Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Asmodeus

Udara dingin menusuk kulit, jaket tebal bahkan tak mampu meredam rasa dingin. Langkah kaki kupercepat, salju mulai turun lebat. Beberapa orang memilih menghabiskan waktunya dalam kurungan sangkar, menghindari dinginnya salju. Beberapa orang memilih menyelesaikan pekerjaan. Tidak sepertiku.

Rumah pondok mulai nampak, lekas aku agak berlari. Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, tanganku membuka kenop pintu. Kau juga pasti sudah tahu jika aku akan berkunjung. Sepi. Gelap. Di mana dirimu? Mataku memicing berusaha mengingat letak saklar lampu.

“Asmodeus, di mana kau?” panggilku. Persetan dengan saklar lampu, aku tidak tahu di mana letaknya. Tanganku masih meraba-raba sekitar. “Asmodeus, di mana kau? Ini aku. Ini aku, Emma.”

Angin berhembus kencang, hampir aku terjungkal kalau tak bersandar pada dinding. Untaian rambutku bergerak memburu angin, menari-nari dalam hembusannya. Kau ada di sini. Dengan agak bersusah payah, aku menyungkum tanah. Memberi rasa sujud padamu.

“Ada apa kau kemari, Emma?” tanyamu dengan suara rendah tapi terdengar menakutkan. Bila ini pertama kalinya, aku pasti akan berlari ketakutan.

Bunyi jentikan jarimu membuat ruang gelap gulita mendapat sedikit penerangan. Tubuh itu bersinar seperti pelita. Kutundukkan kepala tatkala kau mulai menampakkan rupa. “Aku merindukanmu. Sudah kucoba untuk menahan hasrat ini, tapi apa daya. Kau begitu memabukkanku. Seperti katamu, memerlukan dirimu. Maafkan aku.”

Tawamu memenuhi ruangan, membuatku agak bergidik. Bagaimana pun kau masih seorang dewa, rasanya ucapanku pun terasa tidak pantas. Salahku, kalau aku tidak bermain-main denganmu, Asmodeus, mungkin tidak akan seperti ini. Kalau saja dulu aku mampu menahan hasratku hanya pada para pria-pria biasa di luar sana, tapi apa daya, tubuhku meminta lebih. Kau datang, iya ... Asmodeus datang menawarkan seluruh pesona yang mampu meluluh-lantahkanku.

Berbeda rupa dengan kehadiran yang dulu. Rupa yang kini membuatku bergidik ketakutan, tapi aku masih mengenali pesonamu, Asmodeus.

“Berdirilah, Emma.” Aku berdiri mematuhi perintah itu. Wajahmu mendekat.

Rupa asli seorang Asmodeus tak setampan jelmaannya, malah menyeramkan. Asmodeus dalam wujudmu saat ini berperawakan seperti monster dengan ekor berbentuk ular. Mulut yang terus-menerus mengeluarkan asap, membuatku terasa hangat dan tubuh lemah ini merespon sesuatu yang berbeda. Rupa kepala kiri dan kananmu yang menjadi masalah untukku, karena jumlah kepalamu  yang ada tiga dan hanya yang di tengah yang tampak normal, meski agak menyeramkan. Aku tidak dapat membayangkan harus bercinta denganmu dalam wujud seperti ini. Maksudku, wujudmu saja sudah seperti monster, belum lagi ada kepala  yang berbentuk domba dan banteng. Bukankah itu menyeramkan. Mata kepala domba itu memandangiku dengan tatapan yang membuat takut.

“Kau tampaknya terganggu dengan wujud asliku,” ucapmu tersinggung. Aku berusaha menyanggah, tapi wujudmu telah lebih dulu berubah seperti Asmodeus yang kukenali. “Tak apa, asal kau tidak terganggu dengan hasratku.”

Aku tersenyum malu mendengar godaan itu. “Aku menginginkanmu, Asmodeus.” Kuamati wajah rupawan ini, tanganku menelusuri wajah itu. Lancang sekali aku ini. Hasrat seperti menjalar di seluruh tubuhku, setiap sentuhanku pada dirimu, membuat ingin memilikimu.

“Kau tidak takut sama sekali, Gadis Kecil.”

“Tidak, asal itu denganmu. Maukah kau?” tanyaku. Asmodeus, kau menyentuhku. Oh tidak, pasti kau sengaja melakukannya.

Kurapatkan tubuh padamu, bibir lembut itu memenuhi bibirku. Asmodeus, kau memilikiku. Tubuh, raga, hasrat, semua milikku menjadi milik Asmodeus. Kau melakukannya dengan panas, hingga membuatku kesulitan menandingi, tapi aku suka. Mampu membuatku merasa puas yang nyata, sesuatu yang tak akan ditemui pada manusia biasa.

“Terasa hangat di dekatmu,” pujiku. Tubuh kita saling bersentuhan di atas kasur.

“Tentu saja, aku adalah iblis di buku-buku kalian. Panas di neraka.” Jawaban yang kau berikan terkesan aku telah menghinamu. Bukan itu maksudku.

“Bukan itu, aku benar-benar merasa hangat dan nyaman di dekatmu. Tidak seperti pria lain.” Kecupan lembut kau hadiahi, bibirku merasa hangat. “Tanpa menyentuhmu, tubuhku sudah tahu kau terlalu indah. Maafkan aku yang selalu menginginkanmu. Aku tahu ini tak pantas.”

Gairah masih memenuhi diriku. Ini tidak akan berhenti selama aku berada di dekatmu. Perasaan ini yang membuatku selalu merindukanmu. Dekapan ini, kehangatan ini.

“Asal kau tidak melupakanku, karena kau telah jatuh dalamku.” Napasmu saat berbicara menggelitik telingaku. Angin kembali berhembus kencang, menyentuh tubuhku yang tak terbalut kain. Asmodeus, kau mulai terbakar, wujud itu menghilang bagai angin malam.

Hatiku terasa kecewa, rasa rinduku masih menginginkan hadirmu. Kesalahan terbesarku, mulai jatuh cinta padamu. Aku tahu ini salah. Tidak seharusnya seperti ini, namun kegelapan telah menarikku kuat ke dalam sana. Dimabukkan rasa asmara membara yang tak terjelaskan.

Isakan tangis keluar begitu saja. Apakah sampai seperti ini aku menginginkanmu? Aku sendiri bahkan tak sadar, seluruh yang ada dalam diriku begitu inginkan dirimu, Asmodeus. Segala hal tak mampu lagi terkondisikan dengan kemampuanku sebagai manusia, hanya tangis yang keluar.

Pernah kucari tahu mengenaimu di perpustakaan kota, usai jumpa pertama kami, semua sumber mengatakan kalau Asmodeus adalah perwujudan iblis hawa nafsu dalam tujuh dosa besar. Namun aku tidak peduli, aku sudah siap. Jiwaku memujamu sebagai dewa, tak peduli bagai apa wujudmu itu. Bila memang aku harus dihukum, tidak keberatan asal itu untuk memuaskanmu. Harus tertatih sekalipun aku akan lakukan.

Selimut tipis di bawah kaki, kutarik untuk menutupi tubuhku. Apakah memiliki Asmodeus terlalu mustahil bagiku?

***

Sudah hampir satu jam aku berkeliling di perpustakaan, buku yang kucari masih belum ketemu. Sebenarnya, aku sendiri tidak yakin apakah buku itu ada. Memang itu hanya harapanku, tidak salah bukan jika mencoba?

“Cara menjadi istri iblis,” ucapku pelan sembari melihat judul-judul buku di depanku. Ah, tidak ada. Aku ingin tertawa rasanya mengingat judul buku yang sedang kucari.

“Apakah kau begitu ingin memilikiku sampai seperti itu, Emma?” bisik seseorang tepat di belakang tengkukku.

Aku hampir memekik bila punggung tangannya tidak menutup bibirku. Dapat kurasakan langkah kakinya berjalan ke depanku, masih dengan tangan yang menutupi bibirku.

“Asmodeus?” ucapku tak percaya. “Bagaimana mungkin?”

“Kau merindukanku?” tanyamu dengan senyum terpatri di bibir.

Aku mengangguk senang. “Bagaimana kau tahu aku ada di sini? Ah iya, maafkan aku selalu lupa jika kau seorang dewa. Maafkan aku.”

Tangan kekar itu kau gunakan membelai lembut puncak kepalaku. Bulu kuduk meremang lantaran tidak mampu menahan gelora dalam diriku. Aku tahu kau pasti sengaja melakukannya, untuk membuat makhluk ini menjadi tak berdaya. Bukankah memang begitu tugas seorang iblis? Dan aku adalah pendosa yang terbuai dengannya.

“Kau mau memilikiku? Kau tahu itu agak mustahil. Bagaimana jika ditukar dengan sebuah penawaran?” tanyamu.

“Maksudnya?” Penawaran apa yang ingin kau berikan padaku. Aku tahu, iblis akan mulai melakukan penawaran kalau dia menyukai manusia itu. Dan kau menyukaiku?

“Kau ingin bercinta denganku kan? Dan kau tahu, permintaanmu itu tidak selalu dapat kuturuti? Aku juga membutuhkan balasan darimu. Dengan penawaran ini, kau bisa bercinta denganku.”

“Benarkah? Katakan penawaran apa itu?” Tanpa sadar tanganku menyentuh kedua lenganmu, memohon sebuah tawaran yang pantas untuk ditukarkan untuk memilikimu.

“Bukan memiliku ya. Kutambahkan sekali lagi. Hanya sepanjang malam saja.” Kau memutari tubuhku. Tangan kekar itu diletakkan di pundakku sebelum kau membisikkan, “Bagaimana jika kau bercinta dengan tujuh puluh pria? Entah di mana kau menemukan mereka, usia mereka. Dalam waktu satu minggu. Aku akan memberimu hadiah, setiap kali kau berhasil. Bagaimana, Gadis Kecilku?”

Tujuh puluh pria? Ini terdengar gila, hanya saja ... tubuhku mengiyakan, tubuh ini terlalu mengingkanmu, Asmodeus. Aku bahkan hampir tak sadar kalau menganggukkan kepala untuk menjadi budak cintamu.

“Gadis pintar,” pujimu. Tahu-tahu saja kau sudah mengecup bibirku dengan ganas, seolah sengaja membuatku bergairah. Memang menyebalkan, tapi aku tak menolak. Sudah gila juga aku ini, terbuai dalam bujukanmu.

***

Tubuhku nyaris tak mampu digerakkan. Tentu saja, bagaimana tidak? Memuaskan sepuluh pria dalam sehari. Kakiku terasa kebas, pria di sebelahku tertidur dengan pulas tak memedulikanku yang masih menahan rasa sakit. Kurang satu pria lagi untuk minggu ini.

Meski terasa perih dan sakit, aku memaksakan tubuhku untuk bangkit. Pakaian yang bercecer di lantai, kupakai kembali di tubuh. Kaki sudah nyaris tak mampu menopang tubuhku. Ponsel di tanganku mencari nomor pria yang setelah ini kuajak bercinta.

“Halo, Roy?” sapaku kala telepon di seberang sudah mengangkat.

“Halo, Emma. Kamu di mana?”

“Kamu sudah di kamar?” tanyaku tak menyahuti pertanyaannya. Tubuhku sudah tak mampu merespon dengan benar. Rasa sakit membuat perutku seperti terlilit tali.

“Tentu saja. Aku menunggumu, segeralah ke sini.”

“Beri aku kekuatan, Asmodeus,” batinku. Entah ini hanya perasaanku saja atau memang benar, tapi angin berhembus hangat di dekatku. Mungkin kau sedang menjawab doaku.

***

Kupakai selembar lingerie di tubuh, sudah menjadi kegiatan sehari-hariku. Dan inilah yang menjadi pilihan mata pencaharianku. Hampir sepuluh tahun aku melakukannya, melepas gelar sarjana hukum dan bergelut dengan para pria di atas kasur. Tubuh indah ini sering terpampang menjadi bahan tontonan lelaki, menarikan tarian seksi untuk mereka.

Untuk Asmodeus.

Semua ini kulakukan untukmu. Kedua orang yang kupanggil orang tua sudah mengusirku jauh-jauh. Mereka malu untuk memilikiku sebagai anak mereka. Aku tidak peduli. Di pikiranku hanyalah untuk mematuhimu, Asmodeus.

Awalnya, semua ini kulakukan untuk memenuhi hasrat dalam diriku. Namun tidak lagi. Aku mencintaimu, aku mau untuk melakukan tugasmu. Tidak hanya pria-pria bernafsu saja, tetapi juga pria lugu yang tak berani bermain di bar. Semua perintahmu, kulakukan.

Kau selalu memberiku imbalan untuk setiap perintah yang kupatuhi. Hidupku pun tak perlu khawatir untuk kekurangan, kau menyediakan semua itu untukku. Hanya jika aku mematuhi perintahmu, cukup mudah.

Asmodeus, kau bahkan mengajariku banyak hal. Kupakai semua itu untuk pekerjaan ini. Bos pemilik bar mangatakan kalau menyukaiku, sumber penghasilannya. Banyak membawa pelanggan di luar bar. Siapa yang mampu melakukannya jika bukan aku? Dan kau membantuku.

“Bagaimana bisa kau memuaskan pria dengan begitu baik, Emma?” tanya pria yang sedang terengah-engah akibat permainanku.

“Aku belajar dari dewa, ini anugerah. Bukankah pacarmu tak mampu memberikannya?”

Pria itu hanya mengangguk. Tatapannya menunjukkan hasrat yang memenuhi dirinya, bukankah kau suka lelaki ini, Asmodeus. Kau selalu suka kalau aku mampu membuat pria terbuai puas dengan tubuh ini, karena akan memudahkanmu untuk menariknya dalam dosa.

“Untukmu, Asmodeus,” ucapku berbisik.

Tubuhku terasa hangat, seolah kau sedang memeluk hangat. Bagaimana jika kau menikahinya? Sebuah suara terdengar seperti bisikan di telingaku. Mungkin ini hanya halusinasiku.

Ini aku, Asmodeus. Aku memintamu menikahinya.

Apa-apaan ini? Aku tidak mau. Aku hanya mau melakukan ini untukmu, Asmodeus. Aku tidak mau jika diminta menikahinya. Toh, dia tidak akan mau dengan pelacur sepertiku. Umurnya pun baru dua puluh lima tahun, mana mau dengan wanita yang sudah berumur tiga puluh tahun. Jangan bercanda, Asmodeus.

Kau tidak diberikan perintah untuk menolakku, Nyonya. Kau sudah mulai nakal ya, tidak seperti dulu.

Bagaimana mungkin? Aku sudah mematuhimu tapi aku tidak mau jika menikah. Apakah aku masih bisa berhubungan denganmu?

Tentu saja. Kau harus patuh, Emma. Dia bisa membuat kita semakin kuat. Dia adalah pria kaya.

***

Wajahnya menampilkan kebahagiaan yang tidak mampu kujelaskan. Tidak sepertiku, berusaha menampilkan senyum terbaikku namun itu semua palsu. Gaun putih gading dengan terpaksa kugunakan dalam pernikahanku dengannya. Aku benar-benar tidak menyangka jika dia mau menikahiku.

“Emma, aku mencintaimu.

Bibir Jason mengecupku bersamaan dengan teriakan riuh para tamu. Tepuk tangan memenuhi gedung ini kala kami berciuman.

Ini semua untukmu, Asmodeus.  Akan kubuat dia menjadi budak kita. Budakmu untuk melakukan aksimu. Aku tahu cara untuk membuat pria ini mematuhiku, cintanya padaku melebihi apa pun itu. Cinta yang dia kira terbalas itu. Persis seperti cintaku pada dirimu.

Pernikahanku dengan Jason, yang kau rancangkan, berjalan lancar saja selama enam bulan. Aku juga sudah membuatnya jatuh terlalu dalam, cintanya kini pasti hanya untukku. Inilah saat di mana aku harus melakukan perintahmu, Asmodeus.
 
“Bisnismu tidak berjalan baik ya?” tanyaku dengan wajah sedih. “Aku ingin memberimu sebuah ide bisnis. Hanya saja aku tidak tahu apakah kamu mau?”

Jason mengusap dahinya. Memang benar bisnisnya semakin kacau. Asmodeus, kau yang melakukannya, merusak bisnis pria ini. “Benar, bisnisku kacau. Rasanya akan bangkrut. Bisnis apa? Katakan, aku akan mendengarkannya.”

“Budak seks."

Jason memicingkan mata, seolah dia baru saja salah dengar dan tidak menyangka ucapan itu keluar dari bibirku. “Aku tahu, kau dulu pernah bekerja di dunia yang hampir seperti itu. Tapi, itu bukan ide yang bagus deh.”

“Siapa bilang? Budak seks sangat dicari. Aku bisa membantumu mencari gadis-gadisnya jika kamu mau. Gadis polos, lugu. Aku bisa mencarinya. Yah, aku tahu kau tidak akan menyukai ideku. Benarkan?”

“Bukan begitu, Sayang. Hanya saja bagaimana jika pihak berwenang mengetahui bisnis itu?”

“Tidak mungkin. Kita melakukannya diam-diam. Teman bisnismu kan banyak sekali tuh. Bisa kita jadikan pelanggan. Tapi kalau kau tidak mau, aku tidak memaksa. Aku siap kok hidup sengsara denganmu.”

Aku mulai merajuk seperti anak kecil. Jason pasti akan menurutiku.

“Baiklah.”

***

Asmodeus, sekarang aku harus bagaimana? Mengapa kau tidak pernah muncul lagi? Apakah kau tahu jika Jason menjualku dan kini ada penyakit yang menggerogoti diriku? Apakah kau tahu jika rasanya aku ingin mati saja tapi aku masih menunggumu?

Asmodeus, di mana kau?

“Berat badanmu terus turun. Paksakan untuk makan, setidaknya untuk menjaga kekebalan tubuhmu,” ucap dokter di hadapanku. Wajahnya seperti menatapku dengan kasihan. “Tubuhmu sudah rusak dan kau sebatang kara. Aku hanya bisa membantumu sedikit.”

Yah, aku menjadi makhluk yang dikasihani. Apakah dia tidak tahu? Aku ini kekasih Asmodeus. Tidak pantas mendapat rasa simpati yang seperti itu. Aku bukan makhluk rendahan.

“Mungkin ini sedikit menggurui, tapi ada baiknya kau bertobat. Mencoba berdamai dengan masa lalumu. Mungkin Tuhan memberi mukjizat untuk pertobatanmu. Hiv-mu memang sudah berkembang menjadi Aids.”

“Aku ini kekasih Asmodeus, aku tidak mengenal Tuhanmu.” Ucapanku parau, rasa sakit di tenggorokan dan sariawan di bibir membuatku kesulitan berbicara. Mungkin dokter ini akan mengira aku sudah gila.

Asmodeus, tolong aku. Di mana dirimu? Aku merindukanmu, bawa aku bersamamu.

Kurapatkan jaket sembari keluar dari ruang dokter ini. Tubuh ini terasa sangat lemas. Tidak hanya satu dua bagian saja yang terasa sakit, tapi seluruh tubuh ini sudah nyaris tidak mampu digerakkan. Majikan yang membeliku sebagai budak seks, membuang diriku begitu tahu aku terjangkit Hiv. Padahal dia mengagumiku setengah mati dan menyiksaku siang dan malam.

Aku terjebak di kota yang tak begitu dikenali. Tertatih-tatih mencari tumpuan hidup. Memang dokter muda itu menawariku tinggal di penampungan orang-orang yang senasib denganku. Tentu saja kutolak, aku tidak pantas disandingkan dengan mereka. Aku ini milik Asmodeus.

Tubuhku terkapar di lantai. Kudengar suara teriakan dan suster menghampiriku. Kepalaku sangat pusing, semuanya terasa kebas. Aku nyaris tak bisa merasakan rasa pusing ini. Asmodeus, bawa aku.

Kau harus bertahan diri, Emma. Aku sudah meninggalkanmu. Namun, kita pasti berjumpa.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro