Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

twinkle little star

Sepulang sekolah, Daph langsung ke kamarnya berada di lantai atas menghiraukan pernyataan panjang lebar dari Mamanya. Hanya menjawab singkat tak lupa Nata menegurnya untuk segera makan.

Setidaknya masih ada orang yang memperdulikannya. Memberikan kasih sayang lebih dari cukup.

Namun alur kehidupan belum tentu sampai disitu. Rasanya aneh ketika Daph di paksa mengikhlaskan hal yang ia sendiri tak tau sebab dan akibat.

Daph melemparkan tas ransel ke sembarang arah seusai membasuh muka. Hari ini penampilannya jauh lebih kusut dan berantakan. 

Setelah insiden tadi, Daph hanya berdiam diri. Mengasingkan diri dari kerumunan. Rasanya bersalah menyelimutinya. Hampir saja ia mengambil nyawa seseorang dengan kosong.

Meski dibawah alam sadarnya. Dalam artian bukan seratus persen tetapi tetap saja mengatasnamakan Dapha El.

"Hai. Bodoh! Apa yang membuatmu cemas?" 

Daph tersentak mendengar suara tak asing itu. Bayangan dirinya, tak lain Dalphin menatapnya penuh sorot khawatir. 

"Kau! ... Kau selalu membuat kesalahan, dimana aku harus mempertangungjawabkan dengan rasa bersalah!"

"Tetapi kau juga ingin dakjal di sekitarmu punah, 'kan? Kau terlalu munafik, kawan!"

"Dasar bodoh. Kelemahanmu adalah kelebihan ku." Di pantulan itu Dalphin tersenyum menyeringai terkesan bangga.

Bodoh ialah umpatan kotor dalam kategori terendah. Ia selalu mengenakan kata itu. Daph sebodoh itu? Ia akan menjawab, 'jauh lebih bodoh dan lemah.' Finally.  

Daph mencoba menahan amarahnya. Apalagi dia bukanlah sosok manusia. Entah dari jin aladin atau apapun itu.

Daph masih ingat awal pertemuan mereka. Meski tak semua diingat dengan baik.

Tamu undangan sudah menantikannya di ruang ballroom. Hotel bintang lima ini terlalu memanjakan mata memperlihatkan subjek keistimewaan mulai dari barang unik hingga new version sekalipun.

Nata dan suaminya sengaja memilih tempat ini. Menampung banyaknya tamu undangan juga memperkenalkan putri sulung mereka di kerabat bisnis. 

Kue ulangtahun diamond chocolate berdomisili lilin magic dengan angka satu dan tiga itu terkesan cantik.

Ditambah dengan dekorasi bertema alice in wonderland di setiap sudut ballrom.  

Nata menggenggam tangan mungil Daph usai menghiasi penampilan putri cantiknya.

"Kamu suka?" Daph kecil mengangguk ceria.

Rambutnya sengaja di buat curly --sedikit bergelombang tertata rapi dengan mahkota terlihat indah menghiasi rambut warna peraknya.

Nata sempat terkekeh kecil melihat tingkah gemas Daph kecil. Ia menunjukan tatanan rambutnya kepada para tamu undangan yang sibuk memperlihatkannya.

"Lihat! Sudah pantaskah aku menjadi peri?" Jika boleh berteriak, Daph kecil akan mengatakan itu. 

"Tetap berbahagia-lah, peri kecil." Nata mengecup Daph kecil dengan penuh sayang. "Seperti ini terus ya, Nak."

Di usia ke-tiga belas tahun ini, Daph tak bisa menyembunyikan raut kebahagiannya.

Nata ikut senang memperlihatkan Daph kecil terlihat bahagia bahkan gadis itu tersenyum ceria di pagi ini.

Semoga saja ini bukan bersifat sementara. 

Dibalik itu, Daph serasa menyembunyikan sesuatu. Entah. Belakangan ini badannya terasa berbeda. Baiknya, ia masih bisa mencoba mengontrol.

"Badan gue, kok ... jadi gini, ..."  gumam Daph saat mengetahui tubuhnya mengeluarkan cairan dingin. Telapak tangannya pun terlihat basah.

Gugup?

Tidak. Ini terlalu berlebihan.

Daph bukanlah introvert. Meski merasa gugup ... ini berlebihan.

Gadis kecil itu mendengus kesal. Ia mau merusak acara ini, dikarenakan masalah sepele. Sialan! 

Meski dari segi manapun, Daph terlihat tidak nyaman. Gadis itu mengatakan seolah semua terlihat baik-baik saja.

"Kau lupa? Aku sudah bersamamu. Kita dalam jiwa yang sama." 

Suara itu terdengar seperti bisikan dari arah dekatnya. Namun lebih tepatnya, seolah orang itu mengajaknya berbicara.

Daph kecil memperlihatkan situasi terdekat. Di sana, tak ada orang yang mengajak bicara. Palingan tamu undangan berada di meja yang jauh darinya.

Daph saat itu hanya berfikir ini halusinasi. Karena terlalu membaca genre fantasi. Terlalu berkhayal di kehidupan nyata.

Sekilas anggapan itu terhapus, ketika ia berkata lagi.

"Kau yang memangil ku. Aku ... Dalphin dan kamu, Daph! Daph dan Dalphin? Aku menyukainya!"

Awalnya terdengar lembut seperti dengannya. Karena pita suara mereka sama. Yang membedakan, Dalphin bisa berbicara dengan nada tinggi. Tak jarang bertingkah jauh lebih liar. Mengenaskan. 

Dari sana, Daph mencoba menerima teman barunya. Mejalani kehidupan berbeda.

"Rupanya, kau mencoba mengingat masa lalu mu?" Di bayangan itu, Dalphin menatap cermat Daph membuatnya terkekeh kecil. "Apa, kau mampu? Bodoh. Kau. Peri lemah."

Daph masih berdiri di hadapan kaca menyangga badannya mengenakan lengan tangan. Lamunannya terhenti, Daph kembali mengatur detak nafasnya.

Berlahan meraba obat penenang itu. Kapsul, sesuai dengan anjuran dokter. Meski begitu seharusnya tidak boleh digunakan dalam dosis berlebihan. Daph terkadang mengenakan secara terus menerus sesuai dengan keadaan.

Tangannya gemetar memperlihatkan bayangannya menggeser tubuhnya. Padahal Daph tak menggeserkan tubuhnya sedikitpun.

Gadis itu menyeritkan kening bingung apalagi sosok lain berwujud sama dengannya kini mengambil obat itu secara paksa. Tak lain, Dalphin.

Daph menyingkirkan jauh-jauh perkataan jin aladin. Karena bayangannya itu memang nyata.

"Kau harus mengikhlaskan masa lalu mu! Bukan hanya sekedar bergantung dengan obat-obatan sialan itu, Bodoh!" Tegas Dalphin melempar botol obat yang berada di genggaman Daph.

Wujudnya memang sama namun yang membedakan hanya lah sorot mata dan nada lebih tegas Dalphin.

"Gue butuh." tangkas Daph bergetar. 

Bola matanya mulai berembun. Tatapannya tak bisa menyembunyikan raut keterkejutannya sedari Dalphin datang. Tubuhnya kini bergetar, seolah berada di suhu dingin. Gadis itu ketakutan, berada di situasi tidak nyaman.

Disinilah biasanya Dalphin, tak lain bayangan Daph kerap bernamakan dengan alter ego --atau biasanya berkepribadian ganda sangat mudah melakukan splite. Sisi lain dari mereka cenderung mengambil alam bawah sadarnya. Dalam bentuk lain merasa sang pemilik terasa terancam. 

Dalphin hanya tertawa memperlihatkan raut Daph. "Bodoh! Aku adalah wujudmu."

Drrttt... 

Ponsel diatas meja rias berdering menampilkan pop-up nama pemanggil. 

Keduanya teralihkan ke arah benda kecil itu sebelum Daph menggeser tombol hijau, Dalphin sudah terlebih dahulu menerima panggilan.

Ponsel itu sudah berada di genggamannya. Apalagi nama 'Arga' terpanjang d layar membuat Dalphin menyerigai kecil. 

"Daph," ujar sang pemanggil di sembarang telepon.

Daph hanya menunduk meski dengar namanya di panggil Arga di sebrang telepon.

Dalphin tak lupa men-loud speaker. Selagi menunggu apa yang dikatan sang pemanggil. 

"Hi. Fairy! Do you listen to me?"

Dalphin berdecak malas.

Sekali lagi perkataan basa-basi ... Wait minutes

Di sana Arga memperlihatkan kembali sambungan telepon. Nyatanya masih terhubung.

"Hai ...--"

"I'm not fairy, Dapha." ujar Dalphin tegas di sebrang telepon dengan suara khasnya. Seketika dapat membuat lawan bicaranya berdelik ngeri. 

"Dalphin?"

"It's truee. D ... A ... L ... P ... H ... I ... N ... Dalphin."

"Tak apa kau mengenalku. sungguh menyenangkan."

Setelah itu, Dalphin kembali memutuskan panggilan telepon secara sepihak.

Beralih menatap Daph. Gadis itu masih dalam posisi yang sama. Lihat! Gadis itu tak bisa melawannya. 

Dalphin sengaja menjatuhkan ponsel milik Daph membuat gadis itu berbalik ke arahnya.

Obat kapsul dan ponselnya kini sudah tergeletak di lantai. Rasanya Daph ingin berteriak keras, namun ia tak bisa melakukan hal banyak.

"Pergi!"

Daph menutup telinganya rapat-rapat menghindarinya mengatakan sesuatu lagi.

Dalphin tersenyum, meski hanya satu kalimat, setidaknya ada perkembangan. "Seharusnya kau yang pergi. Maka aku akan ikut bersamamu!"

"Lo yang pergi! Tutup omong kosong itu, kita berbeda!"

"Kita bersama dan aku melindungimu." 

Twinkle, twinkle, little star

How I wonder what you are

Tiba-tiba lagu Twinkle little star mengemah di seluruh ruangan.

Jika dulu, Daph menyukai lagu itu, bahkan sebelum tidur, Mamanya selalu menyanyikan lagu tersebut dengan membaca dongeng.

Up above the world so high ...

Perempuan bercampol itu menunjuk bintang yang paling terang selagi menatap bola hazel milik putri kecilnya. Tatapan yang sama dengan hazel coklat glitter.

"Mama Alesya. Papa Hari. Disana aku paling cantik, Daphaaaaa."

Daph kecil tersenyum ceria memperhatikan tatanan bintang dengan Mamanya sambil mencoba mengambar benda angkasa mengenakan teleskop.

Like a diamond in the sky

Daph menutup telinganya rapat-rapat memejamkan mata berlahan.

Lagu yang ia benci, kini memutar selagi membentuk kepingan kenangan di masa lalunya. Ditambah dengan boneka teddy menjadi satu.

Daph ingat beberapa hari yang lalu, juga mengalami hal sama. Ketika tidak sengaja di mobil Arga ada boneka teddy milik keponakannya ditambahkan instrumen musik twinkle little star memasuki indera pendengarannya. 

"Ma... Daph pingin boneka Teddy new version itu!" Daph kecil menunjuk iklan sponsor di acara televisi yang menawarkan diskon besar-besar untuk model boneka teddy terbaru. 

"Daph maunya sekarang!"

Dalphin yang berada di sana ikut cemas. Ia mengepalkan tangan kepada siapapun yang berani memutar lagu terkutuk itu.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro