Chapter 5: The 'Scheming' Captain
BGM for the Chapter: Girls Generation - Lion Heart
.
.
.
"HAH?? TOKYO?!?!"
Teriakan itu mengagetkan beberapa orang yang tengah istirahat dari latihan di ruangan luas—dan masih berada dalam lingkungan sekolah SMA Karasuno.
Hari Rabu, empat hari setelah kencan tantangan bersama Oikawa Tooru dari Aoba Jousai telah kelar—Navira harus secepatnya melaksanakan tantangan ketiga dengan target selanjutnya, yakni Kuroo Tetsurou dari SMA Nekoma.
Apalagi, Arisa masih mengawasinya dan menantikan semua bukti foto setelah semuanya selesai.
Teman bajingan yang sangat patut untuk dicontoh, pembaca sekalian.
Untuk itu, sekarang protagonis kita tengah konsultasi dengan kakak kelas yang mengetahui masalahnya—salah satunya ialah Sugawara Koushi, wakil kapten Karasuno.
Keduanya tengah berbicara di dekat pintu masuk yang terbuka. Hari ini hanya sang kapten Karasuno dan Ace yang absen, dikarenakan membahas jadwal latihan tanding dengan pelatih Ukai dan guru Takeda—sementara Asahi menjalani les privat di luar sekolah akhir-akhir ini.
"Sst!! Jangan berteriak, Ainamida-san." Sugawara yang masih memakai kaos latihan dan celana olahraga—mengisyaratkan sang gadis untuk tenang, dengan jari telunjuk yang berada di depan mulut sendiri.
"Ups..."
Langsung ia tutupi mulut dengan kedua tangan lalu membukanya lagi, kali ini agak pelan.
"Jadi, nanti aku harus ke Tokyo untuk menemui kapten Nekoma itu?"
Sugawara menghela napas singkat, "Mau tidak mau, Ainamida-san. Kau harus melakukannya kalau mau menyelesaikan tantangan temanmu itu. Nekoma memang berlokasi di kota Tokyo. Soalnya kami punya kesibukan sendiri-sendiri. Kami tak bisa mengantarmu untuk kali ini."
"Tapi itu jauh sekali! Apakah aku harus sendirian kesana? Apakah tidak merepotkan?? Aku bisa bilang pada Arisa untuk membatalkan tantangannya—"
"—Lalu bagaimana dengan harga dirimu?"
Navira terdiam saat Sugawara menyela.
Kedua tangannya bersedekap di dada. Pandangannya menjadi serius menatap sang asisten manajer sambil berkata, "Bagaimana dengan dirimu? Kau bilang pada Daichi, bukan; kalau kau akan melaksanakan tantangannya. Demi harga dirimu sendiri, demi harga diri sebagai seorang anggota tim bola voli, demi harga diri sebagai seorang gadis agar tantangannya cepat selesai. Dan sekarang kau mau menyerah? Setelah dua tantangan yang terselesaikan dengan mudahnya—lalu kau mau kabur dari hukumanmu, begitu?"
Bungkam dan terhenyak.
Itu saja yang bisa gadis itu lakukan saat mendengar pernyataan yang meluncur dari mulut sang wakil kapten Karasuno.
Sugawara tak biasanya tegas begini, tapi karena ini menyangkut anggota voli dan harga diri, maka mau tak mau harus terlibat dan menjaga anggota tim yang ada.
Apalagi Navira tetaplah salah satu pion dari tim Karasuno.
Dalam diam gadis itu merutuk dan malu pada diri sendiri dan di hadapan Sugawara serta seluruh tim.
Aku benar-benar payah, pikirnya sambil menunduk pelan, memandang lantai yang terlihat menarik.
Kemudian, ia dongakkan lagi kepalanya kepada sang setter andalan tim dengan mantap.
"...Tidak. Aku akan tetap melakukannya. Seperti yang kau katakan; semua ini demi harga diriku dan sebagai anggota voli—aku yang salah dan kalah, jadi aku harus menyelesaikan hukumanku dengan benar, Koushi-senpai."
Setelah ucapan itu, Sugawara menghela napas lega dengan senyum riang, "Baiklah. Karena kau akan pergi kesana, aku sudah menentukan dengan siapa kau didampingi untuk ke Tokyo!"
Manik itu mengerjap dengan bingung.
Hah? Maksud?
"Tsukishima! Hinata! Tolong kemari sebentar!!"
Sahutan lumayan keras itu membuat kedua yang bersangkutan tengah latihan, segera mendekati Sugawara dan sang asisten manajer yang cuma diam menengok pada sang teman seangkatan.
"Sugawara-san memanggilku??" Hinata yang masih semangat karena latihan dengan Kageyama pun menyahut dahulu, sebelum Tsukishima menyusul dari belakang.
"Iya. Aku memanggil kalian berdua. Aku mau tanya, kalian ada kegiatan di akhir pekan ini atau tidak?"
Keduanya menggeleng.
Senyum sumringah menghias dengan aura berbunga, pemuda kelas tiga tersebut menepuk kedua tangan sekali sambil menyatakan pada keduanya, "Kalau begitu aku minta tolong pada kalian untuk ikut mengantarkan Ainamida-san ke Tokyo, ya!~"
Sugawara tersenyum.
Hinata terbengong.
Tsukishima terdiam.
Navira cengo seketika.
"Eh?!?!"
Seruan dari Navira dan Hinata bersambut nyaring, menghasilkan Sugawara yang menenangkan mereka.
"UWOOH!! Tokyo!~~" Hinata langsung bersemangat dengan berapi-api di matanya.
"Hinata, jangan teriak lagi.." Sugawara coba mendiamkan sang adik kelas.
Metafora saja. Maklumi author yang khilaf.
"Bolehkah aku bertanya?"
"Hm? Silakan saja, Tsukishima."
"Untuk apa kami ke sana? Apalagi,"
Tsukishima melirik sinis kepada Navira—membuat bersangkutan melirik tak suka—lalu kembali menatap Sugawara.
"Kenapa juga aku harus ikut dengan Hinata dan mengantar manajer payah ini, Sugawara-san?"
Panggilan yang menurutnya nista itu membuat sang gadis naik pitam.
"Manajer payah apa maksudmu?! Aku juga mana mau kau untuk menemaniku, dasar tiang listrik!!" Navira langsung menyergah membela diri dengan membalas cercaan yang sama.
"Masih mending aku tiang listrik, daripada kau. Menghitung Matematika saja payah. Dasar manajer bodoh."
"Apa katamu?! Bilang sekali lagi dan kupatahkan kakimu!!"
DUAK!!!
Sugawara serentak menggetok singkat keduanya yang bertengkar, sementara Hinata terbengong cengo akan kejadian langka tersebut.
Poor child.
Sugawara berdeham mengembalikan ke topik awal, "Jadi begini, Ainamida-san mau pergi untuk menemui kapten Nekoma karena ada urusan, tapi dia tak bisa berangkat sendirian atau nanti akan tersesat—jadi aku minta tolong kalian berdua untuk menjaga dan menemaninya selama ada di sana hingga kembali ke Miyagi."
Sugawara menoleh ke arah Hinata yang diam dari tadi.
"Hinata, kudengar kau punya kenalan dari Nekoma. Benar?" tanya sang wakil kapten.
Hinata mengangguk mengiyakan, "Iya. Aku kenal dengan Kenma. Dia temannya Kuroo-san."
Sugawara menyunggingkan senyuman tipis.
"Bagus, aku ingin kau mintai dia bantuannya untuk menuntun kalian—karena Ainamida-san perlu bertemu dengan kapten Nekoma. Dan Tsukishima,"
Dia menoleh ke arah sang adik kelas yang jangkung, "Aku dengar kau cukup akrab dengan kapten Nekoma dan duo Fukurodani. Benar? Aku dapat kabar itu dari Akaashi-san."
"Kami hanya kebetulan latihan bersama pas waktu pelatihan. Itu saja.." Matanya melirik ke arah lain, tampak acuh tapi tak menolak fakta tersebut.
"Sama saja itu—makanya aku pilih kalian berdua untuk menemani Ainamida-san. Tolonglah~ Ini situasi yang krisis. Nanti aku traktir kalian bakpao daging di toko pelatih deh~"
Sugawara memohon pada keduanya, membuat Hinata bersemangat dan Tsukishima makin mengerutkan dahi.
Navira yang daritadi tertegun saja cuma bisa menyimak usaha kakak kelasnya agar mereka ikut ke Tokyo bersamanya.
Dalam hati, dia sangat berterima kasih pada Sugawara dan kakak kelas lainnya yang tahu ini atas perbuatannya.
Senpai.... Aku takkan kecewakan kalian. Aku akan menyelesaikan hukumanku dengan baik, tekadnya mantap dalam hati.
"Benarkah, Sugawara-san??? Yayy!!~ Aku setuju!!" Hinata menerima sogokan dengan senang hati dan pose hormat.
Sugawara tersenyum sebagai balasan dan beralih ke Tsukishima.
"Tsukishima, ayolah~ Ya? Kali ini saja aku memohon padamu. Tolonglah bantu senpaimu ini~"
"Tidak."
Eh?
"Eh?? Tapi—"
"Maaf tapi aku tak mau. Permisi."
Perkataan Sugawara disela dengan acuh oleh sang adik kelas, dan yang bersangkutan berlalu.
Ketiganya terdiam bingung karena reaksi sang blocker kelas satu tersebut.
"Dia benar-benar tidak mau ya.." gumam pelan Sugawara.
Hinata terheran pun bermuka kecut, "Dia kenapa sih? Padahal dapat bakpao juga..."
Navira yang terdiam tadi langsung menjajakkan kaki untuk lari menyusul Tsukishima yang berada di luar gymnasium sekolah.
"Hei! Tunggu!!"
Teriakan itu tidak dihimbaukan oleh sang tertuju.
Merasa Tsukishima masih terus mengacuhkannya, akhirnya Navira berlari kencang dan mendapati bahwa lelaki berkacamata tersebut ke tempat keran air panjang di samping bangunan.
"Hei, kenapa kau berkata begitu?"
Tsukishima dengan santainya membuka keran air saat sang gadis bertanya padanya.
"Memang aku tidak mau. Lagipula, bukan urusanku juga." ujarnya singkat.
"Tapi 'kan Sugawara-san sudah susah payah membujukmu untuk ikut—"
"—Tapi yang perlu itu bukannya dirimu?"
Gadis itu terdiam akan pertanyaannya.
Memang benar. Dalam hati, memang dia perlu Hinata dan Tsukishima untuk menemaninya ke Tokyo, tapi disisi lain dia juga ingin pergi sendiri dan tak mau merepotkan mereka semua.
Pemuda berambut pirang itu menghela napas sambil fokus mencuci kedua tangan, senyum sinis terhias tipis.
"Kau ingin aku ikut bersamamu dan Hinata, sampai menggunakan Sugawara-san pula. Hebat sekali kau, padahal cuma modal asisten manajer saja."
"O-Oi, apa maksudmu? Aku tidak mengerti..."
"Justru aku yang tak mengerti soal perkataanmu."
DEG
Untuk pertama kalinya Navira melihat emosi tertentu dari sang pemuda.
Navira menatap balik saat Tsukishima menghadap dengan serius setelah kelar akan urusan cuci tangan.
"Kau bilang ada keperluan penting. Lagipula, untuk apa kau pergi ke Tokyo dan menemui Kuroo-san? Apakah sangat penting, sampai Sugawara-san meminta begitu padaku dan Hinata? Aku tak tahu apa urusanmu, tapi itu bukan urusanku sama sekali. Kau mungkin bisa menyogoknya dengan makanan, tapi itu takkan mempan buatku kalau untuk membantu seseorang dengan sepele, apalagi membantu orang sepertimu."
Navira menunduk setelah mendengar responnya, kedua tangan dikepalkan erat hingga bergetar pelan.
"Memang benar... Aku memang ada keperluan penting dengan kapten Nekoma itu... Tapi, keperluan itu penting sekali."
Dia mendongak cepat dan menatap nyalang.
"Sama sepertimu—ini menyangkut antara harga diri dan martabat! Aku harus ke sana menemuinya atau aku... aku takkan bisa melihat kalian semua dengan kepala tegak!!"
Tsukishima masih terdiam tenang saat gadis itu melanjutkan pembicaraannya.
"Untuk seseorang sepertimu, mungkin saja ini hanya urusan tidak penting—tapi ada yang tak bisa kau mengerti. Ini menyangkut harga diriku, harga diri sebagai anggota tim, dan janji kepada seseorang untuk melaksanakan hukuman." sambungnya dengan menatap langsung ke manik yang berada di balik kacamata tersebut.
"Sekarang aku tahu kenapa sifatmu begini; kau merendah dalam diam dan mengalah agar semuanya baik-baik saja—padahal, sebenarnya tinggi harga dirilah yang menggerogotimu untuk diakui dan ingin maju."
Sekejap, kedua manik yang terhalang oleh kacamata tersebut membelalak akan pernyataan sang gadis bermanik giok tersebut.
Navira memohon sambil menunjukkan sikap tangan memohon dengan berani, "Jadi tolong, aku memohon dengan sangat padamu untuk ikut bersamaku. Ini permintaanku yang pertama dan terakhir padamu."
Hening menyanyi nyaring mengelilingi keduanya. Keduanya bertatapan dengan intens, sebelum diputus oleh Tsukishima yang mengalihkan pandangan dan tertawa kecil.
"Penting sekali kah... Dirimu sangat pintar, asisten manajer..."
Mau tak mau, Tsukishima berganti ekspresi jadi menghela napas lelah, menjepit atas hidungnya sambil pasrah dan memejamkan mata. "Terserah kau saja deh... Aku tak ada alasan lagi."
Huh?
Navira yang menurunkan kedua tangan pun menatap sang pemuda yang berbalik ke arah lain.
"Eh..? Maksudmu, kau—"
"Ingat baik-baik,"
Dia menoleh padanya sambil membelakangi, "Hanya untuk kali ini saja aku membantumu sebagai sekutu. Lain kali, kau harus memberiku imbalan untuk membantu."
Manik giok itu melebar perlahan akan perkataan sang pemuda yang melambai santai.
"Bilang saja pada Sugawara-san untuk kirim sms buat kapan perginya. Aku mau ganti baju dulu."
Asisten manajer tersebut hanya bisa terdiam akan perkataan sang blocker.
Dia tidak bermimpi, bukan?
"Kei-kun, tunggu!"
Tsukishima berhenti langkahnya tapi tetap tak berbalik.
"...Terima kasih." Navira mengucapkannya, walau agak mempertaruhkan malu.
Beberapa detik keheningan kembali dan dibalas olehnya dengan berjalan santai lagi.
"Simpan saja kata-kata itu. Aku tak perlu."
Navira menatap Tsukishima yang pergi ke arah lain, sebelum kembali menuju gymnasium—dimana kedua orang yang masih menungguinya itu ada di situ.
"Ah, Ainamida-san. Bagaimana? Kau sudah membujuknya??"
Sugawara menghampiri Navira bersama Hinata.
Gadis itu berucap biasa, "Dia setuju. Katanya bilang saja nanti di sms."
Mendengar itu, Sugawara merasa senang dan tenang—senang karena gadis itu bertekad untuk menyelesaikan hukumannya, dan tenang karena nanti ada Tsukishima dan Hinata yang bersedia mau menemani.
"Terima kasih, ya! Aku dan Daichi serahkan pada kalian untuk menjaga Ainamida-san." ujar Sugawara sambil tersenyum malaikat—membuat Hinata mengangguk paham dan Navira yang pasrah dalam diam.
.
.
.
.
.
"UWAAHHH!!!~~~"
Teriakan Hinata ketika mereka bertiga turun di Stasiun Tokyo bergema bersamaan dengan bunyi kereta yang mendengungkan telinga.
Berselang hingga hari Jum'at setelah pulang sekolah dan masih berpakaian sekolah—setelah sesuai rencana perjalanan dari Stasiun Sendai menggunakan JR Tohoku Shinkansen selama hampir 2 jam, akhirnya mereka sampai di tempat tujuan untuk bertolak ke SMA Nekoma.
Sekarang mereka ingin berjalan menuju depan Stasiun Tokyo sambil menunggu jemputan—dan ternyata bahwa setter SMA Nekoma sendiri; Kenma Kozume, yang akan menjemput mereka.
"Kau yakin jalannya, Shouyo-kun?" Navira yang buta arah pun cuma bisa pasrah mengikuti Tsukishima dan Hinata.
"Kalau tersesat, kau tanggung akibatnya." Tsukishima menyambung kalimat sang gadis Karasuno, karena ia juga ternyata tak familiar dengan lingkungan di sana.
"Cih, kalian cerewet sekali. Iya iya! Aku yang tanggung—Oh! Dari Kenma."
Ponsel berdering dan membuat mereka bertiga berhenti jalan, sebelum Hinata mengangkat teleponnya.
"Halo??... Ah, Kenma, kami sudah sampai—Eh? Depan? Baiklah, jangan tutup teleponnya. Ayo.."
Pemuda berambut oranye itu mengisyaratkan mereka berdua untuk ikut menuju ke arah yang diberitahu melalui ponsel.
Sekitar lima menit putar-putar antara belok kiri dan kanan, akhirnya mereka keluar dari gerbang depan utama stasiun.
"Shouyo!"
Merasa dipanggil, Hinata menoleh dan sumringah. "Kenma!!~"
Melihat temannya melesat, kedua muda mudi itu menoleh juga dan mendapati kalau yang memanggilnya adalah pemuda dari Nekoma. Mau tak mau, mereka ikut menghampiri dari belakang saat Hinata sudah sampai dahulu kepada pemuda tersebut.
Tidak terlalu tinggi, pemuda itu sebaya dengan Hinata. Dan dilihat juga berambut sedikit panjang dengan warna semir hitam dan pirang. Pakaiannya berseragam khas SMA Nekoma tanpa jaket blazer.
Hinata memeluk senang saat sampai. "Kenma!!~ Akhirnya kita jumpa lagi!"
Yang bersangkutan hanya tersenyum tipis. "Iya, aku juga."
"Kenma, perkenalkan ini Navira Ainamida. Dia asisten manajer tim kami. Dan kau pasti tahu ini teman satu timku, Tsukishima Kei." Hinata memperkenalkan mereka berdua pada Kenma.
Navira ingat kalau salah satu temannya pernah bertemu dengan mereka.
"Mohon bantuannya. Maaf merepotkan, Kenma-san." Gadis tersebut membungkuk sopan, yang disambut bungkukan balik.
"Tidak masalah. Aku juga sudah berjanji untuk mengantarkan kalian untuk menemui Kuroo. Apalagi aku juga sudah lama tidak berjumpa dengan Shouyo." ujarnya dengan kalem.
"Iya, benar! Nanti kita sekalian main voli bersama, ya!" Hinata menyengir kuda, disambut oleh yang bersangkutan dengan anggukan pelan.
"Baiklah. Mari ikut aku. Kita akan ke sekolah."
Lalu mereka pergi menuju tempat yang dituju.
Dengan jalan kaki selama 10 menit, mereka sampai di SMA Nekoma. Terlihat sekali bahwa sekolahnya bagus dan berakreditasi, jadi membuat orang senang dan ingin bersekolah di sana. Sepanjang jalan, Navira cuma bisa bolak-balik terkagum akan sekolah lawan bebuyutan Karasuno.
"Oke, disini tempatnya."
Setelah sadar, mereka telah berada di gymnasium yang besar. Dan itu milik klub tim voli saja.
Lagi-lagi kaki Navira bergoyang takut. Memang, sekolah lawan terlalu besar untuknya.
"Jiah, begitu saja sudah goyah." Tsukishima menyeletuk sinis, membuat gadis itu mendelik.
"Aku tidak begitu!"
"Ya, ya, ya~"
"Ayo masuk saja." Kenma mengajak ketiganya masuk ke dalam bangunan olahraga tersebut.
"Permisi. Maaf terlambat." ucapnya menghampiri para pemain yang tengah berlatih.
"Oh, Kenma-san—OH! Si Pendek dari Karasuno!!"
"Siapa yang kau sebut pendek?!"
Hinata dan pemuda yang Navira ingat—kalau tidak salah namanya Lev Haiba—langsung menyapa dan mengobrol walau sedikit berargumen.
"Ada apa ribut-ribut ini?"
Seorang pemuda tinggi, berambut hitam legam tegak dan berponi samping, serta memakai pakaian latihan—menghampiri mereka karena argumen Lev dan Hinata.
"Wah, ada si udang dan Tsukki~ lama tak jumpa."
Navira terbengong ria menatap Kuroo yang menyapa Tsukishima yang kalem dan acuh dan Hinata yang sedikit tertekan.
"Kenma, siapa dia?"
Sadar kalau Kuroo berbicara dengan Kenma dan menunjuknya, Navira langsung membungkuk sopan dan gugup.
"A-A—Ainamida Navira desu. Asisten manajer Karasuno. Yoroshiku!"
Kenma menjelaskan, "Mereka ke sini karena Ainamida-san ingin menemuimu. Katanya ada urusan penting."
"Hm? Benarkah??"
Pandangannya mengedar ke arah gadis berkuncir kuda tersebut.
Navira berdiri tegak sambil berucap, "Benar. Bisa kita bicara empat mata, Kuroo-san? Ini soal privasi."
"Hm? Baiklah. Kita bisa ke kantin."
.
.
.
.
.
"Jadi, intinya kau meminta bantuanku untuk menyelesaikan tantangan itu?"
"Benar. Maafkan saya, Kuroo-san."
"Berikan alasan kenapa dan atas dasar apa sampai aku setuju untuk membantumu?"
"Karena kalau saya tidak bisa menyelesaikan tantangan kencan ini, maka saya akan kehilangan harga diri dan wajah saya di depan semua tim Karasuno—apalagi gagal sebagai anggota tim yang tidak bisa menyelesaikan hukuman. Saya memang pantas mati."
Mereka berdua sekarang ada di kantin yang sepi untuk berbicara berdua dan menjelaskan alasan kedatangannya ke Tokyo.
Kuroo termenung sejenak sambil berpikir akan jawaban sang gadis Karasuno tersebut.
Bisa dibilang, lumayan. Tapi sampai sejauh ini—benci untuk diakui, nyali gadis ini boleh juga. Apalagi, dia punya rambut panjang dan paras imut kalau tidak dikerutkan seperti situasi di saat begini. Hampir mirip dengan tipenya.
Lihat saja, mukanya ditekuk dan beraura suram.
"Aku—"
"MAAFKAN SAYA, KUROO-SAN!!"
"...Aku belum bilang apa-apa, lho."
Menyadari itu, Navira berdeham kalem.
"Oh, maaf. Silakan lanjut."
Kuroo membuka mulutnya, "Setelah aku pertimbangkan kembali, bisa saja aku membantumu. Tapi boleh aku minta syarat?"
"Kecuali kontak fisik dan tak buat kantong bolong, apapun boleh." ujarnya tanggap.
"Aku minta satu truk sarden dan liburan ke luar negeri." ucapnya watados.
"Ditolak. Tolong ganti." Navira memasang muka makin ditekuk dan nelangsa.
Kantongnya bisa habis dan menggadaikan rumah cuma untuk memborong sarden satu truk.
Kuroo tertawa kecil akan reaksinya, "Baik, baik. Aku hanya bercanda. Aku ingin mengajukan latihan tanding dengan Karasuno bulan depan karena training camp tahun ini ditiadakan dan musim panas sebentar lagi dimulai. Bagaimana?"
Wah, syaratnya mudah sekali. Tumben.
Navira mencatat di memo kecil yang ia bawa. "Baiklah. Aku akan sampaikan kepada pelatih dan sensei. Ada lagi?"
"Ya, tolong tersenyumlah."
Hah? Apa?
Mendengar itu, dia mendongak sambil berhenti menulis—mendapati kalau Kuroo tersenyum tipis menatapnya.
"Maaf, tolong ulang sekali lagi."
"Tersenyumlah. Sayang sekali lho, wajahmu manis begitu ditekuk. Janganlah kau meniru seperti Tsukki. Dia tidak ada manis-manisnya."
Hah? Apa?? Maksudnya apa? Kenapa bisa dia bicara begitu?
Bahasanya ambigu sekali.
"Maaf, tapi wajahku memang begini—"
"Tersenyumlah atau aku batalkan perjanjiannya."
Perintah itu membuat Navira terdiam dan mencoba tersenyum, tapi hanya sekilas dan terpaksa.
Kuroo bangun dari duduknya dan meraih kepala Navira.
"Itu masih tidak ikhlas. Tapi kau sudah berusaha keras."
Kepalanya ditepuk pelan oleh Kuroo, membuat sang gadis terdiam bingung menatapnya.
Mata kanannya mengedip singkat dengan pandangan menggoda.
"Nanti Minggu, siap-siap untuk kencannya. Akan aku buat kau tersenyum sepanjang hari, Navira-chan."
Mendadak gadis Karasuno tersebut terhenyak kaget dan memerah parah.
Melihat reaksi itu, Kuroo tersenyum kalem penuh kemenangan dan berlalu pergi—meninggalkan Navira yang stress duduk di kursi meja kantin untuk menerjemahkan arti dari perkataan kapten Nekoma tersebut.
TERNYATA KUROO TETSUROU DARI NEKOMA ITU ORANGNYA LICIK, BANGSAAAAATTT!!
Yah, kita tunggu saja tanggal mainnya ya, guys. Tetap kirimkan do'a untuk protagonis kita agar tenang sampai ke rumah habis balik dari Nekoma.
AMIN~
.
.
.
To Be Continued
===========================================================================
Now I just feel sorry for myself and readers who waiting for this and TNN.
Heyya guys!~ Sorry for the very late update. Its been more than a month already and I broke the promise for update the fic hiks qwq
Well, as you know that I'll be updating this 2-3 in a month--but I still cannot. I am so sorry, all blame to the homeworks, preparation for working skills month on the next semester, upcoming exam, and etc in my RL. Busy af.
So here is the chap about her going to tokyo with tsukki and hinata. Welp, for the excitement purpose only. Probably put some hints in the near future lmao #slap
And I just barely know that From Sendai to Tokyo is so far. Goddamnit, now I know why all of them fall asleep in the bus after the training camp or even tournament. The fastest way is to take on the shinkansen train that take almost 2 hours from one to another. So yup, gonna make it real as I can so you can see the changing atmosphere here and there on the chap #apasichthor #slap
Welp, that's it. Hope you enjoy this chap and lets see Kuroo's date at the next chap that I'm gonna update soon.... or later.
Whatcha guys think about it? Where do you think he take her on a date?
If you really like this story please consider to vomments. Anything~ And tell me what do you think about the chapter!~
Hope you like it!~♡
Okay now, bye~~~
Regards,
Author★
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro