Yang Terkhianati
"Ghea? Kamu mau nggak jadi pacar aku?"
"A-Apa? Yoga? Kamu nggak bercanda kan?"
"Enggak. Aku nggak pernah seserius ini, Ghe. Kamu mau kan?"
"Aku ... mau jadi pacar kamu, Ga."
***
Cinta memang bisa hadir pada kehidupan siapa saja. Kata sakral itu tak bisa jatuh sesuai keinginan kita. Kita tak bisa menyangkal saat hati kita sudah memilih.
Tak terkecuali dengan Yasmin. Gadis berperawakan mungil itu percaya suatu saat nanti Tuhan akan mendatangkan cinta untuknya. Tak peduli jika saat ini ia harus merasakan pedihnya dikhianati. Tak peduli kalau saat ini hatinya meradang atas apa yang ia tangkap melalui indra penglihatannya.
Sekilas tentang dirimu yang lama kunanti...
Memikat hatiku...
Jumpamu pertama kali...
Yasmin melihatnya. Dua hati telah saling menyatu tanpa peduli dirinya sendiri meratapi kekalahannya. Perasaannya hancur. Kepingan-kepingan masa lalunya yang indah kini berubah menjadi jutaan panah tak kasatmata yang menghujam hatinya.
Gadis itu duduk tak jauh dari kedua orang yang kini tengah berpelukan menyalurkan kehangatan. Di saat ia sibuk membangun pertahanan, mereka sibuk bekerja sama menghancurkan benteng di hatinya.
"Jadi ... janji itu palsu ya?" lirih Yasmin. "Dia yang mengobral janji tanpa tahu gue terluka di sini."
Janji yang pernah terucap...
Tuk satukan hati kita...
Namun tak pernah terjadi...
Yasmin mengembuskan napas kasar. Kedua tangannya menyeka air mata yang masih membekas di pipinya. Gadis berambut sebahu itu melangkah menghampiri kedua orang yang saat ini masih asyik merajut cinta.
Puk!
Yasmin menepuk bahu dua sejoli itu pelan. Si pemudalah yang lebih dulu menoleh. Jantungnya seakan ingin copot saat melihat Yasmin berdiri di belakangnya dengan senyum mengembang. Ia tahu senyum itu hanyalah sebuah kamuflase untuk menutupi rasa kecewanya.
"Gue cariin kalian ke mana-mana, tahunya malah mojok di sini," ujar Yasmin sesantai mungkin.
"Ma-Maaf, Yas. Ta-Tapi kita nggak ngapa-ngapain kok," kilah si pemuda.
Yasmin memalingkan wajahnya. Hatinya terasa nyeri. Yoga terlalu dalam menggores luka untuknya. Pemuda berkulit putih pucat itu seakan tak pernah bosan membuat Yasmin membuang air matanya.
"Bener, Yas. Tadi kita cuma ngomongin masalah tugas sekolah aja kok." Ghea -- gadis di samping Yoga menimpali.
"Kenapa jadi pada gugup gitu? Nggak apa-apa kok. Kalian bebas mau pelukan, kalian kan pacaran."
Pacaran? batin Yasmin. Gadis itu tak henti mengolok kebodohannya mencintai pemuda seperti Yoga. Sejak pengkhianatan itu terjadi, Yasmin sudah berusaha kuat menghilangkan rasa cintanya. Namun yang terjadi hatinya seakan memberontak. Dengan senyum yang selalu terlukis di bibirnya, ia berhasil menipu semua orang.
Yasmin berusaha membangun pondasi yang lebih kokoh untuk menutupi hatinya yang telah terkoyak. Mengingat pengkhianatan Yoga padanya hanya akan membuat Yasmin tak bisa bangkit.
Mungkinkah masih ada waktu...
Yang tersisa untukku...
Mungkinkah masih ada cinta di hatimu?
Embusan napas kasar keluar dari bibir ranum Yasmin. Gadis itu berdehem pelan untuk menarik kembali perhatian Yoga dan Ghea dari rasa gugupnya. Meski hatinya sakit, tapi bukankah masih ada obat untuk mengobati lukanya?
"Gue datengin kalian cuma mau pamitan," jelas Yasmin. "Besok gue mau pindah ke China dan menetap di sana."
Yoga membulatkan matanya shock. Ada rasa tak nyaman yang menyambangi hati pemuda itu. Hal yang sama juga dirasakan Ghea. Gadis itu merasa bersalah karena telah membuat Yoga mengingkari janjinya. Tak ada kata yang mampu menggambarkan perasaan keduanya atas keputusan Yasmin. Hanya ada rasa sesak yang singgah di hati Yoga dan Ghea.
"Kenapa?" Pertanyaan itu terlontar tanpa sadar dari mulut Yoga.
Jemari panjangnya tanpa sadar meraih lengan Yasmin. "A-Apa karena aku ingkar janji?" sambungnya.
Yasmin melepas pelan jemari Yoga yang bertengger manis di lengannya. Dulu setiap kulit Yoga bersentuhan dengan kulit lembutnya, Yasmin selalu merona. Namun kini sentuhan itu seakan berubah menjadi racun.
"Yasmin, jangan pergi," pinta Yoga.
Meski hatinya sakit, tapi Yasmin tak mau gadis yang di hadapannya ini ikut merasakannya. Ia akan mencoba menjaga jarak dengan Yoga. Biar bagaimanapun Yoga sudah berstatus sebagai kekasih Ghea.
"Gue harus pergi. Dan gue rasa pertanyaan itu bisa lo jawab sendiri," Yasmin mengukir sebuah senyuman di bibirnya. "Doain gue biar dapet cogan baru ya. Gue janji bakal balik ke Indonesia kalau udah move on."
Move on? batin Yoga mulai bergejolak.
Setitik cairan bening jatuh dari kedua kelopak matanya. Yoga ingin merengkuh tubuh rapuh Yasmin. Namun ia sadar bahwa tak ada ikatan yang ada di antara keduanya selain persahabatan.
"Gue pergi dulu ya. Gue berharap hubungan kalian langgeng."
Yasmin membalikkan tubuhnya. Gadis itu melangkah pergi tanpa sanggup menoleh ke belakang. Terlalu sakit bila ia harus hidup bersama luka. Terlalu nyeri jika ia harus menunggu cinta yang tak mungkin datang padanya. Tak mungkin lagi mempertahankan harapannya untuk bersama Yoga. Toh, hati pemuda itu bukan lagi untuknya.
**
Andaikan saja aku tahu...
Kau tak hadirkan cintamu...
Inginku melepasmu dengan pelukan...
Yasmin membenahi seluruh pakaian yang akan ia bawa ke China. Rencananya ia akan tinggal bersama pamannya yang memang asli warga negara China.
Berkali-kali gadis 17 tahun itu menghela napas. Sangat berat meninggalkan negara kelahirannya mengingat selama ini ia mengukir kenangan di Indonesia.
"Mungkin akan terasa sulit," Yasmin memeluk bingkai fotonya bersama Yoga, "karena lo udah berhasil bikin gue jatuh terlalu dalam."
Pikiran gadis itu kembali terbawa pada kejadian satu tahun lalu di mana Yoga mulai berani mengingkari janji yang ia ikhrarkan sewaktu keduanya masih duduk di bangku SMP.
Mungkin ... salahnya juga yang terlalu berharap. Padahal janji itu hanya sebuah omong kosong yang diucapkan oleh anak 14 tahun.
***
Bandung, 9 Maret 2017
Terlihat seorang gadis berperawakan mungil yang mengayuh sepedanya dengan semangat. Sebuah kado bermotif biru tergeletak manis di dalam keranjang sepeda. Mentari yang begitu menyengat kulit tak menghalanginya pergi ke suatu tempat.
Yasmin menyeka keringatnya di sela perjalanan. Bayangan sosok terkasihnya yang akan memeluknya membuat Yasmin tak bosan mengukir senyum.
"Aku nggak sabar menyandang status itu, Ga," batin Yasmin.
Yasmin menuntun sepedanya begitu ia sampai di halaman rumah seseorang. Matanya menelisik setiap sudut dengan pandangan jeli. Sesuai janji yang dibuat seseorang yang dicintainya. Tepat hari ini akan ada kejutan manis untuknya. Janji itu juga akan ditepati hari ini.
"Ghea, dengerin aku baik-baik."
Yasmin menghentikan langkahnya. Kini ia berada tepat di depan pintu rumah. Ia menyandarkan sepedanya di dekat pilar kokoh. Yasmin mengedarkan pandangannya ke segala arah. Ia membawa kakinya ke arah sumber suara yang familier di telinganya.
"Aku tahu kita belum lama kenal. Tapi hati aku selalu berdebar nggak karuan saat berada di dekat kamu."
Tubuh Yasmin bergetar. Kedua bola matanya memandang nanar sosok lelaki yang telah menyita hatinya selama bertahun-tahun. Yoga tampak menggenggam kedua tangan selrang gadis.
Sahabatnya yang ia cintai tega menggores luka di hatinya. Saat itu juga, harapan Yasmin pada janji yang diikhrarkan Yoga musnah.
"Ghea? Kamu mau nggak jadi pacar aku?" Yoga membingkai wajah Ghea dengan lembut. "Aku mencintai kamu, Ghea."
"A-Apa? Yoga? Kamu nggak bercanda kan?" Ghea merasakan dadanya berdebar.
Yoga menggeleng pelan. "Enggak. Aku nggak pernah seserius ini, Ghe. Kamu mau kan?"
Mata Yasmin memanas. Dadanya terasa sangat sesak mengetahui Yoga menatap gadis lain dengan tatapan cinta. Selama ini, tatapan itu memang hanya untuknya. Namun berkat kehadiran Ghea, Yasmin mulai menyadari bahwa pemuda kesayangannya tak lagi pantas ia harapkan.
"Aku ... mau jadi pacar kamu, Ga," jawab Ghea.
Yoga bersorak bahagia. Pemuda itu langsung memeluk Ghea dengan erat. Tanpa ragu, Ghea membalas rengkuhan itu. Mereka asyik menyalurkan rasa cintanya.
"Oh iya, Ga. Aku punya kado buat kamu," Ghea merogoh sebuah kotak kado dari tasnya saat pelukannya terlepas, "sebagai hadiah buat ulang tahun kamu."
Yasmin memalingkan wajahnya. Tatapannya terfokus pada kadonya yang tergeletak malang di keranjang sepedanya. Cinta yang ia miliki selama ini akhirnya pupus di hari ulang tahun Yoga -- pemuda yang selama ini menggenggam hatinya.
"Selamat ya, Ga!" Yasmin melangkah pelan menghampiri sepasang kekasih baru itu. "Di hari ulang tahun lo ini ... lo sukses ngasih kejutan ke gue."
Yoga membelalakkan bola matanya kaget. Kotak kado yang berada dalam genggamannya terjatuh begitu saja. Tautan tangannya pada Ghea pun terlepas.
"Gue masih ingat janji itu. 'Tiga tahun lagi, aku akan menjadikan kamu pacar aku, Yas. Cincin ini akan melingkar sempurna di jari manis kamu'. Tapi," Yasmin menyeka air matanya kasar, "janji itu nggak akan pernah terpenuhi. Penantian gue ini ternyata sia-sia."
Yoga berusaha mendekati Yasmin. Namun gadis itu melangkah mundur.
"Gue kalah sama cewek yang baru lo kenal selama 6 bulan," lanjutnya.
Yasmin memutar tubuhnya. Ia melangkahkan kakinya meninggalkan Yoga yang kini dilanda rasa bersalah.
Pandangannya mengarah pada Yasmin yang membuang kado birunya ke tempat sampah.
"Ga ... ma-maafin aku. Yas--"
Bruk!
Yoga meluruhkan tubuhnya. Setelah Yasmin meninggalkan rumahnya, pemuda itu semakin diselimuti penyesalan.
"A-Aku udah hancurin persahabatan ini, Ghea. Aku nggak mau Yasmin membenciku."
Ghea bungkam. Tak ada kata yang mampu ia ucapkan. Gadis itu sadar karena kehadirannyalah penyebab kehancuran hubungan persahabatan mereka.
***
Sesal itu memang datang...
Cinta itu telah kusadari hanya untuknya...
Namun aku berharap semua bisa kuperbaiki...
Yoga melarikan kedua kakinya melewati seluruh area bandara. Di belakangnya, Ghea juga berusaha menyamakan langkah cepatnya dengan Yoga.
Jantung keduanya berpacu kian cepat. Yoga meliarkan pandangannya. Terlalu banyak manusia yang memadati bandara hingga Yoga kesulitan mencari sosok gadis yang selama ini ia sakiti.
"Yoga! Itu Yasmin! Buruan!"
Yoga mengikuti arah telunjuk Ghea. Bibirnya melengkung ke atas saat matanya menangkap sosok Yasmin yang duduk di bangku. Yoga melangkah lagi tanpa memedulikan keberadaan Ghea.
"Yasmin!" panggil Yoga.
Yasmin mendongak. Mata keduanya pun beradu pandang. Ada rasa sesak bercampur bahagia yang menyambangi hati Yasmin. Sahabat yang sangat ia cintai rela menyusulnya. Terlihat dari wajah Yoga yang tampak berkeringat. Napas pemuda itu pun juga terengah-engah.
"Please, jangan pergi," pinta Yoga.
"Ga, gue harus pergi. Lagipula gue nggak mau membuat kalian selalu ngerasa canggung."
Yasmin harus merelakan Yoga. Kekecewaan itu memang masih membekas di hatinya. Namun tak ada gunanya jika Yasmin masih membangun tembok di antara dirinya dan Yoga. Tak ada gunanya menyimpan sebuah dendam.
"Aku sama Ghea udah putus!" Yoga menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher jenjang Yasmin.
Yasmin berusaha melepas pelukan Yoga. Namun pemuda itu menahan pergerakan Yasmin. Yoga seolah tak rela kehilangan aroma menenangkan yang menguar di tubuh sahabatnya.
Beberapa pasang mata yang menatapnya tak mampu membuat Yoga risih.
"Gue nggak mau jadi PHO," tukas Yasmin.
Mendengar kata 'PHO', Ghea merasa tertampar. Seharusnya julukan itu untuknya. Ghea tak pantas berdiri berdampingan dengan Yoga.
"Kami putus bukan karena lo, Yas. Sahabat lo itu emang mencintai lo," ungkap Ghea.
"Gue nggak mau ada yang sakit hati," jawab Yasmin.
Embusan napas kasar keluar dari bibir Yoga. Pemuda itu akhirnya mau melepas pelukannya. Tangannya mencengkeram lembut bahu Yasmin.
"Kalau kamu pergi, berarti aku yang tersakiti. Apa kamu tega?" Yoga menatap intens ke dalam bola mata Yasmin.
Ditatap sedemikian lekat membuat Yasmin memalingkan wajahnya. Rona kemerahan muncul di pipi chubby-nya. Dan saat itu juga pandangannya bertemu dengan Ghea. Ia menangkap sebuah senyum terukir di bibir Ghea.
"Terima Yoga, Yas." Ghea berbisik.
Merasa sudah tak dibutuhkan, Ghea memilih meninggalkan sepasang sahabat yang saling mencintai itu. Mereka butuh waktu berdua untuk mengungkapkan seluruh perasaan yang tersimpan di hati.
"Apa kamu mau berjanji nggak akan nyakitin aku lagi?"
Jika Yasmin sudah menggunakan sapaan 'aku-kamu' lagi, Yoga yakin gadis tercintanya ini sudah memaafkannya.
Bolehkah Yoga percaya diri?
"Aku janji nggak akan nyakitin kamu lagi. Tuhan akan menghukum aku jika sampai aku ingkar janji."
"Aku terima kamu. Aku pegang janji kamu."
Yoga merasa dunianya kembali. Memang semenjak kejadian setahun yang lalu, perlahan Yoga mulai menyadari rasa cintanya. Bahkan cintanya pada Ghea memudar.
Atau apa mungkin selama ini ia hanya merasa kagum pada mantan kekasihnya itu?
***
Yoga mengajak Yasmin masuk ke dalam mobilnya. Keduanya saling bersitatap. Terpancar jelas cinta yang begitu besar di mata sepasang kekasih itu.
"Aku punya sesuatu untuk kamu," Yoga menyodorkan sebuah kotak beludru berwarna merah marun. "Maukah kamu jadi kekasih sungguhan aku?"
Hati Yasmin menghangat. Yoga menunjukkan sebuah cincin perak di hadapannya. Tak hanya itu saja. Sebuah hadiah yang ia yakini sudah terbuang kembali hadir menyapa indra penglihatannya.
"Ka-Kamu pakai jam tangan itu?" Bukannya menjawab pernyataan cinta Yoga, gadis itu malah melontarkan pertanyaan lain.
Yasmin terlalu shock. Melihat sahabat yang kini berstatus kekasihnya masih mau memakai hadiah yang pernah ia buang membuat Yasmin terpana.
Yoga meraih tubuh kekasihnya ke dalam dekapan hangatnya. Perasaan hangat yang dulu selalu hadir di hati Yoga kembali hadir. Bodohnya dulu ia sempat berpaling dari Yasmin.
"Waktu itu aku lihat kamu buang kado itu. Dan aku mengambilnya," ucap Yoga. "Dan jawaban atas surat kamu sudah aku penuhi hari ini."
Yasmin menunduk malu. Ia masih mengingat jelas setiap kalimat cinta yang terukir dalam surat itu.
Selamat ulang tahun, calon pacarku.
Nggak kerasa ya. Umur kamu udah 17 tahun. Aku berharap kebahagiaan selalu menyertai hidupmu.
Oh iya, sudah tiga tahun semenjak janji itu diciptakan. Dan sesuai permintaan kamu saat itu kita berkencan. Bukankah kita sudah cukup dewasa untuk membangun sebuah hubungan.
Aku bahagia, Yoga. Hubungan persahabatan kita berbuah cinta.
Yoga? Apa kamu masih ingat janji kamu dulu?
Yang Terkasih...
Yasmin Esmeralda
Yoga meraih jemari kekasihnya. Pemuda itu menyematkan cincin perak yang sudah ia persiapkan 3 tahun lalu pada jari manis Yasmin.
"Aku akan berdoa pada Tuhan untuk mempersatukan kita dalam ikatan suci pernikahan setelah kita lulus kuliah," Yoga mencium punggung tangan Yasmin dengan lembut. "Kamu mau bersabar kan, Sayang?"
Yasmin mengangguk pelan. "Aku mau, Ga. Aku akan menjaga janji kita sampai hubungan kita halal di mata Tuhan."
Jalan cinta memang berliku. Kita harus merasakan pahitnya kehidupan selagi Tuhan menyiapkan kebahagiaan. Yasmin adalah satu dari jutaan manusia di dunia yang merasakan perjuangan cinta. Namun kini Tuhan memberikan kebahagiaannya melalui cinta Yoga.
END...
Terinspirasi dari lagu baper berjudul: Tentang Cinta -Ipank
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro