Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 11

Suara teriakan dan bentakan terdengar sangat nyaring membuat para pekerja berdiri ketakutan. Gudang besar dan luas dipenuhi peti kayu, membuat suara yang harusnya menggelegar menjadi sedikit lembut, meski begitu tidak mengurangi nada kasar yang terlontar keluar.

"Bodoh semua kalian! Soal begitu saja tidak becus! Awas, kalau sampai banyak buah-buahan yang busuk! Potong gaji semua orang yang ada di sini. Termasuk mandor dan manajer!"

Selesai mengamuk, Teddy bergegas keluar. Menghela napas panjang untuk meredakan kekesalannya. Ia melihat istrinya yang berdiri di bawah pohon apel rindang. Terlihat cantik dan menawan dalam balutan gaun mini biru dongker. Marisa suka berpakaian minim, tidak peduli kalau di perkebunan banyak pekerja laki-laki. Istrinya memang menyukai perhatian, tatapan mendamba, serta air liur yang menetes dari mulut para pekerja yang melihat tubuh sexynya. Bagi Teddy tidak masalah, apa pun yang dilakukan istrinya selama tidak merugikannya.

"Sudah selesai?" tanya Marisa saat Teddy menghampiri.

Teddy mengangguk, menyugar rambut dengan frustrasi. "Para pekerja bodoh. Bisa-bisanya mereka tetap menggunakan metode pengepakan yang lama padahal aku sudah memerintahkan menggunakan metode baru!"

Marisa tersenyum, merangkul leher suaminya dengan mesra. "Mereka terbiasa dengan gaya bekerja perempuan itu. Wajar kalau sulit melepaskan diri."

"Padahal perempuan itu sudah mati berbulan-bulan lalu!"

"Belum setahun, Sayang. Masih segar dalam ingatan mereka tentang Nona yang baik hati. Kamu boleh tanya mereka satu per satu, tentang siapa pimpinan terbaik yang mereka miliki. Jawabannya satu dan nggak berubah, Miss Victoria!"

Teddy memejam, memijat kening untuk menghilangkan kesal. "Perempuan itu sudah mati tapi namanya menghantuiku!"

"Jangan salahkan dia. Kasihan, orang sudah mati tapi tetap diungkit-ungkit. Biarkan tenang di alam kuburnya."

"Harus diakui Victoria memang hebat dalam memimpin orang-orang ini."

"Karena dia pemiliknya?"

"Bukan hanya itu, tapi memang punya kemampuan dalam bekerja. Bagaimana melepaskan diri dari pengaruh Victoria, itu yang sulit."

"Kamu pasti bisa, Sayang."

"Iya, kalau saja para pekerja itu bisa membuka pikiran mereka. Sialan! Entah bagaimana dulu Victoria bisa memimpin orang-orang bodoh ini. Aku nggak habis pikir!"

Marisa mengulas senyum, hati kecilnya berdenyut tidak nyaman karena sang suami terus memuji mantan istri. Ia harus melakukan sesuatu untuk mengalihkan perjhatian Teddy.

" Ngomong-ngomong, aku punya cara mudah untuk melepaskan stress."

"Apa?"

Marisa menarik suaminya ke dalam mobil yang terparkir di dekat gudang. Menyalakan mesin dan pendingin, setelah itu melepas celana suaminya dan membenamkan diri di selangkangan Teddy.

"Sial! Istriku sungguh sangat binal!"

"Kamu suka?"

"Sangat. Yaa, begitu. Gunakan mulutmu dengan benar, Sayang."

Keduanya bercinta di dalam mobil, tidak peduli pada para pekerja yang keluar masuk gudang. Tentu saja semua orang tahu betapa liar Teddy dan istri barunya bercinta, membuat risih mereka tapi tidak ada yang berani memprotes. Satu kalimat sanggahan membuat mereka kehilangan pekerjaan.

Beberapa pekerja kasak kusuk di belakang gedung. Dari tempat mereka terlihat mobil yang sedang bergoyang. Tidak berani mengucapkan secara keras tapi kebencian mereka pada Teddy sangat besar.

"Pantas saja penjualan menurun, hasil kebun kurang bagus, karena punya boss mesum!"

"Dia marah karena hasil kebun menurun, bukannya mencari jalan keluar tapi malah meminta untuk mengubah cara pengepakan."

"Aku merindukan Miss Victoria."

"Sama, aku pun sama. Dulu rasanya sangat tenang dan nyaman saat Miss Victoria masih hidup."

Percakapan mereka terhenti saat Marisa muncul. Perempuan itu bahkan tidak perlu repot-repot menutupi tanda merah di bahu dan leher telanjangnya. Membuka resleting bagian depan hingga nyaris ke tengah untuk menunjukkan belahan dada. Menghampiri para pekerja yang sedang packing apel, tersenyum pada beberapa perempuan yang menatapnya dengan pandangan jijik bercampur takut.

"Gunakan tenaga kalian untuk bekerja, bukan untuk menggosip. Sekali lagi aku mendengar kalian membuat suamiku marah, bukan hanya gaji yang akan dipotong tapi juga dilempar keluar dari perkebunan ini. Ingat, utang-utang kalian menggunung!"

Semua orang menunduk takut. Marisa menggunakan utang untuk menekan mereka. Bagaimana utang bisa lunas kalau dari hari ke hari semakin bertambah karena berbunga. Marisa mencengkeram mereka menggunakan uang pinjaman dengan bunga yang mencekik leher. Membuat para pekerja tidak berkutik dan hanya pasrah menerima nasib.

**

Sebastian membawa Victoria ke toko ponsel. Memilih yang paling baru dan paling bagus. Ponsel dengan warna merah muda yang mengkilat, menggunakan fitur terkini dan sangat canggih. Kamera depannya sangat terang, Victoria mencoba mengambil selfi dan puas dengan hasilnya. Saat foto yang terpampang menunjukkan wajah Isabela, ia memutuskan untuk menghapusnya.

"Kenapa dihapus? Padahal hasilnya bagus."

Victoria mendesah. "Aku nggak suka selfie, tapi hanya coba-coba kamera."

"Padahal hasilnya bagus, kamu cantik di foto itu."

Sebuah pujian yang membuat Victoria tersenyum. Sebastina sedang memuji kekasihnya, sungguh menghangatkan hati. Isabela memang cantik, wajar kalau membuat Sebastian jatuh cinta.

"Mau makan sebelum pulang?"

"Mau sekali," jawab Victoria antusias. Kapan lagi bisa keluar dari rumah neraka itu dan menyantap makanan enak.

"Mau makan apa?"

"Apa saja yang penting enak."

Sebastian mengajak Victoria makan di restoran yang menyediakan hidangan khas Italia. Mere memesan pizza, sup, pasta, dan beberapa cemilan serta salad. Victoria makan dengan lahap, mengisi perutnya dengan makanan yang menggugah selera. Tidak memperhatikan tatapan Sebastian yang tertuju padanya.

"Sepertinya sangat enak. Kamu makan lahap sekali."

Victoria mengangguk dengan mulut penuh. "Memang enak sekali. Aku suka pastanya. Sausnya creamy."

"Kamu ingat pernah datang kemari?"

"Benarkah? Kapan? Bersama siapa?"

"Kira-kira dua bulan sebelum kecelakaan terjadi dan datang kemari bersamaku. Saat itu kita baru bertemu dua atau tiga kali. Aku sengaja mengajakmu makan untuk saling mengenal lebih jauh. Berbeda dengan sekarang, kamu sangat kaku dan gugup."

Victoria terdiam, mengingat tentang sikap gugup Isabela yang ternyata diingat dengan benar oleh Sebastian.

"Isabela, saat itu aku bahkan berusaha menenangkanmu. Memesan persis seperti yang kamu makan sekarang, dan kamu menyentuh hanya sedikit sekali."

"Kenapa? Aku terlalu gugup sampai nggak makan?"

Sebastian menggeleng. "Bukan, tapi kamu bilang nggak terbiasa makan makanan luar negeri."

Kata-kata Sebastian membuat Victoria terdiam. Ia ternganga sesaat lalu menunduk, menatap salad yang masih tersisa setengah. Nafsu makannya memudar karena perkataan Sebastian. Bagaimana ia tahu kalau Isabela tidak suka makanan Italia? Ia dulu sering makan pizza dan pasta, tapi Isabela tidak pernah karena tinggal di desa. Apakah gadis itu sangat kuno dan tidak bergaul sampai-sampai makanan sederhana seperti pasta dan pizza tidak pernah makan? Bukankah kedua makanan itu bisa didapatkan di mana-mana? Minimal di restoran cepat saji dengan kualitas rasa yang biasa saja.

"Kenapa nggak dilanjutkan makannya? Kaget mendengar ucapanku?"

Victoria bingung ingin bereaksi seperti apa. Mengaduk salad dan makan dengan sedikit gugup.

"Isabela, jangan terbebani dengan perubahanmu sekarang. Justru aku merasa senang karena kamu bisa makan dengan bebas, mengutarakan pendapat dengan lantang dan lebih banyak tersenyum."

"Aku takut membuat kamu nggak nyaman," ucap Victoria.

"Kamu salah. Aku malah merasa nyaman dengan dirimu yang sekarang. Rasanya seperti benar-benar punya tunangan. Bukannya aku nggak suka dengan kamu yang dulu tapi kamu yang sekarang bisa dikatakan, lebih menyenangkan."

Victoria menganggap kata-kata Sebastian adalah pujian untuknya. Meski begitu ia tetap menyimpan rasa takut dalam dada, jangan sampai kedoknya terbongkar. Ia tidak habis pikir, selalu kelepasan kontrol setiap kali bersama Sebastian. Menjadi lebih ceria, lebih suka tertawa dan menjadi dirinya sendiri. Bahaya kalau sampai ada yang menyadari.

"Terima kasih, Sebastian."

Sebastian menaikkan sebelah alis. "Untuk apa?"

"Karena kamu tidak merasa aneh dengan perubahanku."

"Jujur saja, awalnya aneh tapi lama kelamaan aku merasa justru itu hal bagus."

Perasaan Victoria menjadi lebih lega sekarang. Ia menandaskan saladnya. Saat melihat ponsel yang tergeletak, ia mendadak teringat sesuatu.

"Sebastian, kenapa Orion nggak pernah menghubungiku? Apakah dia nggak tahu aku kecelakaan?"

"Dia tahu," jawab Sebastian dengan mimik muka yang aneh.

"Oh, kenapa nggak pernah telepon atau mengirim pesan padaku?"

"Isabela, kamu memblokir nomor Orion."
.
.
Di Karyakarsa update bab 36

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro