Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

29

by sirhayani

part of zhkansas

...

"Tuh bocah muncul lagi," bisik salah seorang teman Kak Lio ketika aku duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan Kak Lio dalam kantin ini.

Dia sampai mengatakan itu berarti dia sudah muak, tetapi yang membuatku heran adalah, jika mereka muak, kenapa mereka ikut berada di sekitar Kak Lio dan tidak memilih jalan mereka sendiri? Memangnya mereka ini adalah sekumpulan anak itik dan Kak Lio adalah induknya sehingga mereka tak bisa berpisah walau sehari saja?

Aku memang terus-terusan muncul di sekitar Kak Lio ketika istirahat berlangsung karena waktu istirahat adalah waktu yang paling tepat untuk bertemu Kak Lio. Selama beberapa hari ini, Kak Lio berpindah-pindah kantin. Namun, bagaimana pun dia lari aku terus mengejarnya. Aku tidak menyerah dan selalu menemukan Kak Lio sehingga berakhir makan bersama dengannya meskipun aku yang terus mencerocos sementara Kak Lio lebih sering diam karena sepertinya dia benar-benar menjaga ucapannya agar tidak gegabah dalam bertindak. Dia sekarang memegang prinsip bahwa diam adalah emas.

Ketika Kak Lio makan di belakang sekolah dan membawa rombongannya, aku langsung menemukan mereka. Aku masih tak bisa lupa bagaimana mereka menatapku terkejut ketika aku muncul dan melihat mereka sedang berjongkok sambil makan sebungkus nasi kuning di tangan. Hari itu aku tidak ikut-ikut makan sambil berjongkok karena Kak Lio menarik lengan bajuku sampai kami tiba di kantin terdekat. Kak Lio menemaniku makan. Dia sampai rela meninggalkan teman-temannya dan makanannya yang belum habis, lalu kembali memesan makanan di kantin dengan menu yang sama denganku. Padahal aku sudah mengatakan bahwa tak apa-apa aku ikut makan di belakang sekolah bersama mereka, tetapi Kak Lio tak membalas dan hanya menatapku dengan wajah suram.

Tuh, kan? Apa kataku? Kak Lio memang mengingat semuanya! Semenyebalkan apa pun tingkahku, dia tidak pernah mengusirku dengan tegas atau meninggalkanku sendirian. Karena ketika dia akan pergi, aku akan langsung mengatakan bahwa aku ingin mencari cowok lain yang lebih mudah didekati dan Kak Lio akan mengurungkan niatnya untuk meninggalkanku. Dia akan tetap berada di hadapanku seperti seseorang yang tak punya pendirian.

Pengecualian jika situasinya seperti di ruang musik. Kak Lio benar-benar tak mau bersentuhan dengan kulitku. Ketika aku tak sengaja menyentuh tangannya karena akan mengambil sendok, dia langsung tersentak dan menatapku dengan tatapan tajamnya.

Dua hari ini Kak Lio menyerah untuk bersembunyi. Dia tetap berada di kantin yang sama selama dua hari berturut-turut. Tingkahku yang mengejar-ngejar Kak Lio menjadi bahan gosip. Gay hunter. Aku sampai dijuluki seperti itu, tetapi aku tak peduli dengan julukan itu karena terlalu sibuk mendekati Kak Lio.

Rumor bahwa Kak Lio adalah gay berhasil membuat para cewek tak lagi menjadi tergila-gila padanya. Terima kasih kepada Sherly yang begitu kekeh bahwa Kak Lio gay dan menyebarkan dengan semangat bahwa foto ciuman Kak Lio dengan seorang cowok itu memang ada.

Kuaduk minumanku dan kusangga pipiku dengan tangan lainnya. Sementara tatapanku tak lepas memandang Kak Lio yang sedang menikmati makannya. Aku terlalu merindukannya sampai tak pernah melepaskan momen-momen seperti ini. Setelah belasan tahun berlalu, akhirnya aku bisa melihatnya lagi secara nyata. Bukan dalam mimpi lagi. Meskipun aku tak bisa melihat Kak Lio versi dewasa, tetapi melihatnya kembali dalam wujud anak SMA sudah bisa membuatku senang sampai terharu.

"Berhenti natap gue," kata Kak Lio sambil menoleh ke arah lain tanpa menatapku. Pipinya sedikit membulat karena makanan yang belum dia kunyah sempurna. Garpu yang dia pegang, dia jatuhkan di atas piring. Dia mengambil minuman gelasnya, lalu merobek segel penutup air mineral dalam kemasan gelas itu dengan ibu jarinya. Dia minum dalam posisi menyamping. Jakunnya naik turun beberapa kali, membuatku segera menunduk sambil meneguk ludah.

Astaga.

Apa yang baru saja kurasakan? Perasaan aneh ... seperti seseorang yang haus akan belaian yang sudah lama tidak aku rasakan. Aku menggeleng kencang. Sadar! Aku sudah bertekat untuk membuat semuanya berubah. Jika aku sampai tergoda seperti ini, maka akan bahaya. Lagipula, raga Kak Lio sekarang adalah seorang remaja SMA. Aku adalah wanita dewasa. Ingat itu!

Kutatap kembali Kak Lio. Mataku langsung berbinar ketika menemukan bahan untuk mengais informasi. "Gue selalu lihat Kak Lio pulang naik motor, Kak Lio tinggal di daerah mana? Jauh, ya? Bukan dekat sekolah?"

Tentu saja Kak Lio tak mau menjawab. Dia akan mengunci bibirnya rapat-rapat jika itu berhubungan dengan kehidupan sebelumnya.

Pandanganku masih bisa melihat teman-teman Kak Lio terdiam. Padahal sebelumnya, mereka asyik membahas hal lain. Mereka berkata muak, tetapi tetap paling antusias ketika aku mulai bicara serius dengan Kak Lio. Apalagi jika aku menggoda Kak Lio, mereka akan menajamkan telinga dan seolah-olah aku bisa melihat telinga mereka membesar.

"Lo tinggal di kosan, ya?" pancingku. Kosan adalah tempat dengan banyaknya kenangan yang tercipta di antara kami. Kulihat Kak Lio sempat tertegun. Dia benar-benar tak bisa menjaga reaksi tubuhnya. "Lo nggak mau ajak gue ke kosan lo, Kak?"

Kini, tatapan Kak Lio berubah sewot. "Ngapain gue ngajakin lo ke kosan gue?"

Hah! Aku semakin terobsesi ingin membuatnya menyerah untuk menghindar dariku.

"Kak Lio nggak mau, ya?" Aku mengangguk-angguk. "Gue suka Kak Lio karena nggak mau ngajak cewek ke kosan. Beda banget sama seseorang. Dia ngajakin teman gue buat ketemu hampir tengah malam karena tahu temen gue lagi terguncang, terus tiba-tiba cowok itu ngajakin ke kosan. Teman gue akhirnya ikut. Cowok itu berhasil buat teman gue nyaman sampai nggak mau pulang dan pengin tetap di kosan cowok itu."

Kak Lio menatap mataku dengan mata tajam sepanjang aku bercerita.

"Terus-terus?" Tiba-tiba, salah seorang teman Kak Lio mengangkat tangan. "Temen lo terus gimana? Nggak diapa-apain, kan?"

"Nggak, kok. Nggak terjadi apa-apa." Aku menggeleng kencang. "Tapi...."

"Tapi...?" Kali ini, cowok lain yang merespons dengan antusias.

Kupandangi Kak Lio dengan senyum kecil. Wajah suramnya itu muncul lagi.

"Beberapa bulan kemudian terjadi hal yang nggak terduga." Aku menatap teman-teman Kak Lio yang menatapku dengan penasaran. "Temen gue dicium sama tuh cowok."

"Berhenti," gumam Kak Lio, tapi aku pura-pura tak mendengarnya.

"Terus cowok itu bilang gini, lo cewek pertama yang gue cium." Setelah aku mengatakan kalimat itu, teman-teman Kak Lio jadi heboh sendiri.

"Gue bilang berhenti," gumam Kak Lio lagi dengan suara kecil, tapi masa bodo. Aku ingin terus menggodanya.

"BULSHIT!" teriak salah satu teman Kak Lio sambil berdiri. "Percaya sama gue, cowok itu bullshit banget!"

Ahahaha! Ada yang sedang menahan malu karena kelakuannya diceritakan dari depan.

"MANAAAA?"

Aku mengernyit, mendengar suara yang tak asing.

"LO BILANG NGGAK ASING SAMA CEWEK ITU, KAN? LO LIHAT DI KANTIN MAMI WAKTU WAKTU GUE IZIN SEKOLAH?"

"ITU, TUH! KETEMU! ANAK SMP YANG DULU MAU KITA ISENGIN, TAPI NGGAK JADI KARENA LO KENAL."

Setelah mendengar teriakan dua cewek yang memenuhi kantin ini, aku langsung terbayang wajah Kak Abel dan kejadian beberapa bulan lalu.

"MY ANGEEEEL?"

Oh, tidak.

Itu suara Kak Abel. Aku langsung menemukan posisinya. Kak Abel muncul dengan wajah berbinar-binar, berlari ke arahku dengan dramatisnya. Dia berhenti di sampingku dan langsung menarik kepalaku untuk bersandar padanya yang sedang berdiri sementara aku sedang duduk di kursi.

Kulihat ekspresi heran Kak Lio. Eh? Ini tidak buruk juga! Aku harus memanfaatkan kemunculan Kak Abel di sini. Mengapa dia dan Kak Abel tidak saling kenal, berbeda jauh dengan kehidupan sebelumnya? Kalau aku tidak salah ingat wajah, beberapa teman cowok Kak Abel juga tidak pernah berada di sekitar Kak Lio.

"Kok lo nggak bilang kalau lo sekolah di sini?" tanya Kak Abel.

"Kita aja baru ketemu dua kali," kataku pada Kak Abel, tetapi tatapanku tertuju pada Kak Lio yang sedang mengamatiku. "Pertama waktu nolongin Kak Abel. Kedua waktu di gang kecil. Dua-duanya beberapa bulan lalu."

Kak Lio mungkin heran mengapa Kak Abel jadi berubah drastis dibanding dengan kehidupanku sebelumnya. Aku juga heran, kenapa Kak Abel jadi seperti ini. Padahal, pertolonganku waktu hanyalah hal kecil.

"Lo tahu nama gue?" tanya Kak Abel, lalu aku mengangkat wajahku dan kutunjuk tanda pengenal Kak Abel. Namanya tertulis besar di kemeja bagian dada kanan.

"Ah, bener juga." Kak Abel melambaikan tangan pada beberapa cowok dan cewek yang sama aku lihat di gang kecil itu. Mereka, terutama cowok-cowok, mengisi kursi kosong di antara teman-teman Kak Lio.

"Dia siapa lo?" Kak Abel menatap Kak Lio dengan sorot tak suka. Nada suaranya juga berubah angkuh. Bukannya di kehidupan sebelumnya Kak Abel tergila-gila pada Kak Lio sampai terang-terangan menjadikanku rivalnya? Bahkan ingin merebut Kak Lio dariku.

"Gue?" Tiba-tiba Kak Lio bicara. "Gue cowok yang disukai Dara."

Aku membelalak. Apa...? Aku tidak salah dengarkan? Baru saja Kak Lio yang mengatakan itu? Dia sedang cemburu pada Kak Abel makanya berkata dengan tegas seperti itu?

Sekarang, Kak Lio malah adu tatapan tajam dengan Kak Abel.

Situasi macam apa ini?

*** 


 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro