dari sorot mata mereka tersirat rasa dendam yang teramat mendalam.
Aku pun tak tahu apa yang mereka alami hingga hilang rasa kemanusiaan.
*
Aku menganga mendengar kisah Aji yang begitu mencengangkan. Untunglah aku telah berhasil menghabiskan cilok sebelumnya.
Aku juga tak bisa membayangkan berada diposisinya yang diberi penglihatan secara langsung, melihat pembantaian sadis di depan mata tanpa tahu harus berbuat apa. Aji tersenyumgetir setelah itu. Sepertinya memoir kelam itu akan sangat sulit dilupakan.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro