identy
"Tuan peri..."
Arga bingung dengan sikap gadis dihadapannya ini. Mood-nya gampang sekali berubah.
"Gue bukan peri!" sentak Daph kasar. Auranya menatap tajam Arga jauh lebih tajam. "Tutup omong kosong lo, yang gak berguna. Bitch!"
***
Kuman.
Kuman.
Bakteri.
Satu kalimat yang terlintas dalam benak gadis itu.
Daph masih ingat terakhir pembicaraannya dengan Arga. Bahkan gadis itu tak segan-segan meninggalkan lelaki itu.
Cuma? Cuma lalat ...terbang?
Kau tak bisa membedakannya. Daph terlihat begitu ketakutan hingga Daph berlarian menjauhi keramaian. Berusaha menyembunyikan fakta dimana Daph, seorang peri tak sesempurna itu.
Meski terkadang mereka menganggap Daph gila, mempunyai riwayat penyakit bernamakan skizofrenia--berhalusinasi menjadi peri meski tak dipungkiri Daph, memang cocok sebagai peri.
Bukan itu. Bukan.
Hidup Daph memang berbeda. Hidup Daph memang terbilang lebih dari cukup. Apa yang gadis itu inginkan pasti terkabul seolah saat ia mengenakan tongkat ajaibnya menggabulkan semua permintaan sang pemilik.
Dulu sewaktu Daph berumur lima belas tahun, gadis itu meningikan mobil versi terbaru yang sedang limited edision tak lupa mengenakan mantra di tongkat ajaibnya. Saat hari H tiba mobil yang Daph inginkan sudah terpanjang di halaman rumah kediaman bak kerajaan yang telah ia renovasi.
Magic ...?
Sebenarnya dari orang tua Daph yang mengabulkan keinginan anak semata wayangnya itu, sebelum hari-H tiba, Daph memohon kepada mereka. Meski mungkin hal itu salah satu faktor yang dilupakannya.
Daph memantulkan dirinya ke arah kaca pembesar. Jika magnifer digunakan oleh kaum penyihir mengubah dirinya terlihat lebih cantik dan awet muda di dalam pantulan kaca tersebut.
Bukankah, sang penyihir menemukannya di pinggir sungai? Dan saat ini, gadis itu berada di pinggir kolam ikan memantulkan kaca pembesar itu ke dirinya sejenak lalu menelan dosis obat yang berada di genggamannya.
Yang paling parah ialah melukai dirinya sendiri, ketika berada dalam fase sangat tertekan. Menganggap luka itu memiliki atensi tersendiri --sebagai penenang, selain obat-obatan yang dikonsumsinya itu.
"Dasar. Payah."
Suara mengema di sudut ruangan. Seolah ke purukan gadis ini hanyalah sebuah lelucon.
***
Dapha El berada dalam daftar lomba perwakilan maraton dan tarik tambang. Gadis itu mengernyitkan dahi. Aah, ia tak pernah berantusias dalam perlombaan apapun.
Membosankan.
"Bilang saja kau tak mampu. Aku bersamamu, kawan." ujarnya berlahan namun terdengar seperti bisikan maut.
Dia lebih mengerti apa yang Daph pikirkan dan takutkan.
Gadis itu kini berada di pertengahan perlombaan. Paparan sinar matahari membuat Daph ingin berteduh apalagi jika berada di tengah lapangan?
"PRIT!!!"
Suara peluit dari panita lomba. Lomba maraton dimulai sebentar lagi. Peserta lomba mulai bersiap ke garis start melakukan pemanasan.
Gadis itu memeluknya tubuhnya sendiri, berjaga jarak dengan pemain dari kelas tetangga. Ia takut jika feromon keringat mereka menular.
Kenapa harus memilih lomba!
"Satu. Dua ... Go!"
Perlombaan di mulai.
Para peserta sudah mulai berlarian berlomba menuju ke garis finish terlebih dahulu.
Tidak dengan Daph, gadis itu masih berada di garis start, sejenak memperlihatkan peserta lain yang mulai berada di posisi sejauh lima meter dari arahnya.
Teman lainnya yang berada di luar pertandingan sebagai suporter kini meneriaki gadis itu apalagi teman satu kelasnya. Ekspresi mereka berbeda-beda. Si Jarot, ketua kelas malah menepuk bahunya di sisi utara lapangan. Geram.
Belum sampai Daph memundurkan diri, seolah ada kekuatan yang mendorongnya kembali titik start meski tertinggal hampir seperempat putaran.
Nafasnya kembali normal. Tatapannya sedikit tajam memperlihatkan situasi. Rahangnya mengeras. Tubuhnya kembali tegak, dan ...
Berlari... menyusul ketinggalan.
"Apakah Dapha, sang peri bisa menyusul mereka, dengan kekuatan ajaibnya..."
***
Para juri memperlihatkan stop watch menghitung lamanya mereka sampai di titik finish setelah memutari dua kali lapangan Lenald high dengan luas kisaran 20.000 m².
Kurang dari tiga menit, siswi yang berada di kedudukan terakhir kini sudah berada di titik setengah lapangan mendahului tim lain yang masih berada di titik kurang dari seperempat putaran.
Disusul dengan siswi lain bernama Keyla. Tak dipungkiri Keyla termasuk siswi berprestasi dalam bidang atlet andalan sekolah.
Daph hampir saja melupakan hal itu.
Para penonton dibawa ke pertarungan sengit antara Dapha El dan Keyla.
Keyla rupanya berusaha mengejar posisi Daph berjarak tiga meter darinya dengan gaya rambut perak Daph itu begitu menonjol menjadi ciri khas tersendiri.
"Keyla berusaha mengambil posisinya yang saat ini Dapha duduki, bung..." Suara sorak kembali terdengar memperebutkan kedua nama peserta itu.
Daph tersenyum sengit memperpendek langkahnya sekilas memperhatikan Keyla, dan benar... Gadis itu berusaha menyusul ketertinggalannya.
Ketika posisi mereka hampir setara, terlihat jelas bahwa Keyla mengatur pernafasannya sebelum berlanjut ke titik finish.
Sedangkan Daph tertawa menyerigai, sekilas tertawa karena raut musuhnya mulai kelelahan lalu kembali mempercepat langkahnya secepat kilat dan hanya beberapa menit kemenangan berhasil berada di tangan Daph.
"Pemenang babak pertama di menangkan oleh Dapha El! Silahkan beristirahat, kami tunggu di babak selanjutnya."
Suara mikrofon dari panita perlombaan membuatnya kembali memangsa telinga lebar-lebar. Daph memenangkan pertandingan?Ck.
Awalnya gadis bernama Daph. Dapha itu tidak percaya, tetapi mengapa orang disekitarnya memberikan selamat.
Yang Daph ingat terakhir kali, ia hanya berdiri di garis start tanpa melakukan apapun.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro