Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

GHOBI

Senja ini Tuhan sedang berbaik hati telah mempertemukan dua insan yang terpisahkan selama 6 bulan lebih. Benih-benih rindu pun berguguran. Runtuh bergantikan kebahagian.

Mereka adalah Clara dan Yuda. Clara tak henti menatap sang kekasih sendu bercampur bahagia. Setelah perpisahan itu ini kali pertama bisa melihat Yuda lagi ada di sampingnya.

Yuda meraih tangan Clara. Menggenggam jari-jemarinya lalu menatap binar bahagia yang nampak pada Clara. Suara siul orang berlalu lalang pun nyaris terdengar diantara keduanya seperti alunan musik yang romantis. Bukan siulan mengejek atau apapun. Malam minggu ini taman cukup ramai oleh karena itu mereka menjadi tontonan pengunjung lainnya.

Tepatnya tadi siang, Yuda pulang untuk menemui Clara. Memberi kejutan dengan kembalinya tanpa memberi kabar. Datang ke kosan membawa beberapa tangkai mawar biru kesukaan Clara.

Cukup larut malam mereka baru kembali ke kosan. Yuda juga langsung pamit pulang sekaligus pamit pergi lagi besok paginya ke kota.

Pagi itu Clara bangun kesiangan. Padahal Yuda sudah mengatakan bahwa Clara tak perlu mengantar. Clara tetap menjerit sibuk mengganti baju cepat-cepat. Ia tidak ingin ketinggalan mengantar Yuda ke Bandara.

Clara bergegas menggunakan jaket army lalu berpamitan pada kedua teman kosannya yang memandangnya dengan tampang kasian.

Tia, satu antara kedua temannya yang sedang menggosok baju menatap Clara iba. “Hati-hati, Ra, seharusnnya lo itu ngga usah repot-repot seperti ini.” Clara memicingkan mata tak suka. Clara memang sudah mencurigai teman satu kosannya itu juga menyukai Yuda. Gerak-geriknya bisa Clara baca. Itulah kenapa dia tak mau akrab lagi dengan Tia.

Tidak menggubris Tia, Clara berpamitan pada Pita yang mengabaikan argumennya dari tadi dan lebih asik dengan laptop di depannya.

Tiba di bandara Clara hanya mampu menghembuskan nafas pasrah. Yuda sudah tak ada di sana lagi. Penerbangan ke ibu kota sudah lepas landas 10 menit yang lalu. Clara memutuskan mengirim pesan permohonan maaf pada Yuda yang pastinya tidak langsung mendapatkan jawaban dari penerima pesan, ponsel Yuda kemungkinan dalam mode pesawat.

Clara pulang dengan wajah tertekuk. Pertemuannya dengan Yuda berlangsung sangat sebentar dan kini dia harus kembali memupuk rasa rindu.

Tia yang masih dalam posisi yang sama menatap kedatangan Clara iba. Ditambah melontarkan kata-kata mengasiani, membuat Clara mencak-mencak tak suka. “Apa sih mau lo, Ti?” Tia memutuskan menghindari. Saat ini hanya mereka berdua di kosan sedangkan Pita sudah berangkat kerja lebih dulu. Kejadian tidak diinginkan bisa saja terjadi jika ia tidak segera mengamankan diri dari Clara.

Hari ini Clara libur kerja. Prusahaan tempatnya bekerja memberikan jatah libur satu kali tiap minggunya bagi setiap karyawan. Kali ini jatahnya.

Clara tau mulut Tia itu pedas kalau menyangkut Yuda. Tapi untuk hal lainnya ia selalu mendukung dan malah siap membantu jika Clara membutuhkan bantuan atau sebaliknya. Itulah mengapa kecurigaan berkembang di otaknya.

Uang yang dikumpulkan olehnya selama setengah tahun terkumpul tujuh juta rupiah untuk acara pernikahan yang akan dilaksanakannya bersama Yuda. Yuda juga ikut menabung dan tabungannya sudah mencapai 10 juta katanya kemarin saat pertemuan itu. Satu tahun kedepannya mereka harus sudah mengumpulkan hingga 40 juta untuk bisa merancang pernikahan sesuai keinginan Clara.

Malam setelah isya Yuda menelpon Clara dan mengabarkan kalau ia sudah sampai di tujuan.

“Kamu rajin-rajin kumpulin uangnya ya, biar kita bisa cepat nikah.” Clara mengangguk yakin suruhan Yuda malam itu. Besoknya pun ia rajin menabung dan selalu menghemat, makan pun seadanya. Mie instan jadi santapan sehari-hari dia. Pita hanya bisa menyemangati sedangkan Tia hanya menggeleng-geleng tak jelas. Menyebabkan hubungan pertemanan diatara keduanya merenggang. Mereka jarang mengobrol lagi seperti setahun silam sebelum bertemu dengan Yuda. Bahkan kini sekali pun Clara tak pernah ingin menatap Tia walau satu kosan.

Clara sempat ingin pergi dari kosan untuk menghindari pertemuannya dengan Tia. Tapi memikirkan pengeluaran yang akan semakin menumpuk ia pun memilih menetap dan menahan amarah tiap kali bertemu Tia.

Pita sudah mencoba mendamaikan tapi tetap kedunya bersikeras seperti itu.

Malam ketika mereka bertiga sama-sama sedang di kosan. Pita nyemil kacang polong di depan tivi. Tia ikut duduk di sebelahnya. Clara memandang rindu keduanya dari balik pintu kamar dan pada akhirnya memutuskan mendekat. Clara merebut kacang polong yang sedang dimakan oleh Pita demi memecah kecanggungan. Pita pun memekik marah ketika kacang polongnya sudah berpindah tangan. Tia memilih menghindar, sebelumnya mengatakan ‘bodoh’ yang ditujukannya pada Clara.

Tia memutuskan keluar kosan paginya setelah keributan malam itu. Kata bodoh menjadi permasalahan besar dan keributan yang tidak dapat dicegah. Malam itu Tia dan Clara saling jambak rambut membuat Pita kebingungan untuk memisahkan keduanya. “Gue memutuskan pergi dari sini, pusing liat si bodoh.” Kata-kata itu membuat Clara benar-benar merelakan Tia pergi dari kosan pagi itu. Awalnya ia sudah terbuka hati untuk membujuk Tia untuk menetap dikosan dan berjanji melupakan kata bodoh malam itu. Setelah Tia mengulangi kata yang sama paginya Clara pun sangat mempersilakan Tia pergi.

Clara menatap tumpukan uang di dalam laci yang sudah berhasil ia kumpulkan hampir satu tahun sudah berjumlah 15 juta. Ia pun memutuskan menelpon Yuda menanyakan hasil tabungannya.

“15 juta, sayang. Akhir-akhir ini aku banyak banget kebutuhan. Maaf kalau tabunganku mengendur dari sebelumnya.” Clara tersenyum maklum mengingat Yuda hanya bekerja di hotel sebagai pramusaji.

Lima belas juta ditambah lima belas juta sama dengan 30 juta itu artinya tidak lama lagi uang sebanyak 40 juta akan berhasil mereka kumpulkan bersama. Pesta pernikahan pun akan terlaksana tahun depan.

“Yang semangat ya nabungnya.” Pita datang tiba-tiba menepuk pundak Clara. Clara sangat bersyukur masih memiliki teman yang mau mendukungnya, bukan seperti Tia yang diam-diam menikung dirinya walau kebenaran belum terungkap.

Clara makin semangat mengumpulkan lembar demi lembar perbulannya menginat tidak banyak lagi uang yang harus ia kumpulkan. Lebih dari cukup lebih baik, itu pesan Pita dan memang ada benarnya. Pernikahan itu membutuhkan banyak biaya. Pasti ada-ada saja kekurangan nantinya.

Padahal Clara sudah bersumpah tidak  akan bertemu lagi dengan Tia. Tapi siang itu, saat masih jam kerja Tia datang menemuinya dan memintanya menghentikan pengumpulan uang pernikahan dan mengancam Clara akan menyesal jika masih meneruskan rencana pengumpulan uang dan pernikahan itu. Tentu Clara langsung menertawainya dan mengetuk meja kantin kantornya keras-keras—tak habis pikir denggan cara Tia untuk memisahkan dia dengan Yuda.

Ancaman Tia makin membuat Clara gencar mengumpulkan secepatnya uang demi uang.

Waktu berjalan sangat cepat dan uang yang ia kumpulkan bersama Yuda telah mencapai lebih dari 40 juta. Dua puluh sembillan berhasil ia kumpulkan dan 30 yang berhasil Yuda kumpulkan, jauh dari cukup. Clara senang bukan kepalang ketika bertanya ke Yuda tadi malam. Sempat dia berteriak ‘wow’ takjub dengan jumlah yang dikumpulkan oleh Yuda. Acara pernikahan pun akan segera mereka laksanakan. Kebutuhannya pun langsung di pesan dari ibu kota. Clara sudah mentransfer 25 juta tadi pagi pada Yuda dan ia bersabar menunggu pesanan keperluan pernikahan itu bersamaan dengan kepulangan Yuda untuk melamarnya.

“Wah, selamat ya, Ra. Semoga lancar.” Pita menggeret kopernya keluar setelah kata membanggakan itu, hari ini Clara harus Rela ditinggal oleh teman baiknya. Pita akan berpindah ke ibu kota, Pita beralasan dipindah atasnnya ke sana. Lagian di sanalah seharusnya dia bekerja. Rumahnya ada di perdesaan ibu kota.

Clara sekarang tinggal sendiri di kosan, ia tidak memikirkan itu. Lagian sebentar lagi ia pun akan pergi dan tinggal bersama Yuda.

Lagi Clara di kagetkan oleh kedatangan Tia di kosan. Memohon kepadanya untuk berhenti melanjutkan pernikahan itu. Malah membuat Clara makin muak dengan tingkahnya yang memaksa dan kali ini memohon dengan sangat padanya. Clara pun memutuskan untuk mengusir mantan temannya itu dari kosan.

“Plese, lo bubar sama dia. Jangan lanjutin  ini. Dia Cuma mau nipu lo aja.” Clara menepis telapak tangan Tia kasar dari pundaknya lalu tersenyum mengejek. “Pergi lo dari sini!” Daun pintu berdebam kencang. Clara baru saja membantingnya.

Clara berniat akan menceritakan ketidaksetujuan Tia ke Yuda, tapi berkali-kali nomor yang dihubunginya tidak juga tersambung, selalu saja teralihkan.

Besoknya lagi ia kembali menghubungi dan ternyata masih sama. Seterusnya hingga satu minggu berlalu nomornya tidak dapat dihubungi. Clara mulai curiga Tia telah berhasil merebut Yuda darinya.

Hari ini Clara bolos kerja ia memilih menemui Tia di kantor tempatnya bekerja. Clara di sana membuat keributan besar dengan berteriak-teriak. Patugas keamanan langsung mengamankannya. Setelah mengatakan keinginannya Pak Sapam  segera memanggilkan Tia.

Bingung kedatangan Pak Sapam yang tidak biasa. Terkejut saat Pak Sapam itu mengatakan bahwa dia dicari Clara.

Tia menatap binar saat melihat Clara duduk di kursi yang tersedia di Pos sapam. “Akhirnya lo sadar juga.” Tia memulai dengan binar bahagia. Beda lagi dengan Clara yang hanya tersenyum datar lalu setelah mereka berdekatan dia mencemoh dan memincingkan alis tinggi-tinggi, kedua tangannya di pinggang, Kepalanya mendongak. “Puas! Pasti ini gara-gara lo kan, Ti? Senang pasti sudah rebut Yuda dari gue.”

Tia menggeleng kuat. “Nggak, Ra. lo salah besar kalau nganggap gue nikung lo. Ngelarang itu karena gue tau si Yuda itu penipu. Bukan Cuma lo doang, tapi banyak. Gue tau dari Tari teman kerja gue. Dia juga korban.”

Clara menggeleng tak percaya, air mata pun meluncur bebas dari sudut matanya. “Mana mungkin.” Hanya itu kata yang mampu keluar dari bibir tipis merah jambunya.

Tia menunjukan chatannya bersama Tari, saat Tari menjadikan dirinya sebagai teman curhat. “Pernahkan gue mau nunjukin ini sama lo, dan lo acuh sama gue. Itulah sebabnya gue nyebut lo itu bodoh dan lebih parahnya lo lebih akrab sama si Pita. Pita itu sekongkolan sama Yuda.”

Nafas Clara tercekat. “Pita?”

“Ya, gue juga awalnya nggak habis pikir. Hal itu juga baru tiga hari yang lalu gue tau. Parah kan? Temannya aja jadi korban. Sudah berapa lama coba kita temenan sama si Pita.”

Hari itu ketika semua akhirnya terungkap Clara lebih banyak melamun, cintanya belum berhasil ia luluh lantakkan. Yuda adalah sosok yang baik. Yuda juga romantis membuatnya sulit melupakan begitu saja.

Kini setelah dua bulan berlalu Clara memutuskan untuk melupakan semuanya meski semua telah ia jalani dengan susah payah. Satu hal yang membuatnya tak habis pikir adalah ketika mengetahui Pita adalah pacar sungguhan Yuda dan mereka akan menikah beberapa bulan lagi. Uang yang berhasil ia kumpulkan sebanyak 25 juta hilang begitu saja oleh kebodohannya kerena mudah dipengaruhi oleh pria dan lagi temannya sendiri.

Clara memutuskan berhijrah. Berjalan mengikuti tuntunan seharusnya. Ia tidak lagi menginginkan pernikahan mewah. Sekarang keinginannya hanyalah menemui pria yang sholeh.

Hidup adalah waktu
Yang mengukung rasa dan asa
Sedang ...
Mencintai itu lazim
Yang mampu melumpuhkan daya dengan segala tipu
Maka carilah cinta yang hakiki
Agar dipertemukan padanya
Padanya janji berikrar
Di bawah nauangn Sang Ilahi.

***
SELESAI











Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro