Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Prologue

Prologue

.
.
.

Di siang hari yang terik panas dan berubah menjadi hujan lebat di saat yang sama, hari sekolah yang biasa, tanggal juga bulan yang biasa di bulan Juli.

Kicau jangkrik yang bernyanyi riang samar-samar terdengar dari pohon—menantikan musim panas yang akan datang setelah musim semi menerbangkan impian helai-helai bunga sakura.

Suasana istirahat makan siang di SMA Karasuno terlihat lenggang dan santai, sehingga kebanyakan pergi keluar kelas dan ke kantin atau berkeliling sekolah.

Di kelas 2 - 2, terdapat sedikit siswa-siswi yang tetap berada di kelas—tetapi, kita menuju ke sudut kelas paling pojok. Terdapat empat anak perempuan yang tengah menyantap bekal makan siangnya alias bento. Dan ada sang protagonis di salah satu antara mereka. Navira Ainamida.

"Wah! Terlihat enak, Sasaki-chan!" ujar gadis berambut hitam lurus yang bernama Arisa pada salah satu temannya Sasaki—yang tengah membuka kotak bento-nya.

"Terima kasih, ini aku buat dengan makanan yang ada saja di kulkas." ujar gadis bermata coklat kehitaman tersebut sambil tersenyum ramah.

Risa, sahabat mereka yang berpenampilan paling rapi dan berada di sebelah Navira, sedikit kaget melihatnya yang memperlihatkan dua kotak bento. Dan salah satunya sudah dihabiskan terlebih dahulu.

"Astaga, kau bawa dua ya, Navira-chan?? "

Dia mendongakkan kepala padanya sambil mengunyah makanannya.

"Hm? Aku sedang lapar makanya bawa dua bekal."

Yah, Navira kadang memang lapar tapi itu tak masalah karena mereka memakluminya dan akhirnya mereka berbincang ringan sambil makan bento.

Gadis itu mengunyah makanannya kembali sambil mendengarkan perbincangan ringan ketiga teman-temannya, hingga mereka selesai makan dan bersiap untuk membereskan semuanya. Dari berbagai topik yang ada, mencuatlah satu topik yang membuatnya mau tak mau harus didengarkan.

"Navira-chan, kau sudah pernah bertemu dengan anggota tim voli dari sekolah lain?" tanya Arisa penasaran sambil menatapnya yang merapikan kotak bento.

"Kau bicara apa, Arisa-chan? Pastilah pernah. Dia 'kan manajer klub voli sekolah kita." Sasaki berujar pada teman kelasnya tersebut sambil memegang sumpit.

"Asisten manajer." koreksi Navira malas.

"Jadi... Kau pasti pernah bertemu dengan Oikawa Tooru dari Aoba Jousai, 'kan?"

Gadis bermata hijau giok yang tengah meminum air putih dari botol pun tersedak dan terbatuk-batuk—sampai harus ditenangkan oleh Sasaki dengan tepukan punggung.

Risa yang melihat reaksinya tertegun dan menoleh ke arah Arisa. "Arisa-chan, apa maksudmu bertanya begitu padanya?"

Risa, teman sekelas yang pengertian dan lemah lembut tersebut tahu kalau dia tidak terlalu suka membicarakan topik apalagi membahas tentang laki-laki.

Yang bersangkutan hanya mengendikkan bahu. "Aku hanya penasaran. Habisnya, pasti mau tak mau Navira-chan akan bertemu dengan anggota tim dari sekolah lain. Apalagi kudengar Oikawa Tooru itu cukup terkenal akan keahliannya di olahraga dan dikalangan para gadis. Bahkan gadis-gadis dari kelas sebelah juga membicarakan tentangnya walau dari sekolah lain."

Setelah dia tenang (terima kasih pada Sasaki yang menepuk punggungnya), gadis itu memincingkan mata sambil bertanya curiga dan sewot. "Oi, aku ini cuma asisten manajer... dan aku memang pernah bertemu dengannya langsung. Lantas kenapa?"

Yah, dia pun masih ingat ketika melihat caranya berlatih tanding dengan tim sekolah kalian. Serangannya memang mematikan dan hampir membuatnya merinding ketika memikirkannya lagi.

Untung saja waktu itu tidak terkena pemain lain, kalau sampai...

Oke, Navira tak ingin membayangkannya jadi kita lewatkan saja.

"Sudah ku bilang, hanya sekedar penasaran. Kenapa kau terkejut? Pantas saja, bukan? Apalagi dengan keahliannya bermain di lapangan, dia menjadi kapten tim sana."

"Begitukah? Informasimu lengkap juga ya..." Sasaki tertawa garing karena informasi yang didapatkan oleh temannya yang jago mendapatkan berita dari kalangan siswa-siswi.

Navira memutar kedua bola matanya dengan malas. Memang benar, dia pernah bertemu dengannya dan terlihat dia berpenampilan a la playboy walau dapat diandalkan di lapangan.

Tapi sikapnya itu...

Ugh, memikirkannya saja sudah malas.

Dia hanya tak suka membahas soal lawan jenis karena pasti mencondongkan topik ke arah yang cinta-cintaan. Ugh, memuakkan.

"Tapi aku juga menyukai kapten di tim sekolah kita, dia terlihat pemberani." ucap Sasaki setelah selesai merapikan bento-nya sendiri.

Navira menoleh sambil mengernyitkan dahi. "Maksudmu Sawamura Daichi? Dia yang berambut hitam dan anak kelas tiga? Kau pernah ikut antar aku ke klub kan ya??" Ia mencoba mengingat.

Gadis bermata lentik dan berambut sepinggang tersebut tersenyum riang sambil mengangguk. "Ya. Dia sepertinya pemimpin yang baik."

Dia berpikir lagi sambil mengunyah telur gulung goreng terakhir dan menutup bento yang telah habis. Sawamura memang terlihat berwibawa dan sangat bisa diandalkan di lapangan pada saat kesulitan, apalagi dia memiliki aura ramah dan hangat. Dia juga menerima dan merawat Navira beserta pemain lainnya dengan baik di klub.

Mungkin dia setuju akan pendapat Sasaki. Seperti seorang ayah dan pemimpin yang baik.

"Benar sekali. Sawamura itu mempunyai catatan yang bagus di klub dan ramah orangnya pada semua siswa." Arisa menyetujui pendapat teman sekelasnya tersebut. Tangan yang bersangkutan memasukkan kembali bento-nya ke dalam tas yang cukup banyak gantungan lucu berwarna-warni dengan bentuk bunga.

"Oh, kalau tidak salah ada kapten lain yang tampan! Pernah suatu kali bertanya padaku arah menuju klub voli dengan beberapa orang anggota rombongannya di lorong koridor bawah." Risa menyahut sambil mengangkat jari telunjuknya singkat.

Navira mencoba sedikit mengorek informasi, sekaligus penasaran. "Ciri-cirinya?"

Tangannya berhenti sejenak saat hendak memasukkan kotak bento pertama dan yang kedua untuk habis ekstrakulikuler.

Gadis tersebut berpikir sesaat. "Rambut hitam tegak... berantakan sih. Dia tinggi dan cukup tampan. Lalu ada juga yang memegang video games, satu lagi seperti punk, mereka berpakaian jersey serba merah dan bertuliskan Ne... Apa ya, aku lupa tapi ada tulisan 'Ne' di lengannya."

Gadis berkuncir kuda dengan pita merah di rambut coklat kemerahannya tersebut hampir menjatuhkan bento yang ingin dimasukkan—untung saja mendarat di atas meja belajar yang digabungkan.

Sasaki yang bingung akan reaksinya bertanya dengan penasaran juga khawatir. "Navira-chan, kau baik-baik saja? Jangan shock lagi dong!~"

Navira mencoba menenangkan temannya itu dan menghela napas. "... Yang berambut tegak itu juga kapten."

Risa dan Sasaki tertegun lalu mengangguk mengerti sementara Arisa diam saja.

"Kuroo Tetsurou... SMA Nekoma 'kan?" koreksi Arisa, disambut oleh anggukan singkat dari Navira.

"Benar. Dia juga salah satu dari kapten tim sekolah terkuat yang ada di kota Metropolitan—apalagi catatannya juga bagus. Dia pilar dari timnya dengan setter mereka yang bernama Kenma Kozume—anak itu memegang video games karena katanya itu kebiasaan dan hobi. Apalagi SMA kita dengan SMA mereka mempunyai sejarah yang cukup unik di lapangan voli dari dulu. Istilahnya musuh bebuyutan." jelasnya pada mereka bertiga.

Ketiganya sekarang mengerti sambil angguk-angguk singkat, mengemasi bekal mereka sekali lagi sampai selesai.

Selagi mereka berpikir, Navira juga membayangkan wajah mereka juga teknik permainan mereka di lapangan. Memang pantas, apalagi kemampuan mereka sangat baik ketika bermain di lapangan dengan serius dan bersama tim mereka masing-masing, seperti menyatukan dan membuat tim tetap solid juga utuh.

"Ah~ Navira-chan sangat beruntung ya... Bisa melihat mereka secara dekat. Pasti buat hati berdebar-debar~ Apalagi kalau mereka tampan, baik, juga atletis. Pasti kebanyakan gadis akan pingsan kalau dikerubungi mereka, hehe..."

Nada godaan Arisa membuat Navira, Risa, dan Sasaki memandang terkejut dan sweatdrop di saat bersamaan.

"Iya sih..." gumam Risa sambil pose berpikir.

"Aku tidak menemukan itu sebagai kesalahan." celetuk Sasaki polos dengan watados.

Navira yang mulai gerah langsung menyahut, "Ngapain juga aku harus berdebar kalau di dekat mereka? Aku malah melihat mereka dengan wujud bau keringat, gerah panas akan latihan, capek, dan juga mereka itu masih belum ada ototnya. Kenapa aku harus pingsan juga, ha?"

Arisa menyeringai kecil sambil bertopang dagu—dengan nyaman bersandar ke meja di duduknya. "Oh ayolah~ Tak usah berbohong. Aku tahu sifatmu, jadi ya tidak masalah juga kalau kau memang berdebar jika dekat dengan mereka."

Navira tak tahu harus membalas apa selain mengalah. Temannya ini memang pandai berbicara layaknya pengacara. Padahal mana mungkin dia pakai acara pingsan segala. Hanya fangirl yang melakukan hal seperti itu.

"Baiklah, baiklah, anggap saja aku memang berdebar dalam konten tersebut. Lalu?"

Helaan napasnya terdengar malas dan gerah akan pembicaraan yang mulai ambigu.

"Kenapa kau tidak mendekati mereka? Kau itu sebenarnya imut dan manis, kecuali tingkah tomboy-mu yang buat ilfeel. Kecualikan hal itu, siapa yang tak mau denganmu, Navira-chan?" bujuknya dengan perkataan yang logis sekaligus menghasut. Mukanya pura-pura dipoloskan padahal sebenarnya menyeringai jahil.

Navira tahu itu, dan itulah keahlian Arisa—membujuk dengan rayuan dan keuntungan.

"Hentikan ekspresimu. Tidak cocok, tahu." Navira memandang agak geli juga heran.

"Tapi aku cukup penasaran, bagaimana kalau Navira-chan mengencani kapten tim yang pernah dijumpai?"

Navira melongo sesaat.

Usulan polos Sasaki yang tak terpikirkan menjadi awal dari penderitaan seorang Navira Ainamida.

"Hei, Yang benar saja! Aku tidak mungkin melakukan itu. Nanti dikira orang gila!" serunya sambil sedikit menggebrak meja.

Tak pernah terpikirkan olehnya untuk berkencan atau menjalin hubungan pacaran. Mendekati laki-laki saja tidak pernah. Sekalinya didekati, dia refleks tonjok di bagian muka atau badan. Dan sekarang temannya menantangnya dalam suatu yang sepele begini?!

"Mana mungkin aku melakukan hal itu?! Itu memalukan!" ujarnya agak keras untuk mempertahankan diri.

Arisa menghela napas singkat. "Sudah kuduga, kau menolak. Kau memang pengecut—"

"Aku tidak pengecut, sialan!!" ujar Navira sambil mempertahankan harga dirinya dengan marah kesal, kedua tangannya mengepal.

Risa dan Sasaki mencoba merelai dan menenangkan mereka, tapi tak digubris.

Dia masih menyeringai kecil, kemudian ia menunjuk Navira dengan telunjuk kanannya. Gadis itu mendadak memasang wajah tegang, sambil menelan ludah dengan pelan.

"Kalau begitu, buktikan."

Tatapan berarti itu membuat sang teman sekelas terheran dan terdiam.

Tangan kirinya memegang pion bersimbol naga yang ia ambil dari tasnya. Arisa tersenyum tipis. "Aku menantangmu melawanku dalam permainan Mahjong."

Kedua pasang mata gioknya sedikit terbelalak. "...Mahjong?"

Sang sahabat mengangguk pelan sambil mengeluarkan pion-pion lain yang ada dari dalam tasnya dengan riang. "Ya. Kita akan bertanding Mahjong sekarang. Jam istirahat masih lama, dan kita punya banyak waktu. Jika aku kalah dalam permainan; maka kau boleh melakukan apapun padaku, Navira-chan."

Pasti ada sesuatu, pikir Navira sambil berpeluh malas.

"Lalu... Kalau aku kalah?" tanyanya hati-hati.

Arisa menatapnya dengan senyum simpul. "Maka kau harus pergi berkencan—dan meladeni para kapten tampan itu. Satu hari satu orang kapten, selesaikan tantangannya kalau mau buktikan bahwa kau bukanlah pengecut. Apalagi kalau kau kalah dari temanmu yang payah soal Mahjong ini."

Deklarasi Arisa yang mencengangkan membuat Navira terpaksa terjebak dalam urusan yang berkaitan akan romansa tersebut.

Satu hal yang tak paling ia sukai selain pelajaran Matematika.

Apalagi mereka bertanding dengan permainan Mahjong. Astaga, gadis berambut hitam legam lurus hingga sepinggang itu pasti sudah tidak waras. Yang hanya bisa dilakukan sekarang hanyalah menolak atau meladeni temannya satu ini.

"Yah... Mulai lagi deh si Arisa-chan." Sasaki bergumam kecil sambil berpeluh, sementara Risa hanya bisa tertawa garing pelan karena melihat situasinya begitu.

Yang bersangkutan menghela napas. "...Baiklah. Aku terima tantangannya." sahut Navira-yang terpaksa meladeninya.

Dia takkan membiarkan seseorang merusak harga dirinya, tidak akan!

"Aku pasti akan mengalahkanmu di permainan Mahjong. Lagipula, aku selalu menang dalam permainan ini kalau main di rumah." ucapnya sedikit bangga.

Seringai Arisa makin terbentuk manis menghiasi wajahnya yang menyamar menjadi senyuman lucu.

"Berjuanglah~ Kami mendukungmu!~" ujar Sasaki untuk menyemangati Navira agar menang.

"Aku punya firasat tak enak..." Risa hanya cuma bisa berpeluh dengan gumaman pelan tersebut.

Aku pasti bisa, ya... Aku yakin akan itu!

Teriakan lantang dalam hati Navira membuatnya berani menerima tantangan tersebut.

Apakah ia akan menang?

Ataukah dia akan kalah dan terpaksa melakukan hukuman/tantangan Arisa?

Yang dimana sumber dari segala masalah akan dimulai-

Ataukah...

Sumber dari sebaliknya?

.
.
.

To Be Continued

===========================================================================

Wtf is this lol please forgive me to not update another stories so soon qwq

Another story for some ficlet or short multichaps fic that I accidentally typed and being the draft in my laptop for who-knows-when.

Damn, I look like a lost lamb when I was typed these chaps *le laugh*

Okay so whatcha guys think about this story?

Lemme know what you think about it with vote and comment. I will be sure to fix any mistake if you tell me and I will fix it right away~ BYE~~~ ;3

Regards,

Author♥

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro