04
by sirhayani
part of zhkansas
...
Aku segera pergi dari sana hari itu sembari menghapus air mata yang sempat luruh di pipiku. Harusnya mereka menutup pintu jika ingin melakukan sesuatu yang mencurigakan. Aku sempat masih bisa mendengar suara cewek itu yang meninggi dan bertanya-tanya mengenai siapa yang datang, tetapi Kak Lio sepertinya tak berniat menjawab.
Intonasi suara, nada bicara, dan bagaimana dia menatapku sembari mengatakan seruan itu. Semua teringat jelas di ingatanku sampai membuatku sulit tidur untuk beberapa malam dan kesal pada diri sendiri, mengapa aku malah tertarik dengan cowok yang sudah jelas-jelas seperti rumor yang dibicarakan oleh orang-orang?
Beberapa hari setelah kejadian itu, aku selalu melihat Kak Lio muncul di pandangan mataku padahal aku sudah berusaha untuk melupakannya. Bukan kebetulan lagi seperti biasanya, tapi aku merasa dia selalu sengaja muncul di dekatku.
Dia beberapa kali membuat siswi-siswi lain terheran dengan keberadaannya yang muncul tiba-tiba di lorong kelas X. Ada sebuah momen yang begitu membekas di benakku, yaitu ketika dia berdiri di koridor kelasku dan bersandar di pilar bangunan sembari bersedekap. Tatapannya mengarah pada pintu kelas dan memandang siapa pun yang lewat di sana. Para siswi di kelasku akan menjadi salah tingkah. Sementara para siswa akan menjadi canggung karena ditatap oleh sesama jenisnya.
Ketika tiba waktuku lewat, dia akan terus memandangku. Aku sudah menyadari itu beberapa kali. Hari-hari lain dia akan langsung pergi karena aku juga langsung ke kantin. Akan tetapi, ada satu hari di mana aku terpaksa berdiri diam di depan kelas karena menunggu Sherly dan teman-temannya yang masih mengobrol apa pun agar bisa melihat Kak Lio lebih lama. Aku juga sengaja berdiri di posisi yang masih tertangkap oleh pandangan matanya untuk memastikan apakah dia benar-benar memandangku selama ini dan ... dugaanku benar.
Dia terus memandangku selama beberapa menit seolah-olah dia sedang berpikir serius dan sepertinya ada yang ingin dia katakan padaku, lalu setelah beberapa menit berlalu dia akan pergi begitu saja. Beberapa teman Sherly bahkan Sherly sendiri menyadari itu dan langsung menyerbuku dengan berbagai pertanyaan. Tentu saja aku langsung mengelak dan berkata bahwa Kak Lio pasti hanya datang melihat-lihat untuk mencari "mangsa barunya".
Satu-satunya alasan yang melintas di benakku tentang mengapa dia selalu muncul di sekitarku belakangan ini adalah karena kejadian di mana aku melihatnya yang sedang "bermesraan" di sebuah ruangan. Sejujurnya aku takut dia sedang memikirkan sebuah rencana, tetapi aku tak bisa mengerti mengapa dia terus melakukan hal yang sia-sia. Tak mungkin dia memiliki sebuah ketakutan mengenai aku yang mungkin saja akan menyebarkan rumor berdasar itu. Aku yakin, dia bukanlah tipikal cowok yang peduli dengan rumor buruk tentang dirinya sendiri di luar sana.
Di kantin juga. Dia beberapa kali mengantre tepat di belakangku, membuat Sherly dan teman-temannya mengatakan hal yang tidak-tidak tentangku dan Kak Lio lagi. Kak Lio dan teman-temannya yang sempat tak muncul lagi di kantin, mendadak muncul kembali bersamaan dengan hari di mana Kak Lio mulai muncul di lorong kelas X untuk yang pertama kalinya. Padahal sepertinya sejak dulu mereka jarang makan di kantin ini dan lebih sering makan di kantin lain.
Sekarang mereka muncul lagi dan semakin membuat kantin ini penuh. Kemunculan mereka kembali membuat siswa-siswa kelas X tidak berani banyak tingkah. Mereka terlihat seperti sekumpulan preman-preman sekolah yang suka merokok di belakang sekolah dan beberapa hari lalu membuat ruang BK penuh.
Segorombolan kakak kelas XI yang berbentuk seperti geng berandalan. Beberapa di antara mereka sekarang sedang melihat siswi seangkatanku yang bening-bening. Mereka akan saling memberi kode dengan seringai, lalu salah satu dari mereka akan mulai bergerak.
Entah kenapa, tingkah mereka membuatku tak sadar memasang wajah sinis. Satu-satunya cowok yang tidak akan membuatku sinis seperti ini adalah Kak Lio karena di antara mereka memang hanya Kak Lio yang tak banyak tingkah. Kuarahkan pelan-pelan pandangan mataku padanya. Baru sedetik melihatnya, aku langsung menunduk dan melanjutkan makanku. Dia masih saja menatapku dengan wajah serius yang membuat jantungku kembali berdetak lebih cepat dari keadaan normal.
Apa yang dia inginkan, sih?
"Lo kok jadi betah ke sini? Padahal dulu yang paling nggak mau ikut cari dedek-dedek gemes itu elo."
Pandangan mataku masih bisa menangkap siapa yang baru saja bicara, yaitu seseorang di samping Kak Lio. Aku tak mungkin tiba-tiba mendongak. Aku masih bisa merasakan Kak Lio tak mengalihkan pandangan dariku.
"Gue kepikiran terus."
Itu suara Kak Lio! Suaranya begitu jelas meski posisinya denganku cukup jauh di tengah kantin yang berisik.
"Kepikiran apaan?" tanya teman Kak Lio.
"Soal apa yang lo lihat dan sepertinya bikin lo salah paham."
Perkataannya barusan agak aneh jika dia tujukan pada temannya.
"Hah? Maksud looo? Gue salah paham gimana?"
Tuh, kan. Temannya tak mungkin mengerti. Perkataannya itu seolah-olah ditujukan kepadaku, tapi rasanya mustahil juga dia mengatakan hal itu dari jauh. Aku tak tahan untuk melihat dan akhirnya kepalaku terangkat. Astaga.... Dia masih saja melihatku. Kali ini, dia berdiri dari kursinya dan meninggalkan temannya yang masih kebingungan dengan perkataannya tadi.
Tebak.
Dia mendatangiku.
Benar-benar mendatangiku.
Tidak hanya berdiri bak patung Dewa Yunani yang sedang tebar pesona, tetapi dia mengulurkan tangannya dan membuat siswi-siswi di dekatku jadi menganga.
"Ikut gue. Ada hal penting yang pengin gue omongin," katanya.
Dan, sejujurnya, aku takut.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro